Kisah Nenek

49 3 3
                                    

Langit sore sedang meratap di kejauhan. Gelap yang mulai tampak dari rona kelam yang terhampar di atas, membuat banyak manusia gelagapan. Terlebih jika ia mulai menderaikan air mata, manusia seketika terbirit-birit dan bergerak cepat. Yang sedang berjalan akan berlari, yang mengendarai motor akan menyisi, demi melindungi diri agar tidak terbasahi.

Seperti halnya yang dilakukan Nek Ilah, wanita renta yang tenaganya sebanding dengan wanita yang usianya 30 tahun di bawahnya. Ia dengan cepat berlari keluar rumah, lantas dengan sigap mengangkat jemuran baju yang sangat banyak. Dilanjut memasukan sepeda cucunya yang tergeletak di depan rumah.

Saking geregetnya, ia juga berlari ke rumah anaknya yang berjarak sepuluh meter. Nek Ilah melihat jemuran baju anaknya belum diangkat. Saat itu hujan mulai menderas.

“Heeei Halimah, ini jemuranmu belum diangkat!” teriaknya sembari mengangkat jemuran milik anaknya yang sudah agak basah terkena air hujan.
Bu Halimah keluar dari rumahnya setelah Nek Ilah berulang kali memanggil.

“Kamu ini bagaimana, sih. Tak mendengar suara hujan memangnya?” sentak Nek Ilah pada anaknya. Bu Halimah mengambil jemuran dari tangan Nek Ilah sambil nyengir menahan rasa malu.

“Maaf, tak kedengaran, Bu, tadi saya lagi nonton.”
“Ya sudah, Ibu mau pulang dulu, ya.”
“Makasih banyak, Bu,” ucap Bu Halimah.

Nek Ilah memakai sandal, lalu menutup kepalanya dengan handuk, lantas berlari menerjang hujan. Bu Halimah geleng-geleng kepala melihatnya. Sudah sering sekali Nek Ilah berbuat seperti itu. Sifat perhatiannya selalu ditunjukan ke setiap anak dan cucunya.

Sebagai wanita kampung kelahiran tahun 50-an, Nek Ilah sangat cakap dalam banyak bidang. Meskipun ia tidak lama merasakan bangku sekolahan, hal itu tidak menjadi alasan baginya untuk tidak terus belajar. Ia bisa berkebun, menanam padi, mengurus padi hingga menjadi nasi, menanam umbi-umbian, menyulam, menjahit, mengajar ngaji, memasak, menganyam, membuat ramuan obat, dan masih banyak lagi.

Nek Ilah sejak kecil sudah diajarkan hidup mandiri. Pada tahun 60-an, saat siaran televisi berwarna pertama kali tayang di Jepang, di usia sepuluh tahun ia belum mengenal apa itu televisi dan alat elektronik lainnya.

Apalagi pada masa setelah Indonesia dijajah, sepertinya hanya keluarga bangsawan yang bisa merasakan manisnya kemudahan. Tak bisa dipungkiri, Nek Ilah sudah banyak diterpa pahit-manisnya kehidupan. Dari mulai banyaknya pengorbanan untuk bertahan hidup, kisah percintaannya yang gagal, hingga sekarang setia pada suami yang sering tak menghargainya.

Nek Ilah dan suaminya terpaut usia lima belas tahun. Memang cukup lama. Namun sekarang mereka terlihat seumuran. Hal itu terjadi karena wanita cenderung lebih cepat mengalami penuaan sel-sel. Selain itu, faktor kebanyakan stress bisa menyebabkan penuaan lebih cepat juga. Ya, mungkin yang bisa dilakukan oleh kebanyakan wanita maupun lelaki untuk memperlambat penuaan adalah menghindari yang namanya stress.

Komar, adalah nama suami Nek Ilah. Perawakannya tinggi dan berisi. Ia adalah seorang mantan PNS. Dulu beliau adalah guru Sekolah Dasar di pedalaman Bandung. Di usianya yang berkepala delapan ini, ia terpaksa harus sering berdiam diri di rumah. Jarang ke mana-mana. Pasalnya, ia sering terjangkit berbagai penyakit. Seperti hipertensi, obesitas, mata katarak, maag, reumatik, dan asma.

Pengobatan demi pengobatan rutin ia jalani, hingga akhirnya penyakit yang tersisa tinggal hipertensi, maag, dan reumatik.
Kek Komar hampir berputus asa akan penyakitnya. Ia sering marah-marah akan masalah kecil, tak mau minum obat, dan memaksakan diri untuk bekerja. Memang pekerjaan yang terlihat ringan, seperti menyapu, menggunting rumput, dan membakar sampah. Namun, hal itu  sangat dilarang oleh dokter. Pasalnya, Kek Komar tak cukup menyapu rumah saja. Namun halaman rumah, kolong rumah (model rumah panggung), kebun yang luas pun ia sapu. Itu sangat menguras tenaganya. Nek Ilah tak bisa melarangnya, karena jika dilarang suaminya itu pasti akan marah-marah padanya.

Izinkan Aku Menatap BayangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang