Mungkin memang waktu tak pernah berpihak padaku. Dengan sekuat tenaga aku menekan egoku hingga kedasar. Berharap dengan menemuimu aku dapat memberikan pelukan hangat padamu. Mengusir seluruh mendung dan mengembalikan tawamu. Namun kenyataan berkata lain. Selalu ada hal yang menghalangi. Aku tak menyalahkan mereka. Mungkin memang waktuku saja yang tak tepat. Aku menyayangimu dengan sangat. Mungkin itu yang membuatku selalu bertingkah bodoh saat mendung menggelayut. Aku takut kehilangan Untuk mencari perhatianmu, mungkin kamu benar, bahasa tulisan memang terkadang lebih tajam dibanding bahasa lisan. Tapi aku bisa apa? Aku tak pernah berani mengatakan isi hatiku secara lisan. Aku takut akan ada banyak kata yang kuucapkan dengan nada tinggi. Maaf, aku belum sepenuhnya mengerti maumu. Aku belum sepenuhnya mengerti apa yang kau inginkan. Aku belum sepenuhnya mengerti apa yang harus ku lakukan ketika mendung datang. Maaf juga jika aku belum mengerti dirimu. Belum mampu mengembalikan suasana hatimu menjadi lebih baik.. Justru aku yang memperburuk suasana hatimu. Mungkin kau ingin seseorang yang mampu mengerti dirimu seutuhnya. Seseorang yang mampu mengubah suasana hatimu menjadi sangat baik. Seseorang yang selalu mampu tersenyum walaupun badai menerjang. Seseorang dengan kesabaran yang besar. Tapi aku, egoku bahkan lebih besar dari pada kepalaku. Mengerti dirimu pun mungkin hanya secuil. Mengubah suasana hatimu? Mungkin menghancurkan lebih tepatnya. Sejak petang kemarin, air mataku mulai bercucuran kembali. Menyesali semua tingkah bodohku. Menyesal mengapa aku masih tak mampu mengerti dirimu. Menyesal mengapa ego selalu menguasaiku Entah kau selalu membaca tulisanku atau tidak. Tapi aku berjanji aku akan selalu berusaha untuk lebih mengerti dirimu. Mengerti semua maumu. Mengerti suasana hatimu. Maka dari itu, izinkan aku untuk terus belajar. Namun jika kau tak mengizinkan aku belajar, tak apa. Mungkin itu memang ujian untukku.