Alur 8

59 6 0
                                    

Jangan lupa, yuk pencet 🌟 dulu yuk..
Terimaksih

Mengikuti kegiatan ekstra adalah salah satu nilai plus bagi kami yang notabennya masih anak kelas sepuluh. Ada begitu banyak ekstra yang ditawarkan, namun kami hanya diperbolehkan mengikuti dua ekstra saja.
Bisa dibilang aku termasuk orang yang pasif mengikuti kegiatan ekstra, namun apa boleh buat karena ada rumor yang mengatakan bahwa seluruh siswa baru wajib mengikuti ekstra.

Begitu banyak daftar ekstra, dan dari semuanya tidak ada dalam daftar peminatanku. Disaat yang lain sibuk mencari ekstra yang mereka anggap paling baik atau paling sesuai dengan keinginan dan ada yang memanfaatkan ekstra untuk bisa dekat dengan orang yang mereka suka. Itu semua bukan hal yang aneh bukan?

Aku masih duduk mematung di kantin sekolah yang sudah sepi ini, hanya ada beberapa orang yang masih tersisa. Berbekal pulpen dan formulir yang harus aku isi, aku mulai berfikir.

"Grup teater kita dua tahun ini mulai ada perkembangan, gue jadi lebih semangat untuk kumpul"

"Itu semua berkat dia, alasan pertama lo gabung teater apa? Pasti karena dia juga kan?"

"Ya awal sih emang gitu, tapi lama-lama gue juga nyaman, apalagi sama anggotanya."

Dalam lamunan aku mendengar dua orang yang sedang membicarakan sebuah grup teater, sedikit tertarik dan penasaran tentang grup teater dan juga tentang "dia" yang dimaksud itu siapa.

Aku masih terus diam tanpa ada sedikitpun menggerakan pulpenku. Namun ada seseorang yang datang dan duduk di sampingku, aku menyadarinya namun aku hanya diam tak peduli.

"Hai!" Seseorang menyapa dan aku masih diam tanpa respon.

"Masih bingung mau gabung ekstara yang mana?" Dia mulai aktif bertanya.

"Oh iya, masih bingung." Jawabku seadanya, karena memang aku masih bingung.

"Kenapa ga gabung tater aja, ga ada ruginya deh gabung disana, percaya sama gue." Lihatlah dia juga mulai aktif meberi saran.

"Kenapa lo bisa seyakin itu? Anak teater juga?"

"Ya, tapi bukan salah satu orang penting didalamnya. Karena semua anak teater itu penting, tidak ada perbadaan didalamnya. Kami semua saling mengisi satu sama lain."

Diam-diam saat percakapan antara kami berdua, aku mulai mengisi formulir yang ada dihadapanku. Tinggal menuliskan ekstra mana yang akan aku ikuti.

"Makasih pencerahannya dan juga sarannya, gue pergi dulu. Riko" Pamitku sambil melihat kearah kunci motor yang bertandakan namanya disana.

Aku langsung bergegas pulang tanpa menunggu respon dari lawan bicaraku. Aku akan mengumpulkan formulir ini besok pagi sebelum upacara. Toh masih ada waktu intuk menimbang-nimbang ekstra mana yang akan aku ikuti. Jarak tempat tinggalku bisa dikatakan dekat jika melewati gang sempit sebagai jalan terobosan, namun aku jarang melewatinya karena suasnanya sangat sepi dan terkadang malah ramai dengan orang-orang yang jika dilihat dari luar mereka bukan orang baik-baik.
Aku masih berdiri di halte bus yang ada di depan sekolah. Sepertinya aku terlalu lama berdiam diri hanya untuk melamun dikantin tadi, tak ada bus yang lewat satupun. Jalan kaki adalah pilihan satu-satunya.

Berjalan dengan di iringi musik bukan sesuatu yang buruk di situasi sore yang sepertinya akan turun hujan ini. Tak begitu banyak lagu yang tersimpan di ponselku, hanya lagu-lagu itu saja yang terus berputar. Aku terhenti karena ada sebuah motor yang mensejajarkan dengan langkahku. Saat aku menoleh ternyata dia.

"Ngapain lo, mau minta anter ke Minimarket lagi hah?" Ucapku to the point. Kalain tentu sudah bisa menebak, Dito si anak rese.

"Neting mulu bawaannya. Gue mau anterin lo pulang" Tawarnya padaku.

"Ga usah, ga perlu. Makasih" aku terus berjalan dan dia masih setia menjalankan motornya dengan pelan disampingku. Dia terlalu baik ya, tapi sayang dia kurang cepat.

"Kenapa sih, gua beneran langsung anterin ke rumah ko" setelah dia menyelesaikan kalimatnya aku langsung berhenti dan dia juga berhenti.

"Lo telat, gue udah nyampe rumah. Lo ga sadar hah, lo dateng pas jarak rumah tinggal beberapa langkah lagi." Ucapku dengan sedikit emosi, kenapa dia ga dateng pas awal aja sih. Gue kan ga perlu jalan kaki kaya gini.

"Gue ga sadar, lo ngajak gue ngobrol terus sih. Lagain kenapa lo ga kasih tau gue aja dari awal, kalo gitu kan gue cabut aja dari tadi. Ga perlu ngebujuk kaya tadi." Lah kenapa jadi dia yang marah disini. Yang dari tadi ngajak ngobrol juga siapa coba.

Tanpa memperdulikan Dito yang masih setia didepan rumah aku langsung pergi begitu saja. Bodo amat dicap sebagai adik kelas yang ga sopan juga, Dito mana peduli dengan itu. Dan benar saja dugaanku, hujan turun sesaat setelah aku masuk kedalam rumah. Menoleh kebelakang dan ternyata Dito masih berada disana, dibawah hujan. "Apa yang anak itu lakukan dibawah hujan seperti ini, bisa-bisa dia sakit nanti" Heranku dalam hati sambil terus memperhatikan dari dalam rumah.

"Lo ngapain sih masih disini, lo mau sakit hah?" Tanyaku dengan sedikit berteriak karena hujan yang cukup deras.

"Masih ada yang perlu gue omongin, tapi lo main pergi aja. Jadi gue tetep disini, biar kaya di cerita FTV gitu." Orang yang aneh memang.
"Buat apa gerbangnya dibuka?"

"Lo mau nanti sakit dan gue yang disalahkan terus nanti dicap sebagai adik kelas yang tidak berperikemanusiaan gitu." Ditengah hujan seperti ini aku harus berdebat dengan saling berteriak seperti ini? Ayolah ini bukan acara FTV romantis.

Niat hati ingin segera rebahan disuasana hujan seperti ini, malah harus diganggu dengan keberadaan Dito disini.

"Nih, keringin badan lo dan ini ada baju ganti buat lo. Kamar mandi disana." Ucapku sedikit membentak.

"Oke oke, galak amat bu." Ucapnya sambil berlalu menuju kamar mandi.

Dito sudah berganti dengan pakaian yang aku berikan, kaos pink dengan celana trening. Melihatnya aku berusaha menahan tawaku, pink warna yang sangat kontra dengan sifatnya yang sudah aku ketahui kalau Dito ini termasuk badboy disekolah.

"Kenapa ketawa? Lagain ga ada warna lain apa selain pink" protesnya.

"Ga ada, itu termasuk baju yang udah lama ga gue pake dan ukurannya lumayan gede" ucapku sambil menahan tawa.

"Lupakan! Gue mau ngajak lo buat jalan besok" Sela Dito ditengah tawaku yang belum selesai dan aku langsung bungkam begitu kalimat itu terucap.

"Hah, kesambet apa lo. Wah gara-gara kehujanan kayanya, parah parah. Ga lagi gue biarain lo kehu__" belum sempat aku menyelesaikan kalimatku Dito langsung menyelanya.

"Gue serius!" Tegasnya.

"Oke, lo mau ajak gue kemana?" Gue mulai menanggapi percakapan dengan serius.

"Kemana aja, intinya besok gue jemput jam sembilan. Gue juga minta nomor telpon lo sini" Ucapnya sambil menyodorkan ponselnya padaku. Aku menatapnya dengan tatapan penuh tuduhan.

"Biar lebih gampang komunikasi, biar kejadian tadi ga ke ulang lagi" Jelasnya seolah-oleh mengerti akan tatapanku barusan.

"Nih, lo modus ya sama gue, lo suka ya sama gue" Ucapku penuh percaya diri.

"Udah gue mau pulang, ujannya udah reda" Mencoba mengalihakn pembicaraan, namun hujan sepertinya sudah reda dan Dito memang harus pulang sekarang, tamu yang tau diri rupanya.

°°°
Selamat bertemu dihari dimana Dito dan Aluri menikmati weekand untuk pertama kalinya.



Alur BerbisikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang