5. Who Are You

13 2 0
                                    

You never know who strong you are
until being strong is
the only choice you have
- unknown -


Sebuah mobil sedan putih keluar dari gerbang sekolah. Langit melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Jalanan agak ramai pagi itu. Suara musik dari tape mobil mengalun pelan.

"Jadi dia adik sepupu lo, Dys?" Langit membuka obrolan saat mobil berhenti di lampu merah.

Dysa yang sedang mengetik pesan jadi menoleh ke sisi kanan. "Iya. Baru hari ini dia masuk sekolah kita. Lang, makasih ya lo udah anter kita pulang."

"Kan gue udah bilang jangan baper. Lagian rumah kita kan searah. Jadi ga nyusahin gue juga." jawab langit santai. "Eh iya, adenya Dysa, nama lo siapa kalo gue boleh tau?" Langit melirik Pelangi dari spion dalam mobilnya.

"A-aku Pelangi, Bang." jawab pelangi terbata. Ia terbiasa memanggil Abang pada laki-laki yang lebih tua darinya.

"Namanya unik. Kalo nama kita disatuin jadi lagu deh. 'Pelangi-pelangi di Langit yang biru' hehehe," Langit jadi tersenyum tipis-tipis karena gurauannya sendiri.

"Garing, kaya kerupuk," ketus Dysa pelan tapi masih terdengar Langit.

"Astaga juteknya si Dysa. Pantes aja Ethan ngeri sama lo," Langit malah semakin senang menggoda Dysa.

"Kok jadi bawa-bawa Ethan? Makin garing deh lo kaya kanebo kering," Dysa menekuk wajahnya karena kesal.

"Ethan is the most popular boy in our school. Semua cewek berubah jadi manis bahkan sok manis buat cari perhatian sama dia. Tapi kayanya ga berlaku sama lo.  Kayanya cuma lo aja yang ga ada manis-manisnya ke Ethan. Lo mah pedes kaya cabe rawit," celoteh Langit tanpa menoleh ke arah Dysa.

Dysa hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Ia masih sibuk dengan benda pipih ditangannya. Ia sedang berkirim pesan kepada Abang dan Mamanya mengenai kejadian yang dialami Pelangi tadi.

Pelangi yang duduk di bangku belakang hanya mendengarkan percakapan kakak sepupu dan kakak kelasnya itu. Ia masih larut dalam pikirannya sendiri meratapi kejadian di sekolah tadi. Wajahnya tampak murung, ia sangat sedih namun tidak mungkin ia menangis di mobil Langit. Saat seperti ini, ia sangat merindukan orangtuanya, ia butuh penguatan.

30 menit berlalu akhirnya mobil itu tiba di gerbang rumah keluarga Dysa. Dysa membuka kaca mobil agar penjaga membukakan pintu gerbang untuk mereka.

"Gue langsung cabut aja ya Dys. Gue mau istirahat buat persiapan sparring basket nanti sore," kata Langit membuka kunci pintu mobilnya.

"Oh, gitu. Makasih ya, gue jadi tambah ga enak nih sama lo. Seriusan nih lo mau langsung pulang?" tanya Dysa sambil membuka seat belt.

"Insyaa ALLAAH, lain kali ya Dys," jawab Langit ketika Dysa keluar dari mobil itu.

"Maksih banyak ya Bang, udah nolongin Pelangi. Oiya, ini jaketnya biar aku cuci dulu ya baru aku kembaliin. Maaf aku jadi ngerepotin gini," kata Pelangi yang bersuara lembut.

"Santai aja. Abang balik dulu ya," reflek tangan kanan Langit mengelus puncak kepala Pelangi. Ia buru-buru menarik tangannya sambil tersenyum manis menutupi rasa geroginya.

Pelangi terkejut, terdiam sebentar saat mendapat perlakuan manis Langit. Apalagi melihat senyum manis Langit yang kaya gula. Tunggu, ada apa dengan jantungnya? Kenapa jadi berdebar cepat? Mungkin muka Pelangi sudah bersemu merah sekarang. Ia menunduk segera keluar dari mobil itu.

"Thanks ya Lang," ucap Dysa dari luar mobil sambil melambai ke arah Langit. Pelangi yang disampingnya hanya menunduk karena masih malu.

Langit membunyikan klakson mobil dan keluar dari pekarangan rumah Dysa. "Pelangi-pelangi, alangkah indahmu. Merah, kuning, hijau, di langit yang biru... hehehehe. Manis juga sepupunya Dysa," ungkap Langit dalam perjalanan pulang.

Pelangi's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang