Just the Beginning

101 13 18
                                    

[ FOLLOW SEBELUM LANJUT MEMBACA!! ]

Cast Not Earth

1. Elena Caitlin

 Elena Caitlin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


2. Dareen Baylor


3. Alice Auristela

 Alice Auristela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

"Life is not as sweet as expectations." -Elena Caitlin

"Sial!" Umpat gadis itu geram.

Pasalnya sosok keparat berparas kuda itu masih mengejarnya. Sesekali terdengar ringkikan kuda melengking di udara. Suara deru gergaji mesin menambah kesan sadis layaknya sebuah film bergenre thriller.

Tak berlangsung lama hingga si tokoh psikopat tadi berhasil menyudutkan korban.

"Jangan mendekat, please.. Jangan bunuh gue. Ja, jang...JANGAN!"

Napasnya tersengal-sengal.

Matanya dibuat mengkilap oleh pantulan gergaji mesin yang diayunkan psikopat itu.

"JANGAN!"

...

"JANGAAANN!"

Tuh, kan cuma mimpi_-

Tubuhnya terlonjak dari atas kasur. Ia berusaha menormalkan detak jantung dengan nyawa yang belum sepenuhnya kembali. Diliriknya jam dinding bergambarkan Hello Kitty itu dan waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi.

"Astaga gue telat!"

Gadis tersebut langsung berbenah dan bergegas. Karena baginya time is everything. Dia akan menyesal seumur hidup jika waktunya digunakan untuk hal yang sia-sia.

***

Remaja berkostum putih abu-abu itu tengah sibuk menjemur pakaian di teras rumahnya.

"Mau omah bantu?" Tanya perempuan paruh baya dari dalam rumah.

"Tidak usah omah. Omah tunggu saja di dalam." Gadis itu sangat manis ketika tersenyum.

"Kamu tau, omah sudah sangat lapar. Jadi buruan, gih siapkan sarapannya. Biar ini omah yang bereskan." Nenek satu ini bersikeras. "Ya udah biar omah bantu ya."

Yang diajak bicara hanya bisa terkekeh melihat tingkah neneknya yang keras kepala.

***

Terlihat seorang wanita mentereng keluar dari dalam rumah dengan chat yang pada memudar. Disusul sosok berkacamata dengan rambut yang sudah dipenuhi oleh uban.

"Omah, Elena berangkat dulu ya."

Wanita bernama Elena itu menyalami tangan seseorang yang dipanggil dengan sebutan Omah.

"Hati-hati dijalan, ya."

Ia melambaikan tangan sembari meniti sepeda menuju gerbang. Terlihat beberapa kendaraan tengah terparkir di depan rumahnya. Para lelaki jangkung sudah mengantre memberikan tumpangan secara cuma-cuma. Namun wanita populer itu tidak pernah menggubris kelakuan mereka.

Begitu juga di sekolah. Para pria selalu mengintil dan mengusiknya. Layaknya novel-novel romansa dimana terdapat juga peran antagonis yang tidak menyukai tokoh utama dalam cerita.

"Hidup gue gini amat. Gak ada keren-kerennya."

***

Elena melangkah gontai memasuki kelas dengan kapas yang menyumbat di lubang hidungnya.

"El! Idung lo kenapa, mimisan?" Cerocos teman sebangkunya, Vivian.

"Biasa la, lo tau sendiri, kan?"

Suara tawa Vivian pecah dibuatnya.

"Nih, gue beliin minuman kesukaan lo."

"Thank you." Elena berlagak manja seperti cewek yang tengah dirayu oleh pacarnya.

"Ck absurd banget sumpah. Ilfil gue"

Mendadak pria bertubuh tinggi besar dengan gaya centilnya nongol di depan pintu kelas.

"ELENA! KE RUANG GURU MENEMUI BU SANTI, SE-KA-RAANG!"

Suara toa khas milik si preman kelas, Cecan, sukses membuat wajah Vivian basah terkena semburan air susu dari mulut Elena.

"Astaga sorry, Vi. Suara Cecan ngagetin gue. Sumpah pingin gue sumpel tu mulut!" Elena menyodorkan beberapa helai tisu.

"BURUAN! ELENA MANA?!"

Cepat-cepat Elena berjalan menghampiri Cecan dan mendaratkan gelondongan tisu ke mulut temannya itu.

***

Elena berjalan mendekati meja yang penghuninya sudah anteng singgah di sana.

"Permisi Bu Santi?" Suara Elena terdengar sesopan mungkin.

"Elena Caitlin dari kelas XII IPA-1"

"I...Iya, Bu?"

"Saya akan langsung menyampaikan saja ya. Saya paling tidak suka basa-basi. Akhir semester ini kamu tidak mendapatkan beasiswa lagi."

"Lho, kenapa Bu! Nilai rapor saya baik-baik saja"

"Karena sekolah sedang krisis keuangan." Suaranya terdengar pelan seperti berbisik.

"Ngga bisa donk, Bu. Saya sudah diberi jatah dari sekolah dan pemerintah sampai kelulusan nanti. Saya juga butuh beasiswa ini untuk mendaftar di universitas."

"Iya, saya tau. Saya benar-benar minta maaf, tolong pahami kondisi saat ini ya."

Elena menghembuskan nafas dengan berat.

"Tapi tenang saja, sekolah masih punya solusinya." Wanita dewasa itu menyondorkan secarik kertas berisikan formulir pendaftaran turnamen catur.

"Hadiah utamanya berapa, Bu?"

"Lumayan itung-itung setara dengan uang beasiswa kamu."

Seketika bibir Elena merekah sempurna.

...

Not Earth (Pindah Ke Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang