Lost

1.4K 170 79
                                    

Pagi ini semuanya berjalan baik-baik saja. Semuanya berjalan normal seperti biasa. Mara memasak seperti biasa. Amato yang akan mengisi waktunya dengan membaca koran dan Halilintar, Taufan dan Gempa yang akan bersiap-siap pergi sekolah. Ralat-- maksudnya hanya Halilintar dan Gempa.

Taufan, si kembar kedua itu menginap di rumah Fang karena tugas yang di berikan sekolah. Tugasnya cukup banyak. Bahkan Gempa bisa menjamin itu akan sebanding dengan tugas OSIS selama seminggu. Kenapa bisa sebanyak itu?

Taufan sangat suka menumpuk tugasnya. Kalian juga pasti tau itu. Dan karena kebiasaannya itulah Fang jadinya ikut terlibat karena kebetulan dirinya dipasangkan dengan Taufan.

"Hali? Kenapa sarapannya tidak di makan?" Halilintar tersentak ketika lamunannya di buyarkan oleh sang ibu. Halilintar juga tidak tau kenapa dia melamun. Dari tadi dirinya merasakan firasat buruk. Sejujurnya Gempa juga merasakan hal itu. Cuma anak itu bisa lebih sempurna menyembunyikan kekhawatirannya berbeda dengan si sulung.

Halilintar hanya menggeleng pelan. Mungkin itu hanya dirinya yang khawatir terlaku berlebihan. Dan dirinya tidak pasti siapa yang ia cemaskan saat ini.

Boboiboy milik
Animonsta

Cerita ini murni dari kepala saya
Tidak ada sedikitpun unsur plagiat di cerita ini

[Lost]
.
.
.
.
🍀HAPPY READING🍀

"Pagi Gempa~ pagi kak Hali~" suara cempreng milik kembaran mereka mulai terdengar di telinga Hali dan Gempa. Hali mengerutkan dahinya tanda tidak mengerti dengan keadaan Taufan.

Normalnya, anak itu akan melesat pergi ke kantin atau setidaknya ke lapangan menjelang bel masuk berbunyi. Tapi hari ini, anak itu hanya diam. Duduk manis di bangku miliknya sambil membaca buku Fisika.

Tunggu dulu...
Apa benar ini Boboiboy Taufan si pembuat onar?

"Tumben, kak Taufan rajin" Taufan hanya cengngesan saat dirinya di tanya oleh sang adik. Dia tau kok apa yang dirinya lakukan pasti aneh di mata saudara-saudaranya.

"Woi kak Fan! Main bola yuk!" Taufan tersentak ketika suara menggelegar milik sepupunya mencapai indera pendengarannya.

Blaze, sang pemilik suara terlihat membawa sebuah bola di tangan kirinya sambil menyeruput jus kotak. Taufan hanya tersenyum kikuk menatap Blaze. Dan lagi-lagi Halilntar dan Gempa kembali di buat bingung. Karena biasanya, Taufan juga akan menyambut Blaze dengan tidak kalah heboh.

Blaze mengerjapkan matanya berusaha mencerna apa yang terjadi dengan kakak kelasnya ini. Dia sadar akan sesuatu. Taufan berbeda hari ini.

"Maaf....." kata pertama yang terlontar dari bibir Taufan mungkin saja akan menjadi sebuah jawaban akan kebingungan ini. Senyum kikuk masih terlukis di wajahnya membuat Blaze menjadi canggung.

"...kamu siapa?" Dan kata yang terlontar dari bibir Taufan membuat Blaze ingin menenggelamkan dirinya di laut antartika secepatnya.

*****


Fang, yang merupakan sahabat Taufan mengaku, tadi pagi saat mereka baru saja tiba di sekolah, Taufan bertanya kepada dirinya dimana kelasnya dan bangkunya. Saat di ajak keluar kelas oleh Amar dan Iwan, Taufan hanya menggelengkan kepalanya sambil sibuk membaca buku Fisika. Memang, apa yang di lakukannya cukup untuk membuat orang bingung.

Dan setelah Taufan membuktikan dirinya tidak mengingat Blaze, akhirnya Thorn dan Solar anak kelas 1-2 SMP Pulau Rintis langsung melesat masuk ke kelas 3-2 dan menyeret Taufan ke rumah sakit.

Dan di sinilah mereka sekarang. Di salah satu rumah sakit pulau Rintis sambil menunggu kepastian. Tak lama kemudian dokter pun datang menghampiri mereka. Tatapan yang sulit diartikan itu membuat Halilintar dan Gempa sangat gemas. Alhasil, keduanya langsung melontarkan seribu pertanyaan kepada sang dokter membuat dokter tersebut gelagapan.

"Saudara kalian menderita alzheimer" nafas Hali tercekat seolah lupa caranya bernafas. Sedangkan Gempa sudah menundukkan kepalanya tidak tau harus berkata apa.

Mereka tau penyakit Alzhaimer. Sangat tau.
Penyakit progresif yang menghancurkan memori dan fungsi mental penting lainnya.

Pastinya perlahan-lahan memori yang penting milik Taufan akan menghilang. Dan itu pasti tidak luput dengan memori tentang mereka. Keduanya tau itu pasti akan terjadi. Tapi mereka belum siap mendengar kata itu terlontar kepada mereka.

*****

"Kak Hali, ini apa?" Halilintar yang sedang sibuk bermain ponselnya menoleh ke arah adiknya. Sebuah papan beroda yang sangat digemari oleh Taufan telah menghilang dari ingatan anak itu. Gempa juga mendengarnya. Itu pasti akan terjadi karena itu mereka harus menyiapkan hati mereka seteguh mungkin.

"Itu skeatboard milikmu! Benda favorite yang ayah belikan sebagai hadiah ulang tahun" Taufan mulai mengangguk mengerti. Tangannya mulai memutar benda itu seperti kebingungan akan sesuatu. Dirinya tidak tau cara memakainya.

"Kak Taufan lebih baik tidur siang aja biar Gempa yang jaga skeatboard kakak" tangan Gempa mulai meraih skeatboard biru itu dan memberikannya kepada ibunya yang sedang sibuk di dapur.

Sejenak ruang tamu terasa sunyi. Halilintar menjadi kikuk sendiri saat menyadarinya. Kepalanya ia tolehkan kebelakang tepatnya di tempat Taufan berdiri. Anak itu ada di sana. Memandang kosong ke arah dapur.

"Ayo Fan aku antar ke kamar" tidak ingin terjebak akan situasi aneh, Halilintar lebih memilih menarik tangan sang adik menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

Tidak ada sedikitpun perlawanan dari Taufan. Anak itu menurut. Mengikuti Halilintar yang menyeretnya ke kamar. Bahkan saat dirinya diduduki di atas kasur berwarna biru pun dia hanya diam. Memandangi gerak-gerik Halilintar lewat manik biru miliknya.

Pintu kamar kembali di buka. Namun kali ini yang melakukannya adalah Gempa. Anak itu terlihat membawa senampan biskuit buatan sang ibu yang dapat di tebak di berikan untuk mereka.

"Ayo kak! Biskuitnya dimakan!" Biasanya Taufan yang akan pertama mengambil biskuit itu membuat Halilintar dan Gempa tidak kebagian. Namun anak itu hanya diam. Memandangi Halilintar dan Gempa dengan tatapan kosong.

Oh...
Inikah saatnya?
Belum, mereka masih belum siap untuk mendengarnya. Nampan mulai bergetar mengikuti sang pemegang yang telah gemetaran. Halilintar menutup telinganya rapat-rapat. Mereka sudah tau ini akan terjadi. Tapi sampai sekarang mereka masih belum siap untuk mendengarnya. Atau bisa di katakan sampai kapanpun.

"Kalian berdua siapa?"

END

Pingin buat bawang tapi Krista gak berbakat:(



LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang