Tembaran senja menyelimuti kamar dengan cahaya lembut keemasan, membentuk bayangan samar di dinding. Angin sepoi-sepoi masuk lewat jendela yang sedikit terbuka, mengayunkan tirai tipis dengan pelan.

Di sudut ruangan, di atas tempat tidur yang empuk, ia duduk di ujung ranjang, sementara tubuhku sudah bersandar erat di dadanya. Tanpa kata-kata, hanya kehangatan yang berbicara lewat sentuhan. Jemarinya terus membelai rambutku, lembut dan penuh ketelatenan, seakan menenunku dalam jaring ketenangan yang ia ciptakan.

Pelukannya semakin erat, seakan ingin menegaskan bahwa ia tak akan membiarkanku tenggelam dalam kesunyian. Dalam dekapan itu, semua keresahan luluh, menyisakan hanya kehangatan yang membalut tanpa celah. Dan di detik itu, aku tahu di sinilah tempatku seharusnya berada, selalu.
Helaian napasku melebur dengan ritme dadanya yang naik turun perlahan, mengiringi detak jantungnya yang terasa begitu dekat. Tiap usapan di kepalaku bukan sekadar sentuhan, melainkan pengingat bahwa aku tidak sendiri, bahwa ada seseorang yang selalu bersedia menjadi tempatku pulang.

Ia tidak perlu berkata apa-apa. Dalam keheningan ini, dalam belaiannya yang tanpa henti, aku tahu ia ingin memastikan bahwa aku tetap merasa dibutuhkan, tetap merasa dicintai, bahkan saat sepi berusaha menarikku jauh ke dalam kesendirianku.

dengan gerakan ringan yang seolah membisikkan bahwa aku aman. Bahwa aku tidak perlu takut, tidak perlu merasa kehilangan pegangan, karena ia ada di sini bersamaku, untukku.

Pelukannya semakin erat, seakan ingin menegaskan bahwa ia tak akan membiarkanku tenggelam dalam kesunyian. Dalam dekapan itu, semua keresahan luluh, menyisakan hanya kehangatan yang membalut tanpa celah.

Dan di detik itu, aku merasa tak peduli  lagi seberapa jauh dunia membawaku pergi, aku tahu akan selalu kembali ke sini ke tempat di mana aku benar-benar diterima, dicintai, dan diinginkan tanpa syarat. kepadanyalah diriku tenggelam dalam ketenangan yang hanya ia bisa berikan kepadaku seutuhnya.