Kepulangan

448 62 49
                                    

Laki-laki dengan rambut hitam senada langit malam dengan poni rambut yang menjuntai halus mengenai dahi itu, sedang menunggu jadwal penerbangan nya untuk kembali ke tanah air. Bola mata yang berwarna senada dengan alis nan tebal itu membuat tatapan nya semakin tajam. Perasaannya hari ini menambah tampilan bahwa pria itu sedang tidak baik-baik saja.

Yang jelas hari ini dia akan pulang dan mendapatkan jawaban dari semua teka-teki yang telah seenaknya mengacaukan hari-hari nya di Mesir. Ya hari ini Fahri akan pulang.

**✿❀ ❀✿**

Ruangan para asatidz sepi, hanya ada dua ustadz disana yang lain sedang mengisi jadwal mengajar atau jadwal piket patroli mereka atau mungkin sedang membersihkan perkarangan bersama para santri, dua ustadz di ruangan ini mungkin sedang kosong jadwal jadi mereka hanya menetap di dalam ruangan, yang satu sedang tidur di tempat duduknya dengan kepala di atas meja dan yang lainnya sedang berdiri menghadap jendela sambil tersenyum kecut membaca pesan di handphone genggam nya.

Dia memperbaiki kacamatanya yang sedikit melorot, rambutnya kecoklatan diterpa cahaya mentari pagi, "Fahri bahlul, sudah di bilang nggak usah pulang," Bisiknya lirih namun berhasil memecah kesunyian. Lalu dia bergegas keluar meninggalkan yang masih terlelap.

"Kalian! Untuk hukuman hari ini, tulis 15 lembar Al-Quran! Bi sur'ah! Sebelum masuk kelas ustadz akan periksa pekerjaan kalian!"

Teriak laki-laki dengan jubah hitam dan sebilah rotan kecil di tangannya, dia memasang wajah berang di pipi tan yang sudah semakin tampak dewasa dengan garis rahang yang semakin tajam dan tatapan penuh percaya diri, menambah ciut nyali tiga santri di hadapannya.

"Akhy Ilham! Jangan gitu sama kami dong!" Teriak mereka bertiga.

"Akhy? Ana ini ustadz kalian tahu! Ustadz! Panggil ana ustadz!" Teriak laki-laki bernama Ilham itu membanggakan dirinya. Tanpa ia sadari seorang laki-laki seumuran dengannya tengah melihatnya sambil menahan tawa.

"Ustadz Ilham? Punya waktu sebentar?" Panggil nya akhirnya di sisa tawanya yang sudah semakin bisa ia kendalikan. Dan orang yang ia panggil menoleh malu-malu. Dia ketahuan mengemis adik kelasnya untuk memanggilnya ustadz. Padahal mereka hanya santri tamat yang harus mengabdi satu tahun setelah lulus.

"Zaki.. Ehehee, "

"Ayo bicara sebentar, tapi selesai kan dulu urusan mu dengan mereka, " Sahut Zaki sambil memperbaiki letak kacamatanya.

Akhirnya karena tidak sempat berdebat lagi dengan tiga adik kelasnya Ilham memutuskan melepaskan ketiganya dari hukuman karena tidur di asrama ketika halaqoh.

Ketiganya berlari dengan riang sambil berteriak "Akhy Zaki penyelamat! Akhy Zaki penyelamat!"

**✿❀ ❀✿**

"Ustadz Haikal!"

Yang di panggil dengan lantang menoleh kaku, tidak nyaman di teriaki di depan banyak orang seperti itu, tapi dia tetap berusaha bersikap tenang dan tersenyum, membuat lesung di pipi nya terlihat. Bagi orang itu adalah senyum termanis pagi ini, padahal dia hanya, sedang menutupi keterkejutan nya. Apalagi yang memanggilnya seorang akhwat. 

"I-iya? Limadza? "

Bukankah sesi wawancara perekrutan anggota pers untuk akhwat sudah selesai kemarin? Mengapa akhwat ini ingin berbicara dengan nya? Haikal sibuk menerka-nerka, sayangnya dari awal ide membuka kantor pers untuk akhwat memang ide buruk pikirnya lagi, ini ide Habibah, tapi dia tidak datang ke kantor bahkan di hari pembukaan kantor baru untuk akhwat ini. Dia terjebak di wilayah terlarang untuk waktu yang lama sekarang. Penyiksaan ini akan membunuh nya perlahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fahri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang