4. Heartless Man

868 149 19
                                    

☘︎

Serangga malam bahkan enggan berderik. Mendung bergerak malas di angkasa malam, menunggu waktu untuk menurunkan hujan. Bulan pun merangkak bersembunyi di balik awan, membuat situasi lengang mendominasi jalanan, rumah-rumah, dan setiap sudut Kota Seoul.

Bunyi decitan ban yang mengoyak malam terdengar beberapa saat kemudian, meninggalkan jejak hitam panjang ban di aspal. Membuat bising sejenak saat kendaraan itu menderum masuk ke pelataran sebuah rumah. Memperlihatkan para penumpangnya yang turun dengan tergesa.

Jennie mengerang begitu tubuhnya menghantam lantai nan keras dan dingin. Tangisnya sudah pecah sejak tadi. Berusaha menahan diri sekuat tenaga saat satu tarikan kasar pada kerah bajunya seperti hampir mencekiknya.

"Jalang sialan!"

Plak!

"Kau pikir kau sudah hebat!?"

Plak!

"Kenapa kau kabur, hah!?"

Plak!

Jennie menggigit bibirnya kuat, menahan isakan dan rasa panas menyengat di pipinya yang merah terbakar. Lalu, dengan satu sentakan kuat, Jennie kembali dibanting ke lantai. Membuat kedua sikunya amat ngilu.

"Kenapa kau kabur, eh?" pria itu mencengkeram rahangnya dengan intonasi dingin nan menusuk. "Kau pikir dengan kau menangis seperti ini aku akan bersimpati?"

Tak ada kata yang keluar selain air mata yang menganak sungai. Sakit di pipi dan rahang membuat wanita itu tak kuasa menjawab. Sedang mata pria itu memicing bengis, rahang mengeras, dan deru napasnya naik-turun. Muak melihat tangisan itu dan melepaskan cengkeramannya kasar.

"Berdiri." titahnya kemudian.

Jennie masih diam di posisinya, bergetar takut, tak berani bergerak seinci pun sekadar untuk mengusap sudut bibirnya yang robek. Dirinya menyesal, jika tahu akan begini seharusnya ia tidak usah kabur saja. Konsekuensi yang akan ia terima jauh lebih besar daripada kebebasan singkat yang sempat dirinya cecap seminggu ini.

"Kubilang berdiri, sialan!!" akhirnya emosi yang pria itu tahan meledak sudah. Geram melihat Jennie yang bebal.

Bunyi robekan kain terdengar bersamaan dengan tubuh Jennie yang terangkat naik. Diseret masuk menuju kamar pria itu dan dibanting kembali ke atas ranjang hingga terdengar bunyi decitan. Tangis Jennie semakin kencang. Dan suara debum pintu terakhir membuat ruangan menjadi temaram seketika, minim cahaya.

"Kau tidak akan kuampuni, Jennie. Tidak malam ini. Setelah apa yang kaulakukan, hukumanmu akan berat. Bersiaplah."

Lalu terdengar ketukan sepatu itu menjauh. Sedang Jennie masih meringkuk di ranjang dengan badan bergetar hebat. Wajahnya pucat nyaris seputih kertas, rambut dan pakaian yang kusut masai, hanya menunggu soal waktu dirinya benar-benar kehilangan kesadaran.

Kepalanya semakin berat. Ingatannya spontan terlempar kembali ke kejadian berpuluh menit sebelumnya. Bagaimana nasib Lisa? Apakah gadis itu baik-baik saja? Apakah ada yang membantunya saat itu? Jennie tidak tahu. Pertanyaannya hanya menggantung tanpa jawaban.

Setitik air mata kembali menuruni pipi. Semoga sahabatnya itu baik-baik saja. Jennie tidak akan memaafkan dirinya sendiri andai Lisa sampai terluka parah karena kejadian tadi. Sungguh, ia tak ingin memikirkan skenario yang buruk pada sahabatnya.

3 menit yang senyap. Samar-samar Jennie masih bisa mendengar suara-suara kecil seperti bunyi laci yang terbuka dan gesekan sol sepatu yang beradu dengan ubin. Perlahan bunyi ketukan sepatu itu kembali mendekat. 10 detik, dan sosok itu sudah kembali ke sisi ranjang.

One Bad Time  || TNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang