Pertemuan

11 0 0
                                    

Kim Sora POV

Jaket itu kugantung di tembok. Onni Tae memerhatikanku yang sedari tadi tidak melepas pandangan dari jaket itu.

"Jadi... kamu tidak menanyakan namanya?"

"Di saat seperti itu mana sempat menanyakan namanya, Onni."

"Betul juga."

"Seperti di drama tv saja ya ada laki-laki baik yang menolongmu."

"Entah bagaimana nasibku kalau dia tidak menolongku." Kubenamkan wajahku di bantal yang kupeluk.

"Mianhae, Sora. Aku tidak tahu Raul ternyata orangnya seperti itu."

Aku memunculkan kepalaku lagi dan mengatakan sesuatu ke Onni Tae, "Onni, kumohon tidak usah bahas Raul lagi ya."

"Gimana kalau sekarang kita bahas laki-laki misterius yang baik hati telah menolongmu, Onni Sora?" Yoona memberi ide.

"Kalian tau ga sih, wajahnya itu lho glowing banget. Aku penasaran dia pakai skincare apa." Dari awal aku memang mengagumi wajah glowing laki-laki itu.

"Kamu sudah mengatakan itu lima kali, Sora. Jangan sampai bantal ini kusumpel ke mulutmu."

"Apa iya sudah lima kali aku mengatakan itu?"

Onni Tae mengangguk. "Intinya, kamu dari tadi memuji laki-laki itu terus sambil tidak berhenti memandangi jaket itu."

"Jangan-jangan.. Onni Sora... jatuh cinta sama laki-laki itu?" Yoona terlihat bersemangat.

"Wanita mana yang tidak jatuh cinta sama laki-laki baik hati seperti dia? Aahh mollaa~ namanya saja aku nggak tahu. Aku harus melupakan laki-laki itu."

"Masa belum berperang sudah menyerah?"

"Orang Korea di Amerika itu tidak banyak kan.. kita bisa melacaknya."

"Bagaimana caranya?"

Bukannya menjawab, Kim Yoona malah tenggelam dalam dunianya sendiri. Dia sekarang asyik membaca majalah Idol Korea langganannya yang baru saja sampai di apartemenku.

"Yeee... nih anak malah baca majalah!" Onni Tae melempar bantal ke Yoona.

💜💜💜

Park Jimin POV

"Aku ingin kau memikirkannya kembali, Jimin. Kuberi waktu kau dua minggu. Berliburlah agar pikiranmu lebih jernih. Akan kupesankan hotel untukmu. Kau bisa ke sana besok."

"Besok? Latihan kami bagaimana, Manager Jung?"

"Latihan juga libur. Sudah mendekati natal, jadi kita akan lanjut persiapan dan latihan nanti setelah tahun baru."

"Baiklah."

Akhirnya aku memberitahu Manager kami tentang rencana perjodohanku. Dan sudah kuputuskan untuk menerima perjodohan itu. Aku siap meninggalkan BTS, nama boyband kami, demi kesehatan Ayahku. Tapi Manager Jung merespon seperti tadi. Aku malah disuruh untuk berlibur di hotel.

Aku harus memikirkan kembali keputusanku. Manager Jung bilang pikirkan kembali yang terbaik untuk karir BTS dan juga kesehatan Ayahku. Mungkin berlibur bisa membuatku berpikir jernih dan mengambil keputusan yang baik nantinya.

Keesokan harinya, setelah berpamitan dengan member BTS yang lain, aku menuju lobi. Menunggu taksi yang dipesankan Namjoon Hyung untukku. Manager Jung bilang tidak bisa mengantarku karena ada masalah urgent yang harus diurusnya.

Namjoon Hyung khawatir apakah aku akan baik-baik saja pergi sendiri.

"Kwencana? Bahasa inggrismu kan belum begitu lancar.." kata Namjoon Hyung setelah selesai memesan taksi.

"Kwencana, Hyung, gomawo."

"Semoga balik dari sana, kamu punya keputusan yang baik, Jimin. We love you!" Namjoon Hyung memelukku. Diikuti member yang lain keroyokan memelukku juga.

Ya, semua member sudah tahu tentang masalahku. Mereka semua mendukungku. Ini menjadi semakin sulit. Di antara dua pilihan yang harus kupilih salah satunya tanpa ada yang dikorbankan seperti apa yang dibilang Manager Jung menurutku itu mustahil.

Akhirnya taksinya datang. Langsung saja aku masuk ke dalam taksi. Kuserahkan alamat hotel kepada supir.

"This address, please."

Setelah menerima alamatnya, taksi itu langsung melaju membelah jalan kota New York yang dingin tertutup salju sebagian.

"Wanna have some drink, Sir? It's in your left side." Supir itu menawariku minuman.

Tumben sekali taksi ada service minumnya. Kuraih minuman yang ditaruh di sebelah kiri kursiku.

"Thanks." Lalu kuminum minuman itu. Minumannya hangat. Cocok di udara dingin seperti ini.

Beberapa menit kemudian, aku merasa mengantuk. Kupejamkan mataku sejenak.

💜💜💜

Lalu kuterbangun dengan kaget. Rasanya kepalaku sakit seperti habis terkena pukul benda tumpul saja. Agak susah membuka mata, aku terbangun di sebuah halte pinggir jalan yang aku tidak tahu di mana. Wae? Kenapa aku ada di sini? Bukannya tadi aku ada di taksi?

Sepertinya baru saja aku telah dirampok. Minuman itu berisi obat bius yang bikin mengantuk. Kucari semua barangku apakah masih lengkap atau tidak. Aku hanya menemukan koperku, tas yang isinya dompet, ponsel, paspor dan kartu-kartu penting seperti kartu kredit telah lenyap.

Aku menghela napas. Sekarang aku harus bagaimana... ini di mana? aku tidak tahu. Aku tersesat di tempat antah berantah. Bagaimana aku bisa menghubungi Manager dan member yang lain?

Aku berdiri dan melangkah tak tahu arah. Aku hanya berharap semoga saja langkahku ke arah yang benar.

Sudah sejauh mana aku berjalan? Dari terang hingga hari menjadi gelap, sampai tak kuat lagi kumelangkah. Pakaianku lengkap berlapis-lapis ditambah mantel tapi karena sudah lama aku berada di luar dan juga salju sedari tadi turun rintik-rintik, dingin mulai menyusup masuk ke tubuhku.

Kepalaku yang masih pening membuatnya semakin buruk. Pening ini membuat pikiranku melayang ke mana-mana. Bagaimana keadaan Appa dan Eomma bila tahu anaknya berada di tempat antah berantah seperti ini? Penyakit Appa bisa saja bertambah buruk. Kemudian aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

💜💜💜

Kim Sora POV

Akhirnya aku menyelesaikan bab terakhir novel yang kuterjemahkan. Jadi, kerjaanku tinggal mengeditnya besok. Lega rasanya novel ini akan segera selesai sebelum deadline.

Sekarang aku bisa pulang dengan tenang. Kulihat jam tanganku, waktu sudah menunjukan pukul setengah 12 malam. Aku harus cepat-cepat ke stasiun atau aku akan ketinggalan kereta terakhir.

Setelah sampai di stasiun dekat apartemenku, kupercepat langkahku agar bisa cepat sampai di apartemenku. Aku teringat Mochi. Apakah Yoona sebelum meninggalkan apartemenku tadi siang sudah memberi makan Mochi dulu atau belum ya? Kalau belum, kasian Mochi pasti kelaparan.

Sampai juga aku di halaman depan apartemenku. Saat aku ingin melangkah menuju pintu, pandanganku terganggu dengan adanya tumpukan salju tak jauh dari tempatku berdiri.

Merasa aneh karena intensitas turun salju tidak banyak dan tidak mungkin bisa menciptakan tumpukan salju seperti itu, kudekati tumpukan salju itu untuk melihatnya lebih jelas. Dan benar saja, tumpukan salju itu ternyata seseorang yang terbaring.

Kenapa dia tidur di sini tengah malam seperti ini? Kurendahkan tubuhku agar aku bisa menyeka salju di rambutnya.

Tiba-tiba saja seseorang itu membuka matanya. Aku kaget dan kehilangan keseimbangan hingga terduduk di sampingnya.

Seseorang itu adalah laki-laki. Kuperhatikan dia mengerjapkan matanya berkali-kali kemudian menatapku. Butuh beberapa detik untuk aku menyadari bahwa ternyata laki-laki ini adalah orang yang sama dengan laki-laki baik hati yang menolongku di bar.

"Tolong aku." Ucapnya dengan suara serak dan gemetar.

Serendipity ( PJM fanfic )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang