Hasil UN telah diketahui setiap peserta didik kelas 9. Arima sudah bersiap mendaftarkan dirinya secara online untuk masuk ke jenjang selanjutnya, dengan optimis ia telah menetapkan pilihan nya yang sudah dipikirkan secara matang selama 3 tahun. Arima yakin ia akan masuk ke sekolah yang telah ditargetkan, sekolah tersebut termasuk sekolah favorit serta Arima idamkan saat dimasa SMP, Arima termasuk orang yang harus mendapatkan apa yang ia inginkan walau kebanyakan unsur ketidak sengajaan yang bersakutan dengan tujuan nya. Faktor lainnya kenapa Arima memilih sekolah tersebut adalah jarak yang ditempuh dari rumah tak terlalu jauh dan terkenal akan lulusannya masuk perguruan tinggi negeri yaitu SMA 83 jakarta.
"Kamu mau kemana ki?" Devi bertanya kepada Arima, Devi adalah ibu dari Arima
"Mau daftar SMA lah ma, kan Iki dapet nilai gede kemaren UN nya," dengan nada sombong Arima menjawab pertanyaan sambil mengenakan sepatu convers kesukaan nya.
Ketika semua sudah rapih Arima siap untuk pergi, saat Arima membuka pintu rumah nya, "Nih," Devi menyodorkan tangan nya yang menggenggam brosur. Arima yang sudah rapih dan bersiap untuk mendaftarkan dirinya secara online lewat Warnet dekat rumah pun berhenti didepan pintu, menoleh secara perlahan dan bertanya. "Apaan tuh ma?" dengan heran dan bingung dia bertanya.
"Ini brosur untuk masuk Madrasah Negeri, Mama udah ambilin buat kamu masuk kesana" Devi menyodorkannya kepada Arima yang sedang binggung.
"Hah!" dengan ekspresi kaget akan pernyataan ibunya, Arima menjawab. "Ma Iki udah siapin semuanya loh buat masuk SMA 83, Iki juga udah siapin ini dari kelas 7, masa Mama ambil keputusan gitu aja tanpa bilang-bilang!" dengan nada sedikit naik, Arima kesal karna usaha yang selama ini ia bangun akan sia-sia oleh kepusan Ibunya yang mendadak untuk dirinya.
"Mama cuman mau kamu belajar agama lebih mendalam nak, waktu kemarin di Negeri kan kamu tau pembelajaran agamanya kurang mendalam. Mama cuman mau yang terbaik untuk kamu kok." dengan menatap mata Arima sambil membuka brosur tersebut, Devi berharap anak nya mengerti kemauannya memahami bahwa keinginannya untuk anak lelaki satu-satunya tersebut.
Arima adalah anak yang sangat menaati perkataan ibunya walau kadang tak sesuai dengan keiinginannya dan bertolak belakang dengan apa yang ia sukai dan yakini, bahkan Arima pernah dijadikan bahan olok-olok oleh temannya selama 1 bulan karna pakaian yang dipilihkan ibunya yang sangat culun bahkan jadul saat pesta ulang temannya di SMP dahulu, dan semenjak saat itu Arima tidak pernah mementingkan pakaiannya lagi, baginya "hal itu hanya untuk terlihat sesuai dengan ekspektasi orang lain bukan masalah apa yang menjadi dasar kenapa kita memakainya." Walaupun terkadang Arima sedikit menyesal mengikuti pilihan orang tuanya, tetapi ia tetap tersenyum. Karna baginya "ridho nya tuhan ada di ridho orang tua, jika orang tua mu tidak ridho maka Tuhan juga demikian".
"Ma tapikan Iki udah kerja keras buat masuk sekolah itu" Arima menampilkan wajah sedikit memelas, berharap ibunya akan berubah pikiran akan pernyataannya.
"Ki, kamu anak laki-laki mama satu-satunya, mama harap kamu mengerti apa yang mama pikirkan" Devi menutup kembali brosur tersebut sambil membalikan badannya lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
Dengan berat hati Arima menghancurkan mimpi yang telah ia bangun dengan susah payah, mimpi yang sudah ia tetapkan didalam hati dan selalu ia ucapkan dalam doa nya, harus dihilangkan dengan paksa. Bagai gedung pencakar langit yang sudah tinggal diresmikan, tetapi harus dihancurkan di hari tersebut oleh pemerintah karena gendung tersebut tak memiliki izin yang sah.
"Ma!" Arima pun memanggil Ibunya dan masuk kedalam rumah untuk menghampiri nya. "iya, Iki mau sekolah pilihan mama," dengan nada yang berat Arima mengatakan hal tersebut dan memaksakan untuk tersenyum agar ibunya tak curiga bahwa Arima sangat berat hati.
"Alhamdulillah, yaudah kamu isi formulirnya abis itu kita kesekolah itu." Devi sangat senang akan jawaban dari Anaknya yang pada akhirnya mau mengikuti keinginan nya.
Semenjak hari itu Arima yakin bahwa ini adalah pilihan terbaik yang Tuhan tuliskan untuknya dan tidak ada yang salah mengurungkan niat yang sudah diimpikan untuk seseorang yang berharga dan berjasa dalam hidupnya, hanya karna ingin melihatnya tersenyum.
"Hari itu adalah hari dimana Arima terpaksa memilih pilihan yang tak pernah di bayangkan dan di inginkan."
![](https://img.wattpad.com/cover/193606053-288-k758713.jpg)
YOU ARE READING
Dua Sisi
Non-FictionTerkadang pilihan bisa membuatmu senang ataupun bahagia. terkadang perasaan bisa membuatmu melayang ataupun sengsara. terkadang perintah bisa membuatmu tercengang ataupun hina. Seperti Dua Sisi yang berbeda tapi saling berdampingan dan selalu dises...