"Iya, benar. Nanti tolong kirimkan emailnya pada saya ya, Anita. Oh iya, untuk meeting besok, saya mau semua materinya sudah ada dua jam sebelumnya. Yang sudah fix, ya. Biar kita nggak lagi banyak menunda waktu. Oke, oke, nanti saya telepon lagi."
Sosok tinggi Chanyeol menepi di sisi jendela kamar rumah sakit Baekhyun, setelah sebelumnya baru hadir sepuluh menit disana. Baekhyun sendiri tengah berbaring, membelakangi posisi berdiri si pria Park. Enggan melihat, tentu saja.
Well, dia tidak menyangkal jika Chanyeol luar biasa tampan. Tolonglah, semua juga akan berkata seperti itu. Tapi, tetap saja. Baekhyun tidak menyukainya. Mengapa ia harus terjebak pada pertunangan dengan seorang pria yang sepuluh tahun lebih tua darinya.
"Saya tahu kamu nggak tidur, Baekhyun." Chanyeol lalu berkata. Ia menarik sebuah kursi kayu dan duduk di sisi ranjang Baekhyun. "Jadi mendingan kita ngobrol kalau memang ada yang mau kamu tanyakan. Apapun. Saya tahu kamu punya banyak pertanyaan."
Baekhyun mendengus. Ia bangkit perlahan dan memposisikan dirinya untuk duduk dengan bersandar pada bantal. Chanyeol masih menatapnya, begitu serius hingga Baekhyun sesungguhnya menjadi agak ciut. Pemuda Byun meneguk ludah.
"Saya belum mau menikah."
Chanyeol mengangguk. "Saya juga."
"Yaudah, kalau gitu bilang ke Papa saya begitu. Biar perjodohan kita batal."
"Saya penasaran." Chanyeol merubah posisi duduknya menjadi lebih santai. "Apa alasan kamu menolak perjodohan ini?"
"Ya, apa alasan kamu nerima perjodohan ini?"
"Memang kata siapa saya menerima?"
Baekhyun terdiam. Kedua alisnya yang tadi berkerut sebagai tanda emosinya yang naik turun lalu kembali ke posisinya yang semula. Benar juga. Chanyeol tidak pernah berkata dia menerima perjodohan ini. Tapi, kalau tidak menerima, untuk apa sih dia disini?!
"Yaudah." Baekhyun berdehem. "Bilang kaya gitu ke Papa saya. Biar semuanya batal."
Chanyeol menatap Baekhyun lamat-lamat. Rambut coklat karamel, pipi temban, bibir merah muda kemerahan dan mata serupa bulan sabit yang kini sesekali meliriknya tajam. Seulas senyum tercipta.
"Saya punya aturan dalam hidup, Baekhyun. Perjodohan ini bukan hanya keputusan orangtua kamu. Tapi juga orangtua saya. Ini keputusan dua keluarga. Menurut kamu, lebih efisien mana? Menolak atau menerima?"
"Hah? Efisien? Ngapain ngomongin keefisienan, sih?" Baekhyun berubah sewot. "Biarpun mereka yang nentuin, kan tetap kita yang jalanin. Memang mau apa hidup sama orang yang nggak dicinta seumur hidup?"
"Saya nggak masalah." Chanyeol berucap acuh. "Kadang hidup memang tidak harus sesuai dengan rencana. Akan selalu ada kejutan yang mungkin nggak akan saya sukai. Baekhyun, saya tidak punya alasan menolak perjodohan ini. Jadi, jika kamu keberatan, silakan katakan sendiri pada orangtua kamu, juga orangtua saya di pertemuan keluarga nanti."
Baekhyun tergagap. "Kok lo gitu, sih?!"
Chanyeol hanya tersenyum tipis, lalu berdiri. Ia mengambil mantel coklat yang tadi ia kenakan dan menyampirkannya pada lengan. Ia menunjuk paperbag yang tadi ia bawa. "Itu masakan Mama kamu. Dimakan setelah ini. Dan lagi, seperti yang kamu bilang, saya sepuluh tahun lebih tua. Panggil saya dengan benar. Jangan menempatkan posisi kamu sebagai teman saya. Saya tinggal dulu, sampai bertemu di pertemuan minggu besok."
Pria Park itu lalu melenggang keluar, meninggalkan Baekhyun yang kini menatapnya tak percaya. Oh, apa tadi? Kenapa hanya dia yang kini dibebankan pada tugas untuk mengemukakan alasan penolakan? Dan lagi, apa tadi? Dasar orangtua! Panggilan saja harus ribet, Baekhyun membatin.
![](https://img.wattpad.com/cover/223811041-288-k650361.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[CHANBAEK] WEDDING AGREEMENT.
FanficBaekhyun mempunyai julukan si sempurna. Berusia dua puluh satu tahun, mahasiswa tingkat tiga di Fakultas Komunikasi. Ia yakin dirinya adalah /dominant/. Tapi Lee Seunggi jelas tahu kalau anaknya haruslah dilindungi, bukan melindungi. Park Chanyeol...