Kebahagiaan (Penyu)

18 0 0
                                    

      Aku tiba di Laboratorium pukul 9, Segera duduk dan mengamati ganggang laut lagi melalui mikroskopku. Tiba-tiba Marta datang dan mengajakku ke ruang kepala.
"Ret, aku baru saja menerima telpon dari pak kepala. kita di minta ke ruangannya sekarang.  Ayo. nanti keburu di marahi"kata Marta menarik tanganku
"Iya...iya. sebentar aku copot jas lab dulu"
Kamipun lalu menuju ruangan pak kepala dengan di penuhi berbagai pertanyaan. Takut di marahi, takut ada yang salah. Sesampainya di ruangan, ia segera menyuruh kami duduk
     "Begini Retno dan Marta. Kalian saya panggil kesini karena ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada kalian. Bersediakah kalian untuk melakukan penelitian ganggang laut di Perairan Banda?"
"Kami Pak?. Kenapa harus kami?"Kataku sedikit bingung
"Karena kalian adalah peneliti andalan kita. Dan potensi di sana sangat memungkinkan untuk meningkatkan pemasukan negara. Pemerintah yang sekarang sedang giat-giatnya mengangkat potensi Indonesia Timur. Potensi yang belum terjamah oleh tangan-tangan trampil para peneliti yang tinggal di Indonesia bagian barat. Mereka seolah di anak tirikan, diabaikan dan terasing. Padahal sebenarnya disanalah gudangnya kekayaan Indonesia"terang pak kepala panjang lebar.
"Kalau untuk itu, saya bersedia, Pak" kataku tanpa tanya lagi
"Kalau kalian setuju, secepatnya kalian berkemas untuk melakukan perjalanan ke sana. Nanti akomodasi dan biaya penginapan sudah ada yang mengurus. Kalian bisa bekerjasama dengan cabang kita yang ada disana. Kalian mengerti?"
"Siap Pak. Kami akan segera kesana"
"Siapkan data yang mendukung penelitian dan planning yang akan kalian lakukan selama di sana. Supaya bagian keuangan juga tahu berapa anggaran yang harus di keluarkan untuk memberangkatkan kalian ke sana. Saya minta dibuatkan segera ya. oh...ya sebelum lupa ada baiknya kalian mendelegasikan tugas kalian di sini kepada peneliti yang lain. Jadi semua tak terbengkalai." pesan pak kepala lagi
"Kami mengerti, Pak"
Aku dan Marta keluar ruangan dengan hati masih tak percaya. Beberapa minggu lagi aku akan jadi bagian dari Indonesia Timur. Tempat yang asing dan sunyi. Jauh dari hiburan dan hingar bingar gemerlapnya kota. Pasti aku sangat rindu kampung halaman dan keramaian. Ada banyak rencana di kepalaku untuk melewatkan segala bentuk kejenuhan. Mulai dari jogging, baca buku, snorkeling, diving sampai bawa aneka cd musik dan film. wuih... bakalan penuh ni koper.
Aku tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 10 pagi.Membawa 2 koper besar berisi perlengkapan pribadi dan beberapa buku, cd film, camilan dan makanan kering. Marta tak mau kalah denganku. Tak tanggung-tanggung yang dia bawa. Sepatu, tas make-up, 2 koper besar dan 1 koper kecil. Pak Dedy, yang mengurus perjalanan kami mengatakan kalau kami akan melakukan perjalanan panjang. Pesawat dari Jakarta akan transit sebentar di Makasar kemudian melanjutkan perjalanan ke Banda Neira, Ambon. Dari situ akan ada penerbangan lagi dengan pesawat kecil. Maka dia berpesan pada kami.agar tak.membawa banyak barang. Daripada sampai sana ada barang yang tak bisa terangkut. maka  sebaiknya kalian mengurangi bawaan sejak dari sini. Kelebihan barang bisa di titipkan ke saya. Nanti saya taruh di kantor.
Marta lalu mengeluarkan separuh barang bawaannya untuk di masukkan dalam satu koper. dan barang yang tak terlalu penting ia masukkan dalam koper kecil. Kasihan juga aku melihatnya. Belum apa-apa sudah di ributkan oleh masalah barang bawaan. Berbeda denganku yang hanya membawa perlengkapan secukupnya. Hal yang akhirnya aku tinggal adalah buku dan beberapa cd filmku. Semuanya aku taruh dalam koper.dan barang yang kubawa ada dalam tas tentengku. Jadi aku cukup membawa 1 koper besar.
Perjalanan dari Jakarta cukup melelahkan. Semua ku lewati dengan rasa kesal akibat ulah Marta. Ini bisa mengacaukan penelitian kami,  kalau aku tak mencoba berdamai dengannya. Aku harus mengalah. Jika tidak,  boss akan marah karena di anggap tak serius. Marta membuatku merasa tak nyaman dengan  cerita tentang artis -artis ibukota yang terkena kasus narkoba. Kutanggapi dengan sikap cuek. karena memang aku alergi dengan hal yang berbau gosip. Selanjutnya lebih baik menenggelamkan diri dalam mimpi panjang selama 3 jam di pesawat. Seorang pramugari membangunkanku. Dia menawari minuman hangat tapi ku tolak. Aku memilih meneruskan tidur. Kulihat Marta sedang asyik dengan majalah baru dan mendengarkan musik lewat headsetnya.
Cuaca di Banda Neira cerah berawan ketika kami datang untuk yang pertama kalinya. Kami disambut oleh Pak Noel sebagai pemandu. Ia adalah pegawai yang di tugaskan LIPI Maluku untuk menjemput dan mengurusi segala keperluan kami selama di Banda. Ia mengarahkan kami ke sebuah hotel bernama Gemilang Bandaku. Resepsionis asal Makasar itu menyambut kedatangan kami dengan senyum yang ramah mempesona. Sebelum masuk ke kamar, ku sempatkan menikmati hawa pantai yang sejuk serta nyanyian ombak yang menggulung memecah kesunyian. ku kumpulkan segala rasa bahagia agar misi penelitian ini berjalan sesuai harapan. Aku selalu mensugesti diriku sendiri saat rasa tak enak tiba-tiba muncul. Walaupun sedikit, Marta membuat moodku rusak. Dan aku ingin mengembalikannya ke keadaan semula saat aku dan dia belum melakukan perjalanan panjang ini.
Hotel ini sangat asri dengan pepohonan rindang dan aneka tanaman hijau menghiasi sebagian ruangan. Kolam renangnya di setting menghadap ke laut dan di lengkapi pula dengan dermaga panjang yang menghubungkan antara pantai dan hotel. Di tepi dermaga tampak beberapa kapal kecil tengah menanti wisatawan yang akan melakukan diving dan snorkeling. Semua hal yang baru di sini membuat mood ku jadi membaik. Juga saat melihat turis-turis asing tersenyum dan antusias menceritakan keindahan bawah laut yang mengagumkan. Semua itu membuatku jadi penasaran. Pak Noel yang sedang berbicara dengan pegawai hotel diam-diam mengamati. Ia lalu mendekat dan menanyakan rasa penasaranku.
"Ibu Retno. Perkenalkan ini Pak Ketut. Seorang pemandu wisata bawah laut di sini. Kalau ibu ada yang ingin di tanyakan, jangan sungkan tanya pada beliau" katanya
"Terima kasih Pak Noel. Saya penasaran saja dengan alam bawah laut di sini. Banyak turis yang terkagum-kagum karenanya. Bisakah pak Ketut gambarkan atau ceritakan keunikannya?"
"Laut di sini memang indah, bu. Seperti ini contohnya"katanya sambil memperlihatkan sebuah gambar di dinding hotel.
"Kalau ibu bersedia, besok saya akan dampingi ibu kesana"
"Boleh, Pak. Besok saya akan kesini pagi-pagi sekali"
Aku kembali ke kamar 112 untuk membereskan baju-baju dan data penunjang untuk penelitian. Tak kulihat Marta di sekitar kamarku. Mungkin dia sedang tidur karena kelelahan.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona. Sedari tadi kamu memperhatikan kamar itu. Apakah penghuninya temanmu?
"Iya.iya temanku"
" Dia tadi pergi ke Resto"
"Terima kasih" kataku sambil memperhatikan pria bertopi yang wajahnya agak di tutupi.
                                    ****
    Badanku terasa penat dan mataku masih terpejam. Tapi seketika ingatanku mengarah pada Pak Ketut dan janjinya. Terpaksa harus sepagi ini harus beres-beres dan buru-buru mandi. Mengenakan kaos putih bergambar nike dengan  celana pendek garis kotak-kotak berkacamata hitam dan rambut di kucir kuda. Siap meluncur ke bawah laut. Dermaga masih sepi pengunjung. Pak Ketut tengah berbicara dengan seorang lelaki yang perawakannya mirip dengan  pria yang kemarin. Ketika aku menghampiri mereka. Pak Ketut lalu memperkenalkan dia padaku.
"Bukannya kamu yang kemarin mencari temanmu?"
"Kamu cowok bertopi itu, kan"
Aku memandangnya sekilas, tetapi dia justru memandangiku lekat-lekat.
Pak Ketut mengemudikan kapalnya ke tengah laut. Perasaanku bahagia memandangi laut lepas. Membebaskan seluruh bebanku selama ini. Tentang cinta yang datang dan pergi, tentang umurku yang tak bisa mundur.  Kekecewaan pada sikapku sendiri yang paranoid pada lelaki yang ingin serius menikahiku. Hingga usiaku menginjak 30 tahun, aku sudah pasrah pada jodohku. Semua itu membuatku trauma. Biarlah kecewa ini pergi menjauh. menghilang di telan ikan pantai Banda. Biarlah aku disini berteman sepi. Berteman manusia baru yang semoga mau mengerti dan bersahabat denganku.
"Hai...jangan diam aja dong. Kita di bayar disini ngga hanya buat nemenin kamu bengong. Kita, aku dan Pak Ketut bersikap profesional. Membantu mengenalkanmu pada alam di bawah sana. Kalau kamu melamun aja, mana bisa kamu menikmati cantiknya terumbu karang dan ikan-ikan."
"Suka-suka saya dong. Sekarang aku hanya ingin di tengah laut. Menikmati semuanya yang biru"
"Ok..kalau itu maumu. Aku mau turun sendiri. Tetapi jangan marah ya. Kalau aku cerita apa yang kulihat di bawah"
    Dia lalu turun sambil membawa kamera. Niatnya hanya ingin pamer ke aku.
    "Ni...Lihatlah. Bagus kan. Kamu ngga tertarik?"
    "Kamu ini mudah sekali berubah. sebentar bilang A, esok bilang B"
    "Ya sudah...terserah kamu saja. aku mau nemenin Pak Ketut di depan"
           Pak Ketut lalu mendekati kami yang sedang berdebat. Dia malah beranjak pergi membawa kameranya dan kemudian asyik sendiri dengan foto-foto yang barusan di abadikannya. Dan aku malah terlibat pembicaraan yang seru dengan Pak Ketut. Banyak hal yang akhirnya kutahu tentang Banda dan juga pria yang bernama Daeng Gilang itu.
"Ooooo.....Jadi non Retno kesini itu akan meneliti ganggang laut to. Mengapa harus di sini , non. Daerah lain kan banyak juga yang berpotensi"
"Banda itu memiliki potensi ganggang laut dengan kualitas bagus. Segalanya yang ada di sini itu kualitasnya nomer satu, Pak. Bapak masih ingat, kan. Bagaimana para penjajah itu mati-matian ingin menguasai daerah ini. Mereka telah jauh-jauh hari meneliti kekayaan alam ini. Dan diantara sekian banyak tempat di muka.bumi.ini, Indonesialah harta terpedam itu. Tempat rempah-rempah dan ikan yang bisa di jual mahal. Kita sendiri saja yang tak mau mengenalnya. Jika pemerintah mengetahui banyak hal yang harus diamankan disini harusnya ibukota pindah ke daerah Indonesia timur, agar pengamanannya lebih bisa di perketat"kataku panjang lebar
"Iya...betul sekali, non"
Dia rupanya menguping pembicaraan kami. Buktinya dia lantas bergabung denganku dan menyela pembicaraan yang tengah seru-serunya. Pak Ketut menyadari Gilang tertarik dengan Retno. Perlahan dia menyingkir dari kami. Dia lalu menawariku lagi untuk diving bersama. Kali ini aku menuruti ajakannya.
  Hati Yang Menggoda
Paparan sinar matahari pagi yang cerah menjadikan ikan-ikan di sini berenang-renang kegirangan. Mereka meliukkan badan, bergerombol mencari makan kesana kemari. Di terumbu karang yang indah, ikan-ikan bermain petak umpet. Aku mengamati semuanya. Dia pun begitu. Tangan kami sama-sama memegang ikan berwarna biru,kuning dan merah. Aku mengalah padanya. Kubiarkan dia yang menikmatinya. Aku lalu mengkodenya untuk naik ke atas. Ia lalu membuntutiku.
"Kenapa tiba-tiba kamu mengakhiri semuanya? apa kamu sudah puas melihat indahnya alam bawah laut tadi? atau..."
"Aku kelelahan tadi"
"Kamu harus minum ini" Dia menyodorkan minuman pemulih energi.
"Apa kamu juga sudah lapar?" Aku mengangguk pasrah.
Badanku tak berdaya. Ia lalu membopongku ke dalam kapal dan meletakkanku di pembaringan kecil yang ada di kapal. Dia lalu menyelimutiku dan bergegas membuatkan teh panas agar badanku pulih kembali.
"Pak...kita pulang saja. Kondisi Retno lemas. Kita harus segera membawanya ke darat"
     Selama perjalanan  kembali ke hotel. Ia selalu memantau kondisiku. Tak kukira, dia yang kunilai cuek dan emosian berubah menjadi perhatian. Hatiku yang semula kaku padanya perlahan mulai melumer.
     Dermaga mulai menampakkan batang hidungnya. Dan saatnya aku harus kuat beranjak menuju kamarku. Dia bersama Pak Ketut memapahku sampai pembaringan. Room service datang membawakan makan siangku. Nasi, sup asparagus, telur dadar dan beberapa jeruk. Dia mempersilahkanku makan.
        "Ini...dimakan dulu. Kamu butuh makanan ini untuk memulihkan tenagamu"
       "Aku capek...aku mau tidur saja"
      "Sssst... jangan bandel. Ayo di makan dulu"
      "Benar kata Gilang, Non. Kamu butuh asupan makanan untuk pemulihan"
      Aku kembali bangun dan meraih makanan yang tersedia. tapi tangan dan badanku tak berdaya. Gilang lalu berinisiatif menyuapiku. Mau tak mau aku harus menurutinya.
     "Sebelum istirahat, sebaiknya kamu minum vitamin ini untuk kekuatan"
    Sudah beberapa jam aku tertidur. Gilang masih saja duduk di sebelahku. Pak Ketut bersama seorang laki-laki berbaju putih berkalung stetoskop masih duduk di ujung kamar menanti siumanku. Gilang lalu memanggilnya dan menyuruhnya untuk memeriksa kondisiku. Dan bersyukurlah semuanya sudah terlewati.
"Maafkan jadi malah merepotkanmu, Gilang"
"Sudah sewajarnya aku membantumu dan memastikan kondisi tamuku ini baik-baik saja. Apalagi kamu tamu istimewa hotel kami" terangnya.
"Kalau tidak ada yang mengkuatirkan lagi. Aku pamit ya. Nanti kalau berlama-lama disini ada fitnah mampir ketelingamu kan ngga baik"
                                                 ****
Sepagi ini room service sudah membangunkanku. Terpaksa dengan berat hati ku bukakan pintu untuknya. Bukan room service yang datang, ternyata Gilang yang hadir membawa sarapanku. Semangkuk sup seafood, telur rebus dan teh hangat di tambah sandwich.
"Silahkan di makan nyonya"candanya padaku
"Aku masih gadis. Kok di panggil nyonya"
"Itu panggilan kehormatan, Non. Dimakan ya. itu masakan spesial untukmu karena aku sendiri yang memasaknya"
"Wow.... pasti enak nih rasanya"
"Selamat mencoba dan selamat makan"
"Tunggu...tunggu jangan pergi dulu. Kamu belum mendengar komentarku tentang hasil masakanmu. Kamu ngga mau mendengar kritikanku?"
Dia mengurungkan niatnya pergi
"ehm...ehm..."
"Kok cuma gitu komentarnya"
"Sebentar Gilang, aku belum selesai mengunyahnya.Sabar sebentar"
"hem....perfect. Sempurna. aku suka sup nya"
"Semua ini beneran kamu yang masak?"
"Iya...benar. Kalau ngga percaya, coba saja tanya bagian dapur"
"Hebat ya...seorang pemilik hotel dan kapal yang jago memasak"
"Yah...begitulah kira-kira. Aku terbiasa melakukannya sejak kecil. Membantu Ambo membuat  roti dan memasak makananan khas Makasar. Ambo selalu bilang padaku, Suatu saat ini semua akan jadi milikmu. Ada baiknya kamu juga harus bisa membuatnya. Kelak kamu juga harus mewariskan kebisaanmu pada anak cucumu kelak. Itu pesan Ambo padaku"
Aku senang mendengar ceritanya yang berliku-liku. Tentang kehidupannya, tentang apa saja yang mau ia bagikan kepadaku. Tak jarang kami berdiskusi tentang banyak hal di sela kesibukanku meneliti ganggang laut. Di mana saja tempat untuk kami berdua menghabiskan waktu hanya untuk membahas hal-hal yang tak ada kaitannya dengan kegiatan kami. Di kapal, Di dermaga, di pantai atau kadang di pojok restonya sambil mencicipi pisang epek ala Gilang. Tak ada rasa lain yang terbesit di hati kami selain persahabatan. Tetapi lama kelamaan rasa lainpun muncul. Rasa ketergantungan, rasa simpatik, entah ada rasa apalagi yang merasuki kami terutama aku. Aku makin tak bisa melewatkan hari tanpanya.
suatu hari ia mengajakku ke dermaga.
"Retno... aku mau bicara serius denganmu. Apa kamu mau mendengarkanku?"
"Sejak kapan aku tak mau mendengarkanmu, Gilang"
"Aku...aku sendiri ngga ngerti kenapa perasaanku denganmu sekarang jadi berubah. Aku tak pernah berhenti memikirkanmu, hatiku hangat  saat bersamamu dan jantungku berdetak kala ada di dekatmu"
"Ya...aku juga merasakannya, Gilang. Sama seperti yang kamu rasakan"
Kami berdua tersenyum. Kami berdua sama-sama berpelukan. Tak ingin ada sesuatu yang memisahkan lagi. Dia lalu membisikkan sebuah nama untukku
Penyu Biru aku sayang kamu
                                                    ***
        Cerita baru Gilang
               Aku mengenalnya saat dia menyewa kapal Daeng Gemilang dan bersama menjalani diving. Pulang dari diving, ia mengalami i dan aku sebagai pemilik hotel bertanggung jawab pada tamu ku. Sejak itulah hari-hari ku habiskan bersamanya. Dari awal, aku sudah jatuh hati padanya. Ia mirip Indira. Wanita pujaan hatiku yang lalu. Ada kemiripan dalam diri mereka berdua. Sikapnya, wajahnya dan cara berjalannya. Tetapi Retno lebih smart daripada Indira. Kami selalu berdiskusi tentang banyak hal.  Semakin hari aku semakin kagum padanya. Kagum pada matanya yang teduh seakan menyiratkan kesabaran hatinya. Kagum pada tutur katanya yang sopan. Merasakan itu, membuat jantungku berdetak tak beraturan. Rasa yang sudah delapan tahun mati, kini muncul kembali. Membawa kemantapan hati untuk menjadikannya pelabuhan terakhirku.
            Usia ku kini tak muda lagi. Namun tak ada yang salah jika aku merasakan jatuh cinta. Karena cinta tak pandang bulu datangnya. Tak perduli usia, yang penting satu sama lain saling cocok. Namun setelah menjalani kedekatan sekian waktu, aku baru berani menyatakan perasaanku. Awalnya aku takut di tolaknya. Tetapi ternyata gayung bersambut. Tak terbayangkan bahwa hari-hariku kini berhiaskan lukisan asmara  dengannya.
        lukisan yang gambarnya hanya ada kamu dan aku. Seperti saat kamu dan aku sama-sama mengabadikan moment snorkeling bersama. Menikmati ikan-ikan lucu berlarian, berpose norak di depan kameranya ,serta bergaya bersama ikan. Aku memang suka laut begitupun dengan penyu. Pernah kutanyakan padanya kenapa dia suka pada laut. Ia hanya menjawab simple. Kedamaian. Dan dia pun juga balik bertanya padaku. Dan kujawab Sunyi. Aku memang suka pada sepi. karena aku terlahir sendiri. Tak punya saudara, tak punya teman untuk  berbagi. Hari -hari kulewati bersama sunyi. Tanpa suara.

Ada cerita ketiga
      Aku masih mendampingi penyu melakukan penelitiannya bersama para petani ganggang laut.  Aku pemilik hotel Daeng Gemilang, harus rela menambah job demi sebuah kedekatan dengan penyu. Benar itu memang benar. aku alihkan tugas di kantor pada Pak Jafar demi seorang tamu spesial. Menjadi pemandu peneliti ganggang laut. Itulah tugas baruku kini. Walaupun penyu tak memintanya, tapi aku dengan senang hati melakukannya.  Namun hal yang kulakukan ini ternyata membuat Marta iri. Aku tahu dari sorot matanya yanng membenci penyu.
      Ingin rasanya menjadi detektif menyelidiki penyebab Marta tak suka pada penyu. Pak Ketut yang mengerti kegelisahanku berusaha membantu mencari penyebabnya.  Suatu ketika di dekat lobi. Marta bertemu dengan Riana, mereka merencanakan ingin mengacaukan hasil penelitian Retno. Marta memberikan sejumlah uang pada Riana yang menjadi pegawai LIPI Maluku untuk memasukkan racun pada bibit ganggang yang berkualitas unggul. Tetapi rencana itu berhasil di gagalkan karena aku lebih dahulu melaporkan rencana itu pada kepala LIPI. Rupanya Marta masih saja tak puas. Ia menuduh Retno tak serius melakukan penelitian terbukti hasil penelitian yang dilakukannya rusak semua. Kantor pusat melakukan penyelidikan ke Maluku, aku berusaha membantunya menyelesaikan masalah yang menimpa penyu tapi fakta menunjukkan memang semuanya rusak.
Pak Ketut datang dan menunjukkan bukti kepada Kepala LIPI kalau tuduhan itu tak benar. Retno yang biasa santun tiba-tiba berubah emosi 
"Marta...tunggu Marta. Aku mohon kejelasanmu kenapa kamu sampai merusak semua tanaman penelitianku. Ayo Jawab! bentaknya kesal
"Hai, Nyonya Retno yang terhormat, Perlu kamu tahu memang aku yang merencanakan semua. Dan betapa beruntungnya kamu, karena dia selalu membantumu. Dan ada satu yang harus kamu camkan betul-betul, Aku takkan membiarkanmu bahagia bersama Daeng Gilang. Jelas! bentak Marta lagi.
"Aku juga takkan biarkan kamu merebut dia dariku. Aku selangkah lebih maju dari kamu. Karena aku pilihannya. Bukan kamu" ujar penyu tak mau kalah.
Pertengkaran itu membuatku menarik sebuah kesimpulan bahwa Marta menyukaiku. Entah ada apanya  dalam diriku yang membuatnya tertarik. Kasihan penyu, Ia menjadi korban asmara. Tapi juga bukan salahku. Mungkin yang salah adalah cinta yang hadir diantara kita. Dan bukan antara aku dan Marta. Rumit... cukup rumit bila berurusan dengan cinta. Aku mendesah lagi bila jalinan asmaraku terganjal. Perasaanku kali ini lebih repot daripada yang sebelumnya. Tapi mau gimana lagi jika hati sudah saling terpaut. Dan aku tak mau mundur.
Hatiku kacau...benar-benar kacau. Tak kusangka ada dua wanita yang memperebutkanku.  Pak Ketut lalu menyarankanku untuk segera membawa Retno pada Ambo. Memperkenalkannya dan meminta doa restu. Dengan begitu Marta akan berhenti mengganggu penyu.
Malam minggu yang syahdu. Entah malam ke berapa sejak kita jadian. Aku mengajaknya ke Kapalku. Aku membuatkan menu dinner spesial untuknya. Iga bakar dengan saos barbeque. Kunikmati candle light dinner bersamanya.
"Hai, penyu. Selamat datang di kapalku. Malam ini aku bikinin kamu iga bakar. cobain ya" kataku dengan perasaan bahagia
"Hem... pasti enak kalau bikinanmu. Aku percaya"kataknya sambil terus mengunyah iga bakarku. Aku ingin sekali mengungkapkan perasaanku, tapi bukan kata yang meluncur. tetapi keringatku yang mengucur deras.
"Kamu kenapa koi, kamu sakit? kenapa wajahmu pucat"
"Ngga...kok aku cuma mau bilang sesuatu ke kamu"
"Bilang apa"
"Penyu... mau ngga kalau... kalau... kamu jadi pendampingku"

       
    

  

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara Cinta, Pallumara Dan Indira ( TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang