Power 14

17.9K 2.7K 370
                                    

Jeno mendudukkan dirinya dengan perasaan kesal. Sejak dua jam yang lalu, ia sudah mencoba untuk tidur, tapi hasilnya nihil. Banyak pemikiran yang masuk ke dalam otaknya. Ia mengambil foto dari laci nakasnya, menatap wajah manis ibunya.

"Aku tidak bisa tidur jika seperti ini terus" gumam Jeno.

Sebuah ide gila masuk ke dalam pemikirannya. Haruskah ia coba?

Tanpa berlama-lama, Jeno mengganti pakaiannya, lengkap dengan hoodie yang tudungnya menutupi kepalanya.

Tak perlu keluar dari gerbang asrama, Jeno langsung berteleportasi menuju tempat tujuannya. Ruang kerja Johnny.

Jeno menatap sekitar. Banyak berkas di meja kerja Johnny, dan ia yakin, berkas yang dicarinya tidak ada di situ. Jeno menelusuri setiap sudut ruangan, mencari celah di mana kemungkinan berkas penting dapat disimpan.

Sudut bibirnya naik begitu melihat celah di balik lemari di sudut ruangan. Jeno mendorong lemari itu hingga bertumpuk-tumpuk berkas jatuh ke lantai. Jeno mengambil salah satu dari berkas itu.

Matanya membulat membaca salah satu surat kabar di sana. Niat awalnya hanya ingin mengambil beberapa foto kedua orang tuanya yang kemungkinan disimpan oleh Johnny. Sekarang ia malah menemukan surat kabar belasan tahun lalu.

Peperangan besar memakan banyak korban

Jeno membaca selembar kertas itu. "Banyak korban yang tewas akibat perang besar yang disebabkan oleh kaum Vanus. Mereka menentang adanya sistem pembuangan. Dengan membawa ribuan kaumnya, mereka menyerang perbatasan"

Jeno mengerutkan dahinya, mengambil berkas lain.

"Perang itu dimulai 24 Mei" gumam Jeno. Baru saja ia ingin membaca berkas lain, pintu ruangan tiba-tiba terbuka.

Ceklek

"Siapa kau?" Johnny membuka ruangannya. Dari tadi, ia mendengar suara-suara kecil dari ruangannya. Ia berlari menghampiri Jeno dan merebut berkas di tangan Jeno. "Apa maumu?!"

"Jeno?" Johnny membulatkan matanya. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Jeno diam beberapa saat. "Mencari sesuatu yang kau sembunyikan dariku"

"Kau sudah melewati batas, Jeno" Johnny mendekati Jeno perlahan.

"Aku hanya ingin tau tentang orang tuaku"

"Kami semua sudah sepakat untuk melupakan masa lalu. Harusnya ka-"

"Itu kalian! Bukan orang tuaku!" Teriak Jeno marah. Ia melangkah mundur saat Johnny menaikkan tangannya, hendak menyentuh kepalanya.

"Kau sudah tau terlalu banyak, Jeno" Jeno terhenti di tempatnya saat Johnny menahan tangan kanannya. Ia tidak bisa mundur lagi.

"Kau harus melupakan semuanya" ucap Johnny sambil mendekatkan tangannya pada puncak kepala Jeno. Johnny hendak menghilangkan beberapa memori Jeno.

"Tidak!" Jeno terus menarik tangannya.

Ceklek

"Ada apa ini ribut-ribut?" Ten masuk ke ruangan dengan wajah mengantuknya.

Melihat perhatian Johnny teralih, Jeno langsung menarik tangannya menjauh dari Johnny. Ia mengambil beberapa berkas yang bisa dicapainya dan berteleportasi kembali ke kamarnya.

"Ten!"

"Ada apa?" Ten bertanya dengan wajah tak bersalahnya.

"Astaga!" Johnny mengusak rambutnya kasar. Johnny kesal sendiri. Menyalahkan Ten, jelas ia tidak berani.

Power | Noren ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang