Chapter 1

23 9 0
                                    

HAURA POV

Ini aku! Haura Mikhaila. Gadis kampung yang memberanikan diri merajut nasib di Kota orang. Gadis lain seusiaku mungkin akan menikmati dengan indah masa remaja mereka, berkumpul bersama teman, shopping, jalan-jalan, nobar, mabar dll.

Tapi, Aku?

TIDAK. Karena aku berbeda. Tidak ada kata " santai" dalam hidupku.
Setiap hari aku dan Ayah harus bangun pagi-pagi buta untuk keliling kompleks menjual nasi bungkus bersama adikku, Chayra Mikhaila.

Aku menggendong Chayra sementara Ayah membawa satu keranjang nasi bungkus penuh.Pergi pagi dan pulang siang, begitulah keseharian kami.

Aku terpaksa berhenti sekolah karena takut membebani Ayah setelah itu aku memutuskan merantau nasib ke Yogjakarta bersama Ayah dan Chayra demi sesuap nasi.

Ibu kalian di mana ?

Pertanyaan yang selalu dilontarkan para tetangga kosanku yang kini sudah sangat ku hafal.

FLASBACK ON

Jum'at 24 Januari-09;25

Saat itu aku masih di kelas mengikuti pembelajaran seperti biasa. Tiba-tiba Pak Manaf, wali kelasku beliau mengetok pintu kelas dan meminta izin Bu Tania yang sedang mengajar waktu itu lalu memintaku membereskan barang-barangku dan beliau mengajakku keluar. Di luar aku mendapati tante Sri saudara ibu, matanya terlihat sangat bengkak.

"Ada apa te?" tanyaku heran

Tidak ada jawaban dari tante Sri, beliau berjalan ke parkiran dan aku mengikutinya dari belakang.

Rumah 09:37

Kenapa banyak orang di sini?
Terdengar jelas sekali suara tangisan para ibu-ibu yang memenuhi ruang tamuku

Aku melangkahkan kakiku ke dalam

"Assalamu'alaikum"

Tidak ada satupun yang menjawab salamku. Aku melihat sekeliling dan pandanganku berhenti tepat di arah jenazah yang kini sedang berbaring di tengah-tengah kami dengan berselimutkan kain putih.

Aku berusaha tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi walau sebenarnya hatiku kini sangat gelisah. Aku berjalan ke kamar mencari Ibu karena dikerumunan orang - orang tadi aku tidak menemukan sosok Ibu.

"Bu, Ibuuuuu Ara pulangg buk" teriakku sedikit keras sembari berjalan ke arah dapur lalu ke kamar mandi barangkali Ibu sedang buang air, pikirku. Namun, tidak kutemukan dimana Ibu.

Aku kembali ke ruang tamu. Dan memfokuskan mataku ke arah jenazah itu.
Siapa? tanyaku pada diriku sendiri. Kenapa ada jenazah dirumahku? Siapa yang meninggal?
Apa jangan-jangan? Segera  kututup mulutku rapat-rapat.

Ku tepis segala prasangka buruk yang memenuhi pikiranku.Ah tidak mungkin, pikirku. Aku melangkah maju mendekati jenazah itu. Lalu aku duduk di sampingnya. Mataku tertuju ke arah Ayah yang berada tepat di hadapanku, beliau menangis sesenggukan. Lalu di sampingnya, Chayra dia juga ikut menangis.
Apa yang sebenarnya terjadi?

Kuberanikan diri membuka kain kafan itu. Kuperhatikan wajahnya dengan penuh teliti.

DEG..

DEG..

Jantungku berdegup sangat keras.
Tubuhku bergetar hebat, aku terdiam tanpa mengucapkan satu kata pun, air mataku berhasil menerobos pipiku.

"Nak" panggil ayah dan mendekap tubuhku
Aku masih syok. Benar-benar sangat syok.
Aku mendongak ke arah ayah
" Yah, ini siapa?"tunjukku ke arah jenazah itu.
Bukannya menjawab pertanyaanku ayah malah menangis menambah rasa sesak di dadaku.

Ku tutup kain kafan itu. Lalu ku buka lagi.

Ini hanya mimpi kan? Siapapun tolong bangunkan aku. Kutepuk pipiku sedikit keras, sakit.
Satu kenyataan yang benar-benar sangat tidak ingin aku ketahui. Bahwa ini "bukan mimpi tapi nyata"

Sesingkat itu Tuhan memisahkan aku dengan Ibu.

---
Sebelum berangkat ke sekolah Ibu memelukku dengan erat dan menciumi seluruh wajahku.
Aku tertawa ringan, tidak biasanya Ibu melakukan ini.
.
.
Apa mungkin ibu punya firasat bahwa hari ini Tuhan akan memanggilnya?

Setelah prosesi pemakaman selesai, aku tidak berhenti menangis hingga sesenggukan. Begitupun dengan Ayah.
Aku yakin, ayah pasti sangat terpukul. Teman hidup yang selalu menemaninya suka dan duka, tempatnya berbagi masalah, seseorang yang sangat dicintainya kini pergi meninggalkannya.

Semua orang meninggalkan area pemakaman, kecuali aku,Chayra dan Ayah. Kami masih setia menemani ibu. Rasanya enggan meninggalkan ibu sendirian di sini. Aku mendekap batu nisan ibu dengan sangat erat.Baju putihku kini berlumuran tanah yang sedikit basah.

----
Satu minggu yang lalu ketika aku membereskan kamar ibu, aku menemukan kertas hasil ct scan. Saat membacanya aku berurai air mata. Di sana tertulis sangat jelas bahwa Ibu mengidap "Leukimia".  Kenapa ibu dan ayah tidak memberitahukannya kepadaku? Satu jawaban yang kuyakini pasti benar karena mereka takut membebani pikiranku.
.
.

Saat ibu pergi aku benar-benar sangat depresi. Setiap hari hanya ada suara tangis yang terdengar. Penampilanku acak-acakan, berhari-hari aku tidak berselera makan hanya air putih yang membasahi tenggorokanku.

Tuhan~

Bisakah lain kali ketika Engkau akan mengambil sesuatu dariku, mengucapkan permisi?
Biar aku bisa mempersiapkan hatiku lebih dulu agar tidak sepedih sekarang.

Aku memutuskan berhenti sekolah karena tidak mau membebani Ayah. Terbesit di pikiranku mengajak Ayah dan Chayra merantau ke Yogya. Awalnya ayah menolak dengan keras, namun aku berusaha meyakinkannya sehingga Ayah menyetujuinya.

"Yah, Ara ingin melupakan semua kejadian buruk yang terjadi di sini. Kalo Ara tetep di sini itu akan semakin membuat Ara menderita dan Ayah juga pasti merasakan hal yang sama kan?" jelasku kepada Ayah dengan berurai air mata. Ayah memelukku erat beliau terisak sedikit keras.

Aku juga berpamitan kepada tante Sri, beliau adalah keluarga Ibu satu-satunya.
"Kalo ada rejeki Ara sama Aya main ke sini ya"
Kata tante Sri. Aku mengangguk dan tersenyum.

Dua minggu kemudian kami benar-benar pergi meninggalkan pulau tercinta, Kangean

FLASBACK OFF

1 September

Tujuh bulan enam hari tepatnya, kami harus merelakan ibu pergi karena  Leukimia.

Aku harus kuat. Aku tidak boleh loyo.
Aku harus bisa menegakkan pundakku walau aku sendiri pun membutuhkan sandaran,karena aku adalah anak pertama.Aku punya Chayra, dia tanggungjawabku sekarang. Anak kecil berumur dua tahun itu harus mengalami kehidupan sepahit ini.

"Ayah, Aya tanen ama ibu" rengek Chayra.Kalimat itulah yang selalu dia katakan pada Ayah.

#Ara: panggilan Haura untuk dirinya
#Aya : panggilan Chayra untuk dirinya.

"Nanti di syurga Ayah, Aya sama kak Ara pasti ketemu sama ibu ya nak tapi harus sabar dulu ya " jawab Ayah sambil tersenyum berusaha menenangkannya.

Tuhan~
Bolehkan aku menyalahi takdir?
Bolehkah aku mengeluh untuk saat ini saja?
Bolehkah aku berteriak sekencang-kencangnya agar semua orang tahu betapa beratnya hidup yang sedang aku jalani saat ini?

Kenapa? Kenapa hanya kami yang harus begini?
Kenapa kehidupan mereka bahagia, kenapa mereka bisa tertawa lepas sementara kami selalu meneteskan air mata?
Kenapa mereka bisa membeli barang-barang yang mereka inginkan dengan mudah, sementara kami untuk makan saja harus banting tulang berkeliling kompleks demi sesuap nasi.

Begitu tidak adilkah hidup ini?



MOHON KOREKSIANNYA YA TEMAN-TEMAN :)
MAAF APABILA ADA TYPO ATAU KESALAHAN APAPUN ITU🙏

JANGAN LUPA KOMEN+VOTE YA🥰

GUMAWO BANYAK-BANYAK UDAH NGELUANGIN WAKTU BUAT BACA CERPEN INI😘💖

SAMPAI JUMPA DI CHAPTER SELANJUTNYA YA🥰

Ini Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang