"Aneh, barusan gue tertabrak mobil. Kenapa gue gak merasakan sakit sama sekali. Apa gue dah mati?"
...
Elena tak semaput. Ia berusaha membuka kedua matanya yang terkatup. Silau, Elena berusaha menghalangi sinar yang menyorotnya.
"Operator sentral, disini Unit 12D, lokasi City Highway (trtg)."
Terdengar suara berat berasal dari Handy Talkie. Elena mengerjap.
"Tunggu, tunggu. Gue dimana?"
Kelabakan, Elena tersadar dirinya tengah menjadi sorotan banyak orang, di tengah kota antah-berantah, dan sepedanya menghilang begitu saja. Elena begitu tersentak melihat beberapa robot, yang memakai seragam polisi, tengah mengitarinya.
Salah satu robot pun mendekat, hingga terbentuk jarak sekitar 30 centimeter darinya. Robot tadi lantas mengeluarkan sinar seperti laser berwarna biru dari dadanya, kearah Elena perlahan-lahan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Elena menelan ludah. Terperanjat, Elena menarik langkah seribu dari tempatnya.
"Aduh, kenapa gue pake ngibrit segala sih," Elena menggerutu, namun rasanya kaki ini tak bisa diajak kompromi.
"Target lari, menuju City center." Robot ber-HT itu memberitahu. Sepertinya ia pimpinan dari pasukan robot polisi yang tengah mengejar Elena.
***
Elena berhasil lolos. Kini ia tengah menjamah gang sempit diantara bangunan-bangunan tinggi pusat kota. Di ujung gang tersebut, terdapat jalanan yang dipadati oleh hilir-mudik manusia. Setelah mendapati dirinya menjadi seorang buronan, ia sedikit gamam berada dikeramaian.
Namun Elena tersihir. Tatapannya tak bisa lepas melihat keindahan dunia malam di kota super canggih itu. Ia terperangah melihat kendaraan yang dapat terbang, orang-orang yang dapat berpindah melalui lorong - yang melintang di sepanjang gedung- berbentuk tabung, dan benda unik berbentuk persegi transparan yang dapat menyatu ketika ditempelkan di kulit. Bisa dikatakan benda itu mirip semacam handphone, dilihat dari cara pakainya.
"Waah, keren..."
Elena menengadah, menonton kereta yang melaju kencang di atasnya. Kereta tersebut menggantung di bawah jalur rel yang melintas di antara gedung-gedung pencakar langit. Elena terus melangkah sembari mengamati aktifitas di sekitarnya. Para robot yang berkerja di sebuah restoran cepat saji, bus yang melayang tanpa pengemudi, anak-anak kecil yang menaiki skuter terbang, termasuk tempat sampah yang bisa bergerak kesana-kemari. Mulut Elena tak dapat berhenti berdecak kagum.
Sampai ia merasakan tubuhnya membeku karena kedinginan. Giginya menggertak. Aneh. Padahal malam itu tidak turun salju, dan tak ada angin tak ada hujan. Khalayak yang simpang-siur disekitarnya terlihat normal beraktivitas seperti biasa.
Elena pun memutuskan untuk mencari tempat yang dapat menghangatkannya. Ia terus bergerak, dengan kedua tangan yang mendekap di depan dada, dan sesekali digosok-gosokkan. Kulitnya yang seputih salju itu nampak sedikit memerah. Sampai Elena menghentikan langkahnya, tak bisa berkata-kata saat melihat hutan yang terdampar di tengah kota. Karena penasaran, ia memasuki hutan tersebut. Tak dinyana, Elena mendapati sebuah rumah di tengah-tengah hutan.
"Apa lagi ini?" Elena sudah terlalu lelah.
Ia pun melenggang memasuki rumah tersebut yang nampaknya sepi tak berpenghuni. Elena sedikit curiga karena pintunya dapat terbuka dengan mudah. Namun ia langsung menepis pikiran-pikiran yang terbit di otaknya. Ya, hanya ini satu-satunya jalan yang ia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Earth (Pindah Ke Dreame)
Mystery / ThrillerGadis bernama Elena Caitlin yang terlibat dalam perjalanan waktu di akhir abad ke-22. Bersama dengan kedua rekannya, Dareen Baylor dan Alice Auristela yang ia temui di zaman super canggih itu. Singkat cerita, mereka berusaha menemukan dalang dibali...