Setunggal

28 10 13
                                    

Surya dira janingrat,
lebur denning pangastuti
(Segala sifat keras hati, angkara
murka, hanya bisa dikalahkan oleh
sikap bijak, sabar dan lembut)

"Pokoknya aku mau putus!"

"Loh La? Enggak bisa gitu dong! Kita kan baik-baik aja. Kenapa harus putus?!" Rama terbelalak melihat Kila yang melempar cincin yang baru saja dia beri. Kila hanya tersenyum remeh ke arah Rama. Giginya bergemelatuk kesal melihat Rama yang bengong disertai wajah dungunya.

'SETIDAKNYA BALIKIN ANJ**G! TUH CINCIN BELOM LUNAS!' teriak bathin Rama, nyaris putus asa.

Kila mendekati Rama. Ia mendongak lalu menatap Rama dengan skeptis.

"Kamu gak cukup buat aku, Ram. Kamu tau kan, gak seharusnya aku ada hubungan sama kamu. Papa gak restui kita."

Rama tersenyum tipis, ia terkekeh pelan lalu balas menatap Kila yang melihatnya dengan pandangan datar.

"Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang, La! Kamu harusnya–

"YAK! CUT!" Seorang laki-laki menggaruk tengkuknya yang para crew lain jamin tidak gatal itu. Dia menguap pelan lalu menggulung naskah yang ada di genggamannya.

PLAK

Bunyi naskah yang membentur kening pemain pria tak bisa terelakkan. Yang dipukul hanya bisa mengaduh sakit. Ini hari pertamanya debut sebagai pemain film. Ah, bukan pemain film sih lebih tepatnya. Tapi pemain ftv! Tapi ftv itu film juga kan? Film pendek? Tanpa sadar Rama mengangguk-angguk pelan. Dia tak memperdulikan seseorang yang tengah menatapnya kesal.

"RAMA BAYUADJI!"

"Siap!" Lengan Rama membentuk pose hormat. Ia menatap sang sutradara dengan mantap. Namun hal itu tak sekalipun meredakan kemarahan sang sutradara.

"Gua gak bakal pusing-pusing lah ya. Gua gak bakal mengistimewakan lo di sini. Jadi langsung keintinya aja, lo bisa akting gak, sih?" Rama menunduk lesu. Tatapan mantapnya tadi menyanyu.

"Kenapa? Nggak bisa jawab? Jangan mentang-mentang lo anak Bayu, gua bakal istimewain lo, ya," ucapnya begitu pedas. Rama terdiam mematung. Lagi-lagi nama ayahnya dibawa-bawa. Memangnya semua orang tidak bisa memandangnya sebagai dirinya sendiri. Rama letih? Sangat. Rama kecewa? Sangat. Terutama pada dirinya sendiri. Padahal jarang-jarang seorang pendatang baru sepertinya bisa langsung menjadi pemeran utama. Pakai nama sendiri lagi. Ya walaupun dalam taraf ftv, bukannya itu pencapaian yang bagus?

"Bereskan perlengkapan! Kita sudahi saja hari ini, pokoknya saya mau besok semuanya harus sesuai kemauan saya! Mengerti?!"

"SIAP PAK CAKA!" jawab semua crew dan pemain di sana.

"Ah, kepala gua pusing. Padahal Bayu dulu langsung bisa di arahkan dengan baik. Anaknya kok kaya gini," gumamnya sedikit keras sehingga Rama bisa mendengar ucapannya. Rama tersentak kecil kemudian mundur secara perlahan. Sebelum itu, ia meminta maaf kepada beberapa crew yang sedang membersihkan beberapa peralatan. Pemuda tinggi itu menjauhi lokasi. Dia berjalan dengan cepat menuju mobilnya. Melihat Rama yang berjalan gelisah, beberapa crew memandangnya penuh prihatin.

"Biasanya Caka gak terlalu nekan anak yang baru masuk, deh? Kenapa dia keras banget dah ama si Rama?" Joko membersihkan lensa kameranya sembari merokok. Firhan yang diajak bicara hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Rama Bayuadji, kan? Lo gak familiar sama nama dia?" tanya Firhan.

"Bayuadjinya sih kayanya familiar. Oh? BATARA BAYUADJI? DIA ANAKNYA PAK BAYU?!" sentak Joko kaget. Firhan panik saat melihat crew lain memusatkan perhatiannya ke mereka.

DETIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang