Hati, Bukan untuk Dipermainkan

20 3 2
                                    

Wanita mana yang tidak suka dengan lelaki tampan? Tampan akan selalu jadi kriteria entah itu urutan ke  berapa. Wajah dan penampilan fisik selalu menjadi daya tarik utama untuk setiap orang. Terutama generasi muda yang sedang dalam masa pubertas. Salah satunya yang terjadi pada siswa-siswi di SMA Pelita Utama.  

“Widih … Si Cahya udah upload foto aja pagi-pagi,” seru Tasya yang sedang duduk santai sambil membuka sosial media Instagramnya.

“Mana-mana? Ah Bang Cahya, wajahnya selalu saja mengalihkan duniaku,” ucap Tia dengan gemulai.

“Hmm biasa aja juga.” Diva langsung memalingkan wajahnya setelah sekilas melihat foto Cahya di Instagram.

“Tapi gantengan Cahya daripada cowok lo, Div.” Tia tertawa, disusul tawa Tasya. Diva terdiam, tak menghiraukan tawa teman-temannya. Seketika tawa teman-temannya berhenti seiring dengan perasaan tidak enak hati melihat ekspresi Diva.

“Maafin kita berdua, Div,” ucap Tia.

“Ya, santai aja kali.” Diva menatap ke luar jendela.

Yang terlihat adalah pemandangan lapangan basket yang dikerumuni banyak siswi.  Entah sedang ada acara apa pagi itu. Diva menopang dagunya, sambil menerka-nerka apa yang terjadi.

Beberapa menit kemudian, teman-teman di kelasnya ramai dan langsung keluar. Sontak Diva pun ikut keluar kelas karena penasaran. Belum sempat ia tahu apa yang menjadi sumber keramaian, bel masuk berbunyi. Beberapa murid ada yang tak menghiraukan bel masuk. Mereka tetap berdiri di luar dan berteriak histeris. 

“Hey, ada Bu Ratna!” teriak ketua kelas kepada murid-murid yang masih berada di luar.

Mereka langsung lari terbirit-birit memasuki kelas. Suasana menjadi tenang kembali setelah bu Ratna memasuki kelas.

Derap langkah kaki terdengar, ternyata Bu Ratna tidak sendiri. Ia membawa murid baru. Murid baru tersebut memakai masker. Bu Ratna menyuruhnya untuk berkenalan.

Namanya Rio, pindahan dari SMA Kartika. Siswa sekelas ramai menggunjing penampilannya. Mereka mengira anak baru itu memakai masker karena tonggos, sakit gigi, atau sedang alergi.

Rio duduk bersama Joko yang berada di belakang Diva. Mereka berkenalan, Joko yang pertama membuka percakapan.

“Hallo, aku Joko.” Joko mengulurkan tangannya. Lantas disambut cepat oleh Rio.

“Rio,” ucapnya singkat. Percakapan mereka hanya sebatas menyebutkan nama. Hingga pembelajaran selesai, sampai pulang sekolah pun Rio tak banyak bicara. Ia langsung keluar kelas dengan cepat tanpa berpamitan dengan teman-teman sekelas. Pada hari itu, Rio dicap sebagai murid yang tak ingin mempunyai teman.

***

Keesokan harinya, saat Diva tiba di sekolah, ia menemukan banyak murid yang berkerumun di depan kelas. Diva dengan sekuat tenaga menerobos kerumunan itu. Ia begitu penasaran akan apa yang terjadi. Di dalam kelasnya sudah banyak siswi yang mengerumuni kursinya. Seketika tersingkap ada seorang lelaki tampan yang duduk di kursinya. Diva terpelongo melihat ketampanan lelaki itu.

“Hoy! Bengong aja. Kenapa? Ganteng, ya?” tanya Tia sambil menepuk bahu Diva.

Diva tersentak.“Di-dia siapa?”

“Dia itu murid baru yang kemarin dikatain tonggos lah apalah. Aku yakin, alasan dia pakai masker mungkin biar gak ada yang ngejar-ngejar dia kayak gini,” jelas Tasya.

“Oh,” ucap Diva sambil melaju ke tempat duduknya yang dipenuhi para siswi dari kelas lain.

“Permisi, ini tempat duduk gue. Gue mau duduk!” Diva memandang lekat lelaki dan semua siswi yang berada di kursinya. Rio bangkit dari duduknya. Para siswi lain memandang sinis Diva.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Izinkan Aku Menatap BayangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang