Pp membalikkan bola matanya malas. Sebenarnya karena panas memandang pemandangan yang ada di hadapannya. Dua insan yang tengah bermesraan, saling menyuapkan bekal. Lesung pipi tak hentinya absen dari wajah pria itu. Itu yang membuat Billkin bahagia? Seharusnya dia juga bahagia bukan?
"Ekhem, dari dulu kamu sukanya sama yang gak bisa digapai ya?" Oab membuka suara, Pp pun menatap lelaki itu. Gayanya, tangan disilang di depan dada. Pp sangat familiar dengan gaya songong itu.
"Orang di depan kamu, bisa bahagia tanpa kamu."
"Iya, tau, gak usah diperjelas juga!" bentak Pp, ia hendak pergi menjauhi Oab, tetapi lengannya dicengkram kuat.
Tersenyum, lalu lelaki itu berkata, "Pi," tiba-tiba wajah itu berubah menjadi serius dan ganas membuat Pp terkesiap, menelan ludah, "Jangan harap bisa kabur lagi. Soalnya kamu udah dipakain tanda pengenal. Kayak kucing, akan kembali pada tuannya." Lalu lengan itu dilepas, membuat Pp terenyuh sedikit, mengusap pergelangan tangannya. Berlalu meninggalkan kelas dengan wajah yang sudah pucat.
Ternyata kepergian Pp tak luput dari pandangan Billkin, tak dihiraukannya sang pacar yang hendak menyuapkannya makanan lagi. Dia beranjak menyusul Pp, meninggalkan Smile yang cemberut.
Sebagaimana biasa, lorong sekolah tentu ramai, susah mencari seorang Pp di dalam kerumunan itu. Billkin membalikkan badan satu dua orang yang bentuk badannya menyerupai orang yang dicari, lalu meminta maaf ternyata salah orang. Yang membebani pikirannya adalah raut wajah Pp saat keluar, pucat, apa dia sakit?
Sakit? Billkin menepuk jidatnya menyadari betapa bodohnya dia. Dia berjalan lagi menyusuri koridor sekolah, menuruni anak tangga hingga akhirnya tibalah dia di UKS. Ya, lelaki yang dicarinya ada di sana. Tapi tidak sendiri, ada orang lain di dalam sana. Orang yang Billkin temui ketika Pp masuk rumah sakit.
"Kok lo ada di sini?" tanya Pp terheran-heran.
Bank hanya mengangkat bahu, "Entah, dari dulu gue udah suka bau obat."
"Jangan-jangan lo dokter."
Bank tertawa mendengar pendapat itu, "Kenapa mikir gitu?"
"Lo juga ada di rumah sakit waktu itu, dan sekarang udah nangkring di UKS."
"Alibi yang bagus, tapi masa siswa biasa kayak gue jadi dokter. Otak lo ada di mana?" Bank duduk di samping Pp mengetuk-ngetuk dahi Pp membuat lelaki itu meringis sedikit.
"Ngapain lo ke sini?" Bank berbalik bertanya.
Pp terdiam sebentar, dia juga bingung kenapa bisa menginjakkan kaki di tanah UKS. Dia hanya berniat mencari tempat yang sepi, dan menurutnya tempat yang sepi itu UKS. Jadilah dia di sini.
"Mau tidur, capek. Awas lo!" Pp mengusir Bank dari ranjangnya, menaikkan kaki dan menaikkan selimut sampai kepala seperti mayat. Melihat tontonan itu, Bank hanya bisa menggeleng-geleng saja. Ternyata masih ada stock manusia aneh di dunia ini, pikirnya.
"Perhatian perhatian, dipanggil, Billkin Putthipong, Pp Krit, dan Smile Prada agar berkumpul di ruang wakil kesiswaan. Terima kasih." Bunyi toa itu terdengar jelas di telinga Pp karena letaknya yang tepat di atas UKS. Lelaki itu menghela napas, duduk menatap sekeliling yang ternyata sudah tak ada orang lagi. Bank Thiti, entahlah siapa dia. Pp penasaran, mungkin bila bertemu sekali lagi. Dia harus bertanya banyak hal pada orang itu.
Tak perlu memikirkan orang itu, ada masalah baru lagi yang menanti. Pp membuka pintu UKS yang langsung disambut dengan tatapan banyak orang. Hahah, seleb amat gue, apa-apa diperhatiin. Pp bertebal muka, dikedipkan salah satu matanya pada orang-orang itu genit, membuat orang-orang itu balas menatapnya aneh, setelah itu dia tertawa. Ya, revolusi seorang Pp telah dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me 🔞
RomanceMengandung konten 18+ Diharapkan bijak memilih bacaan, tapi tenang, saya akan memberi kode agar kalian bisa men-skipnya!! Homophobic? Mohon jangan mendekat. Biarkan saya hidup tenang. Sebuah kesalahan yang PP lakukan membuat hubungannya dengan Bil...