°•°End°•°

1.7K 159 223
                                    

3 Juli, lagi-lagi aku disini. Memandangimu, tanpa tahu harus berbuat seperti apa lagi. Riku? Kenapa kau melamun terus? Apa kau tidak lapar? Apa yang ada diatas sana sampai kau sangat betah memandangi nya hm?

Tenn-nii tidak melihat sesuatu yang menarik sama sekali disana. Apakah Riku punya dunianya sendiri? Kalau begitu ajak Tenn-nii juga, izinkan Tenn-nii berada di dunia yang sama dengan Riku.

"Tenn, makan siang."

"Pergilah, makanlah tanpa aku. Aku sudah kenyang menatap wajah Riku."

"Kau sinting bocah."

"Hm iya, bersiaplah untuk menelpon rumah sakit jiwa."

"Ayolah Tenn."

"Baiklah sobaman!"

...

6 Juli, Riku mulai menutup mata, nafasnya semakin melemah. Tak satu orang pun yang ku izinkan untuk masuk menemuinya.

Hanya aku, bicara seorang diri setiap saat.

Semuanya, hanya mendengar apa yang aku katakan dari balik pintu yang terkunci. Sesekali ada yang mengetuk untuk mengantar makanan dan mengambil piring kotor. Saat dorm sepi, rasanya begitu asing, tanpa Riku semua terasa aneh.

...

Semilir angin malam menyapu surai merah yang tengah duduk di pangkuanku. Sengaja, aku membawanya duduk di di dekat jendela yang terbuka. Memeluk tubuh rapuh itu dari belakang, mencium pipinya dengan penuh kasih sayang.

8 Juli, semua idol mengambil cuti serempak, membuat manager dan agensi mereka kewalahan. Selama empat hari, aku menyuruh mereka terus menemani kami. Entah firasat dari mana. Rasanya akan ada penyesalan bila tak melakukannya. Mungkin inilah yang namanya ikatan batin antar anak kembar.

Matanya sudah tak lagi terbuka, tapi nafasnya masih berhembus lemah. tubuhnya hangat, tapi dapat berubah menjadi dingin kapan saja. Dan kini hanya sebatas tulang berlapis kulit.

Izumi Iori dan Inumaru Touma duduk menempel padaku. Sama-sama ikut memeluk sosok dalam pangkuan ku. Izumi Mitsuki duduk dibawah, memasangkan kaos kaki untuk Riku.

Hening, semuanya menangis dalam diam, walau senyum mereka terulas tapi tetap saja air mata itu mengalir deras.

Dan benar saja, ketika hari telah berganti. Di hari ulang tahun kami, dia mengembuskan napas untuk yang terakhir kali. Tidur dan tak akan pernah terbangun lagi.

"S-selamat. Ulang tahun."

Aku bernyanyi, menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk adikku. Untuknya, untuk yang terakhir kalinya.

Satu persatu isakan mulai keluar. Dimulai dari Inumaru Touma, Izumi Iori dan dalam sekejap, satu ruangan dipenuhi suara tangis. Tangis yang mengiringi kepergiannya.

Semuanya menangis kecuali diriku. Aku tetap diam tak bergerak, semakin mengeratkan pelukan pada tubuh dalam dekapanku.

Meskipun raganya disini. Jiwanya telah lama pergi. Meninggalkan aku. Meninggalkan kami semua dalam lautan kesedihan.

"Selamat tidur adikku. Semoga mimpi indah. Setidaknya dengan ini, semua rasa sakitmu telah hilang. Terimakasih telah berjuang selama ini, tunggu kakakmu ya?"

...

Sosok adik yang paling aku cintai. Yang aku pertahankan dengan mengorbankan segala yang aku miliki kini telah pergi. Hilang, ditelan oleh tanah.

Pakaian dalam lemarinya hampir tak pernah tersentuh dalam beberapa bulan ini.

Satu persatu kami keluarkan, selimut merah yang senada dengan surainya kami lipat dan simpan. Ruangan yang dulu menyatu dengan pemiliknya kini tinggal ruangan bercat putih tanpa apa-apa.

The Last PetalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang