CHAPTER 7

1.9K 243 33
                                    



"Saya benar-benar menyesal Khun. Maafkan saya, saya terlalu gugup. Maaf Khun maaf" Love hampir saja menangis karena takut kehilangan pekerjaannya.

"Sudah sudah. Tidak masalah, sekarang beritahu saya dimana Gulf"

"Dia izin pulang karena merasa pusing Khun. Tadi saya sudah menyuruhnya untuk minta izin langsung kepada Khun tapi sepertinya ia sudah tidak bisa menahan sakitnya lagi jadi buru buru pulang Khun" jelas Love panjang lebar.

Mew mengangguk mengerti. Ntah mengapa mendengar itu emosinya perlahan redam digantikan dengan perasaan khawatir. Ia jadi terpikir apakah Gulf pusing karena semalam ia mengajaknya jalan kaki di dinginnya udara malam hingga menyebabkan ia masuk angin.

"Dia pergi karena dia takut"

Mew langsung menoleh ke arah sumber suara.

Jane datang dengan PDnya langsung menuduh Gulf. Mew mengerutkan kening tak mengerti maksud tersirat dari kalimat Jane barusan.

"Dia itu anak dari tuan dan nyonya kanawut. Jadi jelaslah dia takut ketahuan dari orangtuanya kalau dia malah bekerja di sebuah coffee shop. Dan lagi seperti yang ku tahu dia itu baru lulus kuliah loh bukan seseorang yang telah menjadi barista seperti yang kau ceritakan" ucap Jane dengan tampang sinisnya.

Mew mendengar penjelasan dari Jane tanpa ekspresi sedikitpun. Tak ada yang tau apa yang dirasakan oleh CEO itu sekarang. Ia langsung melenggang pergi dari sana tanpa bicara apapun. Hal itu membuat Jane kesal karena merasa tak dihargai. Dengan mencak mencak dia juga pergi dari sana.




*****



Malamnya di apartemen Gulf tidak bisa tenang. Instingnya mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi.

"Apa aku kerumahnya phi Mew saja yah meminta maaf langsung karena lari dari tugasku?"

Yah. Harus! supaya ia bisa tidur tenang.

Gulf langsung meraih kunci mobilnya dan bergegas menuju rumah Mew. Tak butuh waktu lama kini ia telah tiba ditempat tujuannya.

"Huffft, jangan gugup" ucapnya pada diri sendiri.

Telunjuknya menekan bell. Beberapa menit kemudian barulah Mew keluar.

Tatapan Mew tak bisa diartikan. Aura dinginnya menyengat langsung. Jantung Gulf tak karuan, ia bisa melihat wajah marah Mew di sana.

"Ada apa?" Tanya Mew dengan nada tegas.

Gulf tersentak. Ini pertama kalinya ia mendengar suara Mew yang begitu menakutkan.

"Pphi. Sebenarnya Gulf datang ingin meminta maaf karena merasa bersalah tadi siang langsung pulang tanpa minta izin langsung"

Mew tak menanggapi seakan menunggu adanya kelanjutan dari permintaan maaf Gulf.

Diamnya Mew membuat Gulf serba salah.

"Gulf janji akan berusaha melakukan yang terbaik kedepannya phi"

Mew menghela nafas kasar. Bukan itu yang ingin ia dengar.

"Tidak perlu datang lagi"
"Kamu tidak lulus" Hanya itu yang terucap setelahnya Mew berbalik berniat masuk.

"Tapi kenapa?"
"Gulf sudah bekerja sangat keras. Tidak mungkin hanya karena masalah tadi siang phi tidak menerima Gulf" teriak Gulf tak terima dengan keputusan Mew.

Mew yang tadi hendak masuk tapi kemudian berhenti. Penuturan Gulf membuatnya tersenyum miring. Ia kembali berjalan ke hadapan Gulf.

"Sebenarnya apa tujuanmu bekerja disana?"

Kening Gulf berkerut.

"Tak bisa menjawab? Pulanglah. Aku tidak butuh pramusaji yang tak bertanggung jawab"
"Ah Iyya, sampaikan maaf ku sekali lagi kepada tuan dan nyonya kanawut"

Gulf terkejut. Jadi sudah ketahuan? Pantas saja ia berada di situasi seperti ini. Mau tidak mau Gulf harus menghadapinya. Dari awal caranya memang sudah salah. Ia akui itu.

"Phi. Gulf bisa menjelaskannya"

Mew berdecih.

"Simpan saja tenagamu, aku juga tidak punya waktu mendengarnya"

Gulf merasakan sakit didadanya. Matanya mulai memerah karena menahan air matanya sendiri. Ia meremas ujung hoodienya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi.

"SEMUANYA KARENA GULF MENYUKAI PHI"

"Gulf hampir putus asa karena tidak bisa melakukan apapun agar bisa dekat dengan phi"

"Asal phi tau gulf rela melakukan apapun demi bisa berada di samping phi, meski caranya salah tapi gulf tetap memberanikan diri untuk melakukannya"

Ada jeda untuk mengambil nafas, kemudian Gulf kembali melanjutkan.

"Maaf kalau Gulf membuat phi tidak nyaman"

"Gulf tidak ada niat untuk menipu phi, isi surat lamaran itu memang benar adanya, hanya saja itu bukan milikku phi"

"Gulf menemukannya di internet. Namaku sama dengan nama barista itu, jadi disini gulf tidak sepenuhnya menipu phi"
Ucap Gulf menjelaskan pembelaannya.

Meski disini yang lebih bersalah adalah Gulf tapi itu semua juga karena kelalaian Mew kan. Gulf tidak ingin disalahkan sepihak. Ia memang sangat menyukai Mew tapi rasa itu tidak menjadikannya bodoh seketika.

Merasa sudah puas membela diri, Gulf menarik nafas sekali lagi dan menghembuskannya.

"Gulf ucapkan terimakasih karena sudah menolong Gulf di jalan waktu itu"
"dan maaf karena telah membuang waktumu phi" ucapnya tulus. Senyuman manisnya juga tidak lupa ia perlihatkan.

Mengingat saat saat pertama kali ia bertemu dengan Mew itu selalu sukses membuat dadanya berdebar. Dan mungkin ini terakhir kalinya ia melihat sang pujaannya itu.

Gulf pergi dari sana tanpa melihat kearah Mew lagi. Perjuangannya cukup sampai disini. Melepas seseorang sebelum menggenggamnya memang rasa sakit yang sempurna.

Mew menatap kepergian Gulf tanpa berkutip. Ia terlalu syok mendengar pengakuan Gulf. Ia bimbang, antara menahan Gulf atau membiarkannya pergi begitu saja.

Namun bayang bayang Gulf sudah tak terlihat lagi. Mau menahannya pun rasanya sudah terlambat. Begitupun dengan mengejarnya. Mew tidak tau akan mengatakan apa jika bertemu lagi dengan Gulf di keadaan sekarang.

Perasaanya campur aduk. Ekspresi sedih tak bisa ia sembunyikan. Ada sesuatu yang baru saja menghilang membuat hatinya terasa kosong.















Tbc or end?

I WANT IT, I GOT IT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang