Sekawan

14 3 0
                                    

Ojo ketungkul marang kalungguhan,
kadonyan lan kemareman; 
(Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh
keinginan untuk memeroleh kedudukan,
kebendaan dan kepuasan duniawi)

Dia terbatuk pelan. Entah sudah berapa tahun ia terkurung di sini, namun tanda-tanda untuk bebas belum ada.

"Kau lihat semua yang terjadi, Batara guru? Semua terjadi karenamu!" jerit seorang penduduk yang dikurung di sebelah selnya. Batara hanya bisa tertunduk dalam. Kekuatannya hilang entah musnah ke mana. Hal itu tentu saja sangat buruk bagi kesehatan seorang Bayuadji. Ia berulang kali batuk bahkan sesak napas. Namun tidak ada yang berminat untuk menolongnya. Selain karena ruang yang berbeda, dan juga karena mereka menyalahkan Batara atas semua yang terjadi.

Walau begitu, setidaknya mereka tidak pantas mengucapkan hal yang kurang sopan seperti itu. Meski Janitra dikatakan sebagai pemimpin yang tak memiliki nurani, tapi rakyat yang dikurung penampilannya masih lebih layak dari pada penampilan Batara. Baju yang mereka pakai tak terlalu lusuh dan juga mereka setiap hari di beri makan oleh kroco Janitra. Sedangkan Batara penampilannya sangat mengenaskan. Beberapa kali dia di siksa Janitra lantaran tidak mau memberikan informasi siapa penghancur tatanan kesultanan kelak. Batara uga hanya sekali sehari di beri makan. Beruntung karena Batara merupakan keturunan langsung dari Nawang Wulan yang notabenenya adalah bidadari, Batara jadi lebih lama bertahan di tempat itu walau keadaannya bisa dibilang sangat menyedihkan.

"Arghh!" teriak seseorang. Batara mengerutkan keningnya mendengar suara itu. Ia mendongak lalu melihat segerombol warga desa yang digiring memasuki sel. Seluruh warga desa berarti ada di sini. Di penjara bawah tanah kerajaan! Ia tak habis pikir dengan Janitra, laki-laki itu benar-benar telah dikuasai ketamakan yang berlebih. Entah apa yang akan terjadi lagi nantinya.

"Kalian pasti akan musnah! Kesultanan yang biadab ini akan rata oleh tanah!" jerit seorang laki-laki. Para prajurit hanya bisa tertawa keras.

"Tertawalah semau kalian! Dia sudah ada di sini! Dia pasti akan mengancurkan kesultanan! Akh!" Seorang prajurit menendang dadanya kemudian menginjaknya dengan keras.

"Ayah/Suamiku!" Seorang anak kecil dan perempuan hanya bisa menangis tersedu melihat orang yang mereka kenal terbaring karena diinjak oleh prajurit.

"Oh? Ternyata laki-laki bodoh ini telah memiliki keluarga? Simpan omonganmu untuk saat ini!"

BRAK! Sang laki-laki di tendang hingga menubruk jeruji sel. Ia terbatuk pelan kemudian memegangi dadanya yang terasa sakit. Karena sel dalam keadaan terbuka, perempuan dan anak kecil tadi menghampiri laki-laki itu.

"Anak ayah ternyata sudah besar, ya?" bisiknya lirih sembari mengusap pipi anaknya. "Tenang saja, Rama pasti bisa menolong kita semua," lanjutnya lagi. Batara yang tak jauh dari tempat laki-laki itu terbaring hanya bisa membulatkan mata. Rama? Apa ia tak salah dengar? Rama anaknya? Itu berarti–

Batara semakin was-was. Dia takut Rama melakukan hal yang diluar kemampuannya. Rama itu ceroboh, dan juga penakut. Batara tak bisa kehilangan anak satu-satunya itu.

Gusti, tolong lindungi Rama.

XxxX

"Sial, sebenarnya seberapa banyak hewan buas yang ada di hutan ini?" tanyanya pada dirinya sendiri. Rama menghela napas kemudian menggenggam arloji milik ayahnya.

'Tolong bantu aku sebentar saja,' rapalnya dalam hati. Arloji itu mulai bersinar terang kemudian meredup seiring hilangnya atensi Rama dari sana. Harimau yang baru saja ingin memangsa pria jangkung itu bingung. Ia berjalan di sekitar tempat Rama tadinya berpijak. Dirasanya Rama tidak ada di sana, ia segera berbalik dan pergi dari sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DETIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang