Kim Sora POV
"Boleh aku tinggal di sini selama dua minggu? Anggap saja aku peliharaan barumu."
Ucapannya masih terngiang-ngiang di kepalaku. Peliharaan baru? Apa dia sudah gila? Dan entah apa yang merasukiku tadi, kubilang dia boleh tinggal di sini tapi ada syaratnya.
Syaratnya: dia harus mau jadi pacar pura-puraku yang akan kubawa ke acara natal keluargaku.
Tanpa pikir panjang, Jimin-akhirnya aku tahu namanya-menyanggupinya. Kesimpulannya aku dan dia sama-sama gila. Aku membawa laki-laki yang belum jelas asal-usulnya ke apartemenku dan menyuruhnya menjadi pacar pura-puraku. Apa itu tidak gila namanya?
Aku masih tidak menyangka bisa bertemu lagi dengannya. Setelah kejadian di bar waktu itu. Aku sangat berterima kasih padanya. Diam-diam aku mengaguminya. Mataku tidak bisa lepas dari jaket yang tergantung di dinding kamarku. Jaketnya.
Apakah ini sebuah kebetulan menemukannya terbaring di depan halaman apartemenku? Apakah semesta yang mengantarkannya ke sini kepadaku? Wajahku mulai panas. Perasaan apa ini? Membayangkan wajahnya saja membuat hatiku berdegup kencang. Apa ini yang namanya jatuh cinta? Siapa sih yang tidak jatuh hati sama laki-laki yang sudah baik menolong kita dalam keadaan seperti itu?
Aahh mollaaa~ Kutarik selimutku sampai menutupi wajah. Aku sudah berada di kamarku. Dan Jimin ada di ruang tamu. Dia tidur di sofa. Aku memberitahu diriku sendiri, bahwa aku harus mencari tahu asal-usulnya dulu baru aku boleh jatuh cinta padanya.
"Eommaa~"
Anak kecil gembul dengan pipi merah mudanya berlari kecil menghampiriku. Dia memanggilku 'Eomma'.
Kemudian dia memeluk pinggangku saat aku sedang menyiapkan sarapan untuknya.
"Eomma~ wanginya enak." katanya memuji masakanku.
Aku heran sejak kapan aku bisa masak. Dan siapa anak kecil ini? Kenapa memanggilku Eomma?
Wangi masakanku semakin menusuk hidung hingga membuatku membuka mata. Jadi itu tadi hanya mimpi. Tapi wangi masakannya tidak hilang. Wanginya memenuhi kamarku. Aku bangkit menuju dapur. Jimin sudah berada di sana. Terlihat dia menaruh beberapa piring di atas meja makan. Apakah dia yang masak makanan wanginya seenak ini?
Jimin menoleh ke arahku, "Selamat pagi."
Dia melemparkan senyum yang membuat matanya terlihat seperti bulan sabit.
"Maaf ya, Chagiya. Aku memakai dapurmu tanpa izin. Sarapan yuk. Cuma ini yang bisa kumasak pakai bahan makanan yang ada di kulkasmu."
(Chagiya = sayang)Jimin memanggilku chagiya? Aku membulatkan mataku. Kulihat beberapa piring yang dipenuhi makanan tertata rapi di meja makan. Jimin memasak ini semua. Ternyata dia bisa masak. Laki-laki idaman banget nggak sih?
"Kenapa panggil chagiya?" Tanyaku.
"Bukankah kamu yang memberi syarat kita jadi pacar pura-pura? Lebih baik kita berlatih dari sekarang." Jimin menarik kursi dan mempersilakanku duduk.
Aku mengikuti instruksinya dan duduk di kursi itu. So sweet banget. Aku tidak pernah diperlakukan semanis ini oleh lelaki manapun kecuali Ayahku. Ini pengalaman pertamaku.
Jimin duduk di depanku. Dia mulai mengambil makanannya. Menyuapkan satu sendok ke dalam mulutnya. Pipinya mengembung ketika dia mulai mengunyah makanan. Lalu dia menatapku.
Kualihkan pandanganku darinya ke piring yang ada di hadapanku. Aku mulai menyuapkan makananku ke mulut. Masakannya enak sekali. Akhirnya aku bisa sarapan dengan makanan yang baru dimasak seperti ini. Biasanya aku sarapan di kantor hanya dengan kopi dan roti.
Aku dan Jimin menghabiskan sarapan kami dalam diam. Setelah mencuci piring, aku bersiap untuk ke kantor. Ketika aku membuka pintu ingin keluar berangkat ke kantor, Jimin memanggilku.
"Sora, ada yang terlupa." Jimin menghampiriku. Dia mendekat. Sangat dekat. Kemudian mengecup dahiku.
Sepersekian detik aku membeku. Otakku berusaha memproses apa yang baru saja terjadi.
"Hati-hati ya." Jimin tersenyum.
Sebelum ketahuan wajahku memerah, cepat-cepat aku keluar dari apartemenku. Dia begitu santai setelah melakukannya. Aku yakin sekali dia sudah berpengalaman pacaran dengan banyak wanita. Atau jangan-jangan dia sudah menikah? Wajah seimut itu masa sudah punya istri?
Sedangkan aku betapa terkejutnya diriku menerima 'serangan' yang tidak terduga seperti itu. Aku belum pernah seumur hidupku dikecup dahinya oleh seorang pria kecuali Ayahku. Perkenalkan.. aku Kim Sora, dua puluh empat tahun jadi jomblo. Apa-apaan. Kita memang harus berlatih jadi pacar pura-pura tapi tidak begini juga. Hatiku belum siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity ( PJM fanfic )
أدب الهواةKim Sora, seorang editor dan penerjemah di sebuah penerbit. Pada Desember tahun ini usianya menginjak 24 tahun. Bulan Desember adalah bulan yang paling Sora tunggu karena bulan ulang tahunnya tapi sekaligus bulan yang paling ingin ia hindari. Mengap...