Pergi Diantar

39 8 3
                                    

Ini prolog

«⟨‹‹--✧◝(⁰▿⁰)◜✧--››⟩»

Semuanya hening. Entah hanya gadis berdarah barat itu saja atau orang-orang di sekeliling juga merasakannya. Netra itu masih bisa melihat gestur bibir yang lain bergerak sedemikian rupa, lalu tertunduk begitu merasakan nyeri di dekat tengkuk dan pelipisnya.

"Hanya pengaruh cuaca. Dan aku lupa meminum obatku," gumaman meluncur dari bibir mungilnya, sementara isi batok kepala bersurai pirang itu porak poranda. Pikirannya melantur, mencoba menenangkan dirinya sendiri, tetapi malah berujung over thinking.

Desing kendaraan bahkan tak tertangkap oleh pendengarannya, meski sakit kepala berangsur-angsur mereda begitu mobil berisi empat orang itu sebentar lagi akan menepi. Mengesampingkan pikiran berlebihannya, gadis itu memeriksa kembali barang bawaan, memastikan tidak melupakan apa pun atau tertinggal sesuatu yang penting. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah dua minggu mendapatkan libur akhir semester. Hampir semua siswa bersemangat memulai harinya kembali, meski beberapa ada yang nyaris memulai resepsi dengan tilamnya sendiri. Hal itu pula yang dirasakan Carla.

Dalam diam, batinnya berusaha kuat. Kau akan bersenang-senang setelah ini. Ao sudah berjanji padaku membawakan sesuatu dari tempatnya, dan hadiah dari dia tidak pernah membuatku kecewa.

Dari kejauhan, bangunan krem keputihan itu nampak bersinar diterpa cahaya matahari musim dingin. Jendela-jendelanya seakan berkabut dilapisi embun dari dalam. Poster panjang bertuliskan selamat datang kembali beserta event selanjutnya terpasang di depan gerbang masuk asrama.

"Tidak ada yang tertinggal?"

Tepukan di bahu Carla sukses membuatnya kembali pada alam nyata. Dengan jantung yang berdebar, ditanggapinya pertanyaan kakak tertua itu sambil mengelus dada. "Sudah kuperiksa semua. Kau lihat paracetamol-ku? Nah, itu dia!" Tangannya menjemput plastik obat di dashboard mobil dan air mineral kemasan secepat kilat.

Gadis yang terpaut dua tahun lebih tua dari Carla itu mengamati adiknya menelan sebutir pil dalam sekali teguk. "Kau yakin baik-baik saja? Aku tidak mau terpaksa menjemputmu kembali di tengah perjalanan."

"Yeah, mungkin hanya masuk angin biasa. Perutku mendadak mulas," desah Carla menenteng tas ranselnya.

Mobil sudah menepi, pintu terbuka, dan gadis modis berpakaian tebal serta syal itu turun dengan anggun. Dia melambai setelah beberapa langkah menjauhi kendaraan keluarganya. Senyumnya terulas di wajah minimalis itu, pipinya merona terkena tamparan udara dingin nan sejuk. Tak sampai semenit, benda yang tadi dia tumpangi sudah lenyap di ujung jalan, meninggalkannya bersama hiruk pikuk suasana sekitar asrama.

Clara menghela napas panjang, membenarkan posisi tas di pundaknya. "Pertama kamar, lalu toilet!" serunya menyemangati diri sendiri. Langkahnya menepak mantap menyusuri trotoar, mulai memasuki jalan setapak setelah melewati gerbang asrama.

Anak-anak lain berlalu-lalang, satu dua sudah menanggalkan bawaan mereka dan berpelukan dengan teman lainnya. Kehangatan menyeruak, membakar semangat gadis itu untuk segera bergabung dengan teman-temannya. Udara dingin seolah tak jadi masalah, senyum mereka merekah.

"CLARA!!!" panggil gadis bersurai gelap kecokelatan melambaikan tangan. Suaranya saja yang terdengar ceria, nyatanya wajah itu berupa dinding bercat putih merona dengan hiasan hidung, bibir, dan sepasang mata redup.

Perut kiri gadis yang dipanggil itu seolah diremas kuat, membuatnya merintih pelan menahan sakit. "AO!" pekiknya parau, antara panggilan melolong atau minta tolong, hanya Clara yang paham dirinya sendiri. Sekuat tenaga dia berlari menghampiri teman sekamarnya. Samar-samar dirasa organ pencernaan terakhirnya memanas, mengeluarkan cairan yang entah apa.

Aodine mengernyit di tempatnya, menyadari sesuatu yang aneh dari Clara. Wajahnya bertambah pucat kala seorang gadis berteriak-teriak mengulurkan tangan beserta kuku panjang padanya. "Ra?!" pekiknya sedetik sebelum kawan sekamarnya itu menerjang dirinya hingga terjatuh telentang ditindih Clara.

Mantelnya basah begitu isi lambung si surai pirang tumpah. Aodine jelas menjerit sekuat-kuatnya, berusaha menyingkirkan sahabat sendiri yang kini semakin meraung kejang di atasnya.

Sementara di sisi lain, terbalut mantel musim dingin, seseorang tersenyum. Hatinya tertawa puas melihat tumpahan sianida bercampur asam lambung menggenang. Tangannya mengeluarkan pesawat kertas, lantas menerbangkannya dan berbalik badan mengubah posisi berdiri.

 Tangannya mengeluarkan pesawat kertas, lantas menerbangkannya dan berbalik badan mengubah posisi berdiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

«⟨‹‹--✧◝(⁰▿⁰)◜✧--››⟩»

Aes
Z/L/T

Bismillah, memulai semedi masokis saya seperti biasa.

Insyaallah jadi cerpen aja
(-10.000 words)
Mari berdoa semoga jempol saya tidak kebablasan
Biasanya suka khilap ._.))7

.

Oh, ini pertama kalinya saya pake POV 3 :'v
Pengen nangis ngetiknya ;v;

Dan saya ngetik dikejar Thanthe Ann, takut dicekokin amatoxin :"v

INCONCINNUS - Aesyzen-xTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang