3. Klub Petarung

1K 151 18
                                    

☘︎

"Jennie!!"

Suara keras dan bunyi kelontangan dari kaleng minuman yang menubruk lantai menyadarkan Jennie. Wanita itu menoleh ke kanan dimana Lisa memandangnya dengan bersedekap dan sebelah alis menukik.

"Nyawamu sudah masuk kebali ke tubuhmu? Kenapa kau melamun di depan vending machine seperti itu?"

Jennie tak menggubris Lisa, memilih untuk memungut kaleng minumannya yang menggelinding setengah meter jauhnya. Wanita itu lantas mengembuskan napas, dirinya lalu beranjak bangkit sebelum berjalan berbalik arah.

"Bukan apa-apa."

Lisa yang kesal menyusul dan menghadang arah jalan Jennie, menyentuh dahi wanita itu cepat. "Kau sakit? Kau pucat sejak pulang kencan dengan Kai. Pria itu menyakitimu? Biar aku temui dia dan kutendang bokongnya!"

Jennie menggeleng sambil menghalau tangan Lisa pergi. "Tidak. Hanya syok melihat adegan film thriller secara live di depan mata." jawabnya tak jelas dan kembali berjalan. Meninggalkan gadis itu dengan dahi terlipat.

"What?"

"Aku lelah, Lisa. Tolong jangan paksa aku." dan wanita itu langsung menangkupkan tangan dan menyembunyikan kepalanya begitu mereka duduk di salah satu meja kantin.

Lisa menyerah, menatap sahabatnya yang pucat itu sendu. Tubuh Jennie tidak panas, hanya sedikit hangat saja. Tadi malam setelah Kai mengantar Jennie pulang, Lisa mengintrogasi pria tersebut. Meski sedikit ogah menjawab setiap pertanyaannya, tetapi Kai juga tidak tahu mengapa Jennie jadi seperti itu. Dan untuk pertama kalinya ia melihat pria itu tidak berbohong.

Lantas mengapa?

Pertanyaan itu hanya sampai di ujung lidahnya sebelum tertelan kembali.

"Jen, tunggulah sebentar. Aku akan memesankan makanan untukmu. Sejak pagi kau belum mengisi perutmu, kau bisa sakit." Lisa langsung beranjak setelah mengatakannya dan meninggalkan Jennie diantara hiruk-pikuknya kantin sendirian.

Wanita itu bergeming. Bagai roll negatif film yang diputar, otak Jennie kembali menayangkan kejadian mengerikan tadi malam. Bagaimana suara makian juga semburan darah dari mulut pria asing itu berceceran menodai lantai di sekitarnya. Bayang-bayang seringai asimetris itu menghantui Jennie bak mimpi buruk yang menjadi nyata, membuatnya terjaga hingga fajar menyingsing.

Bagaimana nasib pria asing itu? Apakah ada seseorang yang menolongnya semalam? Atau baru ditemukan petugas kebersihan keesokan harinya? Apakah dia selamat? Atau jangan-jangan sudah mati?

Bulu kuduknya sontak meremang. Refleks Jennie menggeleng keras, mengenyahkan semua pemikiran buruk yang terus bercokol di kepalanya. Bisa gila ia lama-lama.

Lalu dirinya menarik napas panjang untuk mengontrol diri. Menolehkan kepala ke samping dimana pohon-pohanan besar bergoyang daunnya akibat disentuh angin.

Lama Jennie memejamkan mata, tiba-tiba terdengar deritan kursi yang ditarik dan tepukan di pundaknya. Ah, pasti Lisa. Gadis itu mengkhawatirkannya sejak semalam. Dan Jennie merasa bersalah untuk itu. Dengan lesu ia menegakkan tubuhnya, berniat berterima kasih.

"Terima kasih, Lisa... "

"Makanlah, Jen. Sebelum bubur ini dingin." ujar gadis itu seraya menyodorkan satu mangkuk penuh bubur padanya.

Jennie mengangguk, menyendok satu suapan bubur ke mulutnya. Bahkan hingga Jennie menyelesaikan makannya, Lisa tak membuka mulut. Memberikan dirinya ruang untuk menenangkan diri.

"Kau sudah menyelesaikan makanmu?" Jennie mengangguk, meraih gelas minumnya. "Oh ya, seseorang tadi juga menitipkan ini padaku untuk diberikan kepadamu."

One Bad Time  || TNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang