Narimo ing pandum;
(Jagalah selalu kelakuanmu,
jangan sombong atas kekuatan,
kedudukan ataupun latar belakang siapa dirimu)Rama terbangun dengan keadaan pusing dan sakit yang teramat sangat pada sekujur tubuhnya. Rasanya seperti tidak sengaja jatuh ke atas tanah penuh kerikil. Dengan meringis pelan dia mencoba bersandar pada dinding kayu yang ada di sampingnya.
"Ukh, sakit sekali," gumamnya disertai ringisan kecil.
"Sudah bangun?" tanya seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. Rama mendongak, mata bulatnya semakin membular lebar. Dengan tidak santainya dia menunjuk wajah orang yang baru saja menolongnya.
"LO! LO YANG TADI NUNJUKKIN KELINCI BERSIMBAH DARAH ITU KAN? NGAKU AJA! LO DUKUN?! GUA ADA DI KERAJAAN JIN MANA?!" ujarnya sambil berteriak.
'Lo? Gua?'
Pemuda itu hanya bisa terdiam bingung akan ucapan Rama. Ia menggaruk kepalanya yang tertutupi oleh kain. Entahlah, Rama tidak mengerti kenapa ia bisa tiba-tiba berada di sini.
"A-anu, maaf sebelumnya. Tapi saya tidak mengerti apa yang pemuda katakan." Pemuda itu menunduk sedikit menandakan ia bersalah akan hal itu.
Rama mengedarkan pandangannya pada ruangan yang sedang ia tempati. Di ujung sana ia bisa melihat kendi dan gelas kecil berwarna coklat di atas sepotong kayu yang dibuat menjadi meja. Atapnya terbuat dari daun kelapa, dindingnya juga masih terbuat dari kayu. Dan yang paling membuat Rama tidak habis pikir adalah lantainya tak beralaskan apapun. Benar-benar definisi beralaskan tanah.
"Maaf pemuda, bolehkan saya bertanya? Kenapa anda pingsan saat saya menunjukkan hewan buruan saya?" tanya laki-laki itu lagi. Rama hanya bisa menghela napas pelan. Ia melihat ke ujung dipan tempat ia tidur. Di sana terdapat selembar baju dan juga beberapa buah-buahan untuk dimakan.
"Saya hanya sedikit terkejut. Maaf merepotkan anda."
"Dan ... Apakah itu untuk saya?" Rama menunjuk makanan dan baju itu dengan jempolnya. Etika sebagai tuan mudanya sudah kembali sekarang.
Sang pemuda mengangguk kecil dengan senyum lebar. Ia menjelaskan kenapa dirinya tidak memberi Rama daging kelinci yang sudah ia buru. Ia takut kalau Rama adalah seorang vegatarian. Rama hanya bisa tersenyum kikuk. Yang benar saja, vegetarian? Bahkan ia tidak bisa hidup tanpa daging sehari saja. Hambar jika tidak makan daging. Untung saja Rama bukan sejenis orang yang enggan memakan buah-buahan atau malah pemilih makanan. Rama itu omnivora sesungguhnya.
Rama mengambil baju itu dengan kerutan dahi yang kentara. Yang benar saja, baju ini tipis sekali. Apa tidak ada baju yang lebih layak? Rama menggeleng sejenak kemudian segera memakai baju itu kemudian berterimakasih kepada pemuda yang belum ia ketahui namanya. Setidaknya Rama tidak boleh pemilih. Ia sudah di selamatkan. Jika saja pemuda di hadapannya ini tidak membawanya ke rumah, apa yang akan terjadi dengannya? Dimakan hewan buas adalah satu-satunya pikiran Rama saat itu. Masa sudah dikasih hati malah minta jantung?
"Maaf karena saya sudah bertindak tidak sopan kepada anda sebelumnya," ringis Rama tidak enak. Ia melihat ke arah pemuda itu kemudian Rama kembali berkata, "Saya belum mengenal anda. Bisa beritahu saya nama anda? Supaya saya bisa berterimakasih dengan benar."
"Nama saya Abnar," jawabnya kemudian.
Rama mengangguk singkat atas jawaban Abnar.
"Terimakasih banyak, Abnar." Rama berucap sembari tersenyum tenang. Ia baru saja berani mengambil satu buah jambu biji untuk dirinya makan saat Abnar mempersilahkannya. Rama memakan jambu biji itu dengan tenang. Abnar memperhatikan Rama sebentar lalu pamit ke belakang untuk mengurus buruannya. Sepamit Abnar, Rama kembali mengambil beberapa buah-buahan lalu memakannya dengan khidmat.

KAMU SEDANG MEMBACA
DETIK
FantasiSelama duapuluh empat tahun Rama hidup, terhitung sudah tiga kali ia mengalami kesialan. Pertama, saat kehilangan ayahnya. Kedua saat sang ibunda meninggalkan dirinya di tengah dunia yang tidak adil ini. Dan yang ketiga saat dirinya terdampar ke dae...