Chapter III

720 115 158
                                    

Kembali lagi dengan Hansu Dan Soo Ah, yang kangen sama couple ini merapat hayu... Okelah... Mulai..

***

Hanseong, 1920, Kediaman Keluarga Han

" Aeghissi*... Aigoo Soo Ah Aeghissi.. jika sampai terjadi apa-apa dengan nonaku maka aku juga akan ikut mati.. aigoo... Bahkan dia tidak menyentuh makanan dan juga air sama sekali.. Aeghissi...", Pelayan pribadi Soo Ah terlihat menangis frustasi.

Sudah 3 hari Nona nya itu tidak makan juga tidak minum sama sekali. Nona Soo Ah memang terkenal dengan sifatnya yang keras kepala. Dia bisa melakukan apapun untuk mendapat apa yang ia inginkan, apapun itu.

Tiga hari lalu ia dan ayahnya bertengkar hebat. Soo Ah dengan tiba-tiba mengungkapkan keinginannya untuk bergabung bersama kakak tertuanya juga sepupunya dalam organisasi pemuda.

Ayahnya tentu saja tidak menyetujuinya, bahkan sebenarnya ia juga dengan berat hati membiarkan putra tertuanya untuk bergabung. Hanya mendengar putrinya juga ingin bergabung, dengan lantang tentu saja ia melarang.

Ayah Soo Ah membiarkan putrinya ikut berlatih senjata, baik memanah, pedang maupun senjata api, seperti kakaknya. Ia tidak mengira jika hal ini menjadi boomerang untuknya. Ia hanya berpikir dengan memiliki keterampilan itu putrinya bisa menjaga dirinya disituasi yang tidak menentu . Namun ini sudah konteks yang berbeda. Ia dan keluarganya memilih untuk bersikap netral. Keadaan saat ini membuat banyak kekacauan.

Bangsawan yang menentang pemerintahan Jepang akan dibuat menjadi penghianat. Keluarganya Akan menjadi target bagi pemerintahan Jepang. Banyak juga dari berbagai kalangan yang akhirnya Pro-Jepang. Ia memilih untuk netral, namun anak-anaknya ternyata memiliki jiwa patriot yang begitu besar.

Mereka ingin lebih berkontribusi dalam upaya memerdekakan Joseon.

" Daegam-manim* sudah 3 hari ini Aeghissi tidak menyentuh makanannya, bahkan setetes airpun tidak. Pelayannya juga sudah frustasi, takut terjadi sesuatu dengan Aeghissi", ujar Kepala pelayan.

Ayah Soo Ah beranjak dari tempat duduknya, dan bergegas menemui putrinya. Ia melihat pelayan pribadi anaknya terus menangis meraung-raung. Namun saat melihat kehadirannya ia berhenti dan membungkuk hormat pada Tuan besarnya.

Saat ayahnya masuk ke kamar Soo Ah, ia melihat anaknya sedang meringkuk di atas kasurnya. " Mau sampai kapan kau membiarkan pelayanmu seperti itu?".

Saat mendengar suara ayahnya Soo Ah bangkit dari kasurnya, menatap ayahnya dan memberikan hormat padanya. Bagaimanapun ia tetap diajarkan sopan santun layaknya anak bangsawan lainnya, " sampai ayah mengizinkanku untuk bergabung!".

Putrinya itu keras kepala, tidak bisa dibantah dan selalu punya segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, " kau ini wanita, berlakulah selayaknya wanita, Soo Ah. Sebagai wanita Bangsawan kau diberikan segala kenyaman dari mulai pendidikan dan segala kemewahan lainnya. Kau sudah aku tunangkan dengan lelaki baik, jadi lebih baik kau dirumah dan mengisi kegiatanmu dengan menyulam dan belajar etiket lainnya sebagai calon mempelai".

EpiphanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang