Power 9

19.3K 2.9K 169
                                    

"Siapa di sana?!" Johnny menutup buku yang dilihatnya lalu kembali memasukkannya ke dalam laci. Mengunci laci itu rapat. Matanya melirik rak buku miliknya, salah satu bukunya baru saja terjatuh.

"Keluar kau!" Paksa Johnny. Ia yakin seseorang menyusup ke ruangannya.

Drrt drrt drrt

Ponselnya bergetar tanda panggilan masuk.

Park

Johnny segera mengangkat panggilan itu.

"Bagaimana, hyung? Apa berhasil?" Johnny berdiri menghadap jendela besar di ruangannya.

"Paman Lee masih mengusir? Dia bilang apa?" Johnny kembali bicara.

"Tidak apa, hyung. Kalian coba lagi nanti. Paman Lee pasti akan mengerti. Ah, kusarankan kalian datang ke toko setelah toko tutup saja. Toko bunganya tutup pukul 6 sore. Hyung bi-"

"Mr. Seo" Johnny tersentak begitu mendengar seseorang memanggilnya.

"Je-jeno? A-ada apa, Jeno?" Johnny gugup saat Jeno menatapnya dengan tatapan datar.

"Anda meminta saya datang ke ruangan anda sepulang sekolah. Saya sudah mengetuk pintunya tiga kali, tapi anda tidak menjawab, maaf atas kelancangan saya" Jeno membungkuk hormat masih dengan tatapan datar.

"Tidak apa. Du-duduk, Jeno" Johnny mempersilahkan Jeno duduk di hadapannya.

"Su-sudah dulu, hyung. Nanti kita bicara lagi" Johnny segera memutuskan sambungan.

"Apa yang ingin anda bicarakan, Mr. Seo?"

"I-ini mengenai Renjun. Bagaimana perkembangannya?"

"Ia sudah mulai bisa mengendalikan kekuatannya. Aku juga sekalian melatihnya bertarung"

"Bertarung?"

"Ya. Dia belajar dengan cepat"

"Tidak salah aku merekomendasikanmu" ucap Johnny bangga.

"Ada yang ingin anda bicarakan lagi?"

"Ah, ti-tidak. Kau boleh kembali" Johnny kembali gugup saat Jeno menatapnya lurus.

"Baik. Saya pergi" Jeno keluar ruangan. Begitu pintu tertutup, Johnny baru bisa bernafas lega.

"Astaga, kenapa oksigen di sini menipis" Johnny menghirup udara banyak-banyak.




"Jeno mana?" Renjun bertanya begitu ia sampai di meja tempat mereka biasa berkumpul. Tidak ada Jeno di meja mereka.

"Tadi dia izin keluar sekolah. Katanya mungkin akan lama. Kita tidak perlu menunggunya" jawab Mark. Ia tadi mengantar Jeno sampai ke gerbang sekolah.

Mereka makan dengan damai. Sesekali Haechan melirik Jisung dan Chenle curiga. Chenle beberapa kali memindahkan sayur miliknya ke piring Jisung.

'bukannya terakhir kali mereka bertengkar?'

Mark langsung melirik Jisung dan Chenle begitu mendengar pikiran Haechan.

"Bukannya kalian sedang bertengkar?" tanya Mark. Tidak satupun dari Jisung dan Chenle menjawab. Jisung melanjutkan makannya dengan santai, sedangkan Chenle menunduk malu.

"Ah, i see" Mark mengangguk. "Selamat ya"

"Apa? Apanya yang selamat?!" Jaemin bertanya curiga.

"Kalian... Astaga! Tidak boleh!" Ucap Jaemin.

"Kenapa tidak boleh, hyung?" Balas Chenle merengut.

Power | Noren ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang