Enjoy!
Bagian 3/3; Ketergantungan
"Jangan bilang hal dusta kalian!"
"A-yah, itu nggak benar kan?"
Sayangnya respon lemah seorang ayah itu sama sekali bukan jawaban yang pasti.
Semua tertutupi duka disini. Kehilangan kebanggan yang diagungkan. Kehilangan senyuman yang menghangatkan. Kehilangan perasaan yang membahagiakan.
Dan Luna, kehilangan segalanya.
Segala sesuatu yang telah dirancang bersamanya. Cintanya.
Ia kehilangan cinta sejatinya.
Seolah separuh hidup Luna melabur jadi satu dengan kehampaan.
"B-bunda, a-ku mau ikut dia saja" Emangnya tertahan. Nafasnya tercekat hebat.
Sang bunda juga tidak dapat melakukan apa apa selain sekedar memeluk anak gadis kesayangannya yang tengah dirundung duka.
"Kak Doy, bisa hubungin Bara nggak? Ya, tolong. Pasti dia marah kemarin aku nggak jenguk walau sebentar. Pasti dia angkat kalau dari Kak Doy. T-tolong kak" Lirihnya.
"Yah, Bun. Kalian bisa duluan ke rumah om Adi, kita nanti nyusul? Biar Luna tenang dulu" Ucap anak pertama dari pasangan Jordi-Airin.
Keduanya hanya bertatap mata dan mengangguk.
"Hati hati di perjalanan. Atau kalau Luna sungguh gak bisa kesana gak papa. Nanti Ayah sampein ke keluarga om Adi. Ayah sama bunda duluan ya"
Ayah mengusap kepala anak gadisnya sekali lagi dengan berat hati.
"Iya yah, bun. Hati hati juga"
Tinggal dua orang kakak beradik disini.
Dan Doyi, hanya melihat keterpurukan adiknya yang kelelahan setelah meraung seperti kesetanan tadi. Ia juga tahu, untuk bangkit dari pingsan ketiga kalinya sangat menguras tenaga.
"Sudah puaskah kamu nangisnya?" Ucap Doyi lembut sekali.
Belum ada jawaban atau respon dari sang adik.
"Sini Luna, kakak mau peluk" Tangan Doyi lebar membentang, tanpa ditunggu Luna berhambur padanya. Sembari mengusap pelan punggung kecil sang adik, Doyi juga memberikan kecupan ringan pada pucuk kepalanya.
Meski ia tahu, itu tidak akan membuahkan hasil. Luna masih terisak sesak. Sakit sekali dadanya ketika dipertontonkan adik satu seorang tengah menahan pilu.
"Luna, kamu boleh kok menangis lagi. Meraung lebih kuat dari tadi. Kalau mau pukul sekarang aja sama kakak. Jangan bunda, jangan diri kamu sendiri. Sakit"
Luna mendongak. Air mata itu meluruh semuanya. Membengkakkan kedua matanya.
"K-kak Doy, aku mau ikut Bara"
"Besok, kalau udah waktunya pasti ketemu Bara. Hmm"
"Maunya se-sekarang hiks"
"Lhoh, Bara kan selalu dihati kamu. Lupa ya Kakak kan masih bisa lihat Bara"
Mendengar hal itu, Luna malah lebih menangis lagi. Kenapa ia tidak diberi berkat yang sama. Atau setidaknya hanya untuk orang ini saja. Orang yang ia sayang.
"Kenapa bukan aku? Aku juga mau lihat Bara"
"Hush, Bara gak suka liat kamu sedih, kalian sudah beda alam
"Lebih baik kamu tenangin diri. Bara udah dapat tempat yang baik disisi Tuhan. Jangan kira tempat Bara sama seperti kita. Disana better than everywhere"
"Semua berduka, semua kehilangan. Bukan cuma kamu. Om Adi, tante Yasmin, ayah, bunda, temen temen kamu, sahabat sahabatnya Bara. Mereka juga sama kacaunya.
Bara didunia adalah orang yang baik, ceria, sayang banget sama kamu. Dia melakukan tugasnya dengan baik. Dia ngajarin kamu banyak hal tentang kehidupan kan?
Sekarang kakak tanya, kamu sangat sangat sangat cinta sama Bara? Sayang sama Bara? "
Luna mengangguk tajam.
"Kalau gitu kasih dia hadiah"
"Berupa? "
"Doa dan keikhlasan. Serta kebahagiaan seorang Aluna Nada. Yang terakhir dia bilang ke kakak, Bara cuma ingin Luna bahagia. Meski bukan dengan dirinya"
"Kalau aku hanya bisa bahagia dengan dirinya. Aku harus bagaimana? sedang dirinya telah menghilang. Aku rasa, aku nggak sanggup lewati ini semua tanpa ada dia"
"Kalau sudah siap ketemu dia untuk yang terakhir kalinya. Bilang"
"A-aku, takut kak. Takut sekali. Tapi,
Aku rasa aku harus kesana meski nggak menjamin aku kuat melihatnya"
KAMU SEDANG MEMBACA
||Love me or Leave me Tonight||
Fanfic"Masih dengerin Last Child?" "Iya, rasanya semua perjalanan cintaku yang nggak bisa diungkapkan, telah dilagukan Last Child" "Mau denger sesuatu yang bikin bahagia dari Sheila On7, atau Seventeen? " Semua ceritaku dengannya, mengalir lembut pada lag...