Buah Hati yang Sempat Berlalu

19 2 4
                                    

'Kasih sayang ibu sepanjang masa!' Kalimat yang sangat familiar di telinga kita ini tentunya membuat setiap orang terenyuh bahkan tersadar akan perjuangan seorang ibu. Namun, tidak bisa dipungkiri, bahwa ada juga seorang ibu yang tidak pernah mengasihi dan menyayangi anaknya sendiri.

Seperti halnya yang terjadi pada Raka. Anak lelaki berusia sembilan tahun, harus mengalami penyiksaan di usianya yang masih belia.

Raka, dengan tubuh mungilnya, ia dengan tabah menghadapi celotehan serta kekerasan yang dilakukan ibunya, Ranti.
Pada malam hari yang hening. Raka dan adiknya sedang asyik bermain bersama. Namun, keasyikan itu berubah menjadi kesakitan saat Rino tiba-tiba menangis.

“Sudah kubilang, menjauhlah dari anakku!” teriak Ranti yang baru keluar dari kamar. Ia menatap tajam mata Raka. Ia lantas menendang tubuh Raka hingga tersungkur ke lantai.

“Aku tidak berbuat apa-apa pada Rino, Bu.” Raka merintih kesakitan.

Di sudut ruangan, Rino yang berusia empat tahun menangis semakin keras.

“Berani-beraninya kau membuatnya menangis! Dasar anak tidak tahu diri!” Ranti semakin geram. Ia menarik rambut Raka. Wajah Raka memerah.

“Maaf, Bu. Raka hanya ingin membantu Rino.” Raka menangis tanpa suara. Ia berusaha menahan tangisan itu.

“Bohong! Kau harus dihukum karena telah membuat dia menangis! Besok kau tidak boleh pergi ke sekolah.  Kerjakan semua pekerjaan rumah. Dan juga, jatah makanmu aku kurangi!” teriak Ranti dengan Geram.

“Ta-tapi, Bu …”

“Tidak ada tapi-tapi. Atau mau aku kurung kau di gudang?” pelotot Ranti. Mau tidak mau, Raka harus menyetujuinya.
Ranti mendorong tubuh Raka dengan keras.

Tiba-tiba Rino menjerit. Tangisannya semakin menjadi-jadi. Ia memegangi dadanya. Ranti langsung menghampiri Rino.

“Rino, kamu kenapa sayang? Ada yang sakit? Di mana?” Ranti menelusuri seluruh tubuh Rino. Takut-takut ada yang terluka di tubuhnya.

“Dada Rino sakit, Bu. Se-sak. Melihat abang kesakitan,” ucapnya dengan terbata-bata.
Ranti terdiam, ia lantas melihat Raka yang tergeletak tidak sadarkan diri. Dengan segera ia membawa Raka ke kamar, lantas membiarkannya begitu saja tanpa melihat kondisi tubuhnya.

Ranti memang sudah terbiasa melakukan hal itu. Ia selalu berkeyakinan, bahwa setiap perbuatannya tidak akan membuat anak itu meninggal. Bahkan, jika meninggalpun rasanya tidak masalah untuk dirinya. Ia malah akan bahagia jika Raka enyah selama-lamanya dari kehidupannya.

Namun, ada satu hal yang sampai sekarang ia tidak berani langsung membunuh raka, yakni keberadaan suami yang kini sangat ia cintai. Ia tidak ingin suaminya membenci dirinya.

    Maka, yang bisa ia lakukan adalah bersikap keras dan tidak peduli pada Raka selama suaminya tidak ada di rumah. Suaminya hanya sebulan sekali pulang. Dan, itu menjadi kesempatan baginya untuk menyiksa. Selama ini, Ranti hanya fokus mengurus Rino saja.

Keesokan hari, pagi-pagi buta, Raka tersadar dari pingsannya. Ia langsung bangun dengan tubuh yang sangat nyeri. Ia lantas memaksakan diri pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, lalu mendirikan shalat Subuh. Ia tidak pernah alpa dalam menjalankan ibadah. Pesan guru mengajinya selalu ia laksanakan.

Dalam keheningan pagi, ai berdo’a. “Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, maafkan Raka ya Allah. Semalam Raka tidak bermaksud mengganggu Rino. Raka hanya ingin menolongnya. Tolong buat ibu percaya. Raka ingin ibu tidak kasar lagi sama Raka,” ucapnya.

Tiada tempat lagi untuk ia bercerita selain pada sang penciptanya. Ia menumpahkan segalanya hanya pada-Nya. Bercerita pada Ayah, hanya akan membuat Ibunya semakin murka. Raka tidak mau ibunya semakin membencinya.

Izinkan Aku Menatap BayangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang