•Part Three•

992 159 1
                                    

-Bersinar-
.
BxB | Romance | School-life
Don't Like, Don't Read😊

BxB | Romance | School-lifeDon't Like, Don't Read😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haechan tak segempal itu sebenarnya. Ia bukannya terlalu gemuk untuk anak sepantarannya, tetapi ia mendapat limpahan kasih sayang sehingga omelan 'kau harus makan dengan baik atau kau akan terlihat kurus kurang gizi' terdengar menjadi semangat untuknya melahap penganan yang dibuat sang ayah.

"Papa, aku gemuk tidak?" tanya Haechan pada lelaki yang duduk di kursi tengah ujung meja makan. Papanya, lelaki kedua yang mencintainya tanpa tapi. Tentu saja urutan pertama adalah Mamanya.

"Gemuk tidaknya seseorang itu relatif. Papa tidak merasa kau gemuk. Jika orang lain merasa demikian, mereka itu hanya bingung mengekspresikan rasa iri mereka padamu."

"Iri?" Haechan bingung. Apa yang patut dibuat iri dari seorang anak bertubuh gemuk?

"Mereka tidak mampu makan sebebasmu. Entah mereka mempunyai aturan sendiri atau alasan lain, mereka tidak bisa bebas. Mereka terpaku pada standar masyarakat bahwa memiliki tubuh ramping adalah impian semua orang" jelas Lee Taeyong, ayahnya.

Berbekal nasehat ayahnya pagi tadi, Haechan berangkat sekolah berbangga diri. Semoga yang dialaminya di sekolahnya terdahulu tak terulang lagi.

Semoga saja–

"Hei gemuk" ujar salah seorang siswi datang bersama gengnya sambil menarik tas Haechan ke belakang. Membuatnya agak terhuyung dan hampir jatuh.

"Huh?"

"Kau mendekati Jaemin, pangeran sekolah kita. Punya nyawa berapa kau sampai berani mendekatinya? Tak tahukah kau dia masih menyukai liang wanita?"

Eoh, frontal sekali perkataannya. Lagipula siapa yang menyukai Jaemin? Ia hanya berniat berbaik hati, membalas budi yang Jaemin lakukan padanya saat kakinya terkilir.

Seorang berdiri menjulang di hadapan Haechan. Seolah menjadi tameng dirinya. Pasang badan menghadapi kumpulan wanita yang tadi menarik tas Haechan.

"Tahu apa kau tentangku? Memberiku berbagai kado bukan berarti semua yang kau beri adalah kesukaanku. Jangan ikut campur sebelum kekasihmu kembali mengirimmu pada lembaga prostitusi." –lagi. Ucapan telak Jaemin telah membuat mereka mati kutu.

Membalikkan diri dengan menghentakkan kaki kuat-kuat, geng wanita itu mengucap sambil berlalu,

"Cih, hitam, gemuk. Yang seperti itu mau-maunya saja bersanding dengan Jaemin. Dasar gay tidak tahu diri."

"Kau baik?" tanya Jaemin pada namja manis yang sedari tadi ditamenginya. Di hadapannya, tampak agak terkejut dan mengerjap-ngerjapkan matanya lucu. 'Seperti anak beruang' pikir Jaemin.

"Tak masalah, hal seperti ini sudah biasa" jawab Haechan sambil tersenyum. Seolah meyakinkan Jaemin bahwa ia tak gentar pada cemoohan siswa tadi.

Menggandeng tangan yang lebih mungil. Lantas berjalan pergi meninggalkan area tempat mereka menuntut ilmu. Diajak membolos rupanya.

Sembari menyusuri setapak halus yang dipijak. Mengajak bicara Haechan yang sedari tadi mengayun-ayunkan tangan mereka ke depan dan ke belakang.

"Kau tahu? Orang tuaku, mama dan otousanku adalah laki-laki. Sudah jelas aku bukan anak kandung mereka. Tetapi mereka menyayangiku dan bertingkah seolah aku adalah harta berharga mereka" tutur Jaemin di sela keheningan.

Agak terkejut sebenarnya. Tetapi Haechan mencoba memahami. Karena ia juga sama seperti Jaemin.

"Mama papaku juga begitu, Jaem. Entah mengapa, padahal di negara ini tampak tidak masalah akan kehadiran pasangan gay. Namun, orang-orang justru mendoktrin bahwa gay adalah sesuatu yang salah. Mereka tidak tahu, cinta itu bebas. Pasangan gay menurutku adalah yang paling perlu dikasihi, mereka tak diberi kesempatan untuk memiliki anak kandung. Meski begitu, mengadopsi anak dan menyayanginya seperti benih sendiri adalah tindakan terpuji."

"Kau, apakah kau juga gay, Haechan?" tanya Jaemin.

Sungguh. Ia tak mengerti mengapa ia menanyakan ini. Seolah dari awal, merasa bahwa ia adalah kutub utara yang tertarik pada kutub selatannya. Pada Haechan.

Celotehnya bersama Bongsik saat ia gendong waktu itu, berbagai candaan yang dilontarkannnya di kelas, serta ketika ia asik menyedot susu strawberry di kantin.

Ia terpesona– jatuh dalam pesona Lee Haechan.

"Aku, aku belum tahu. Tetapi kurasa aku tertarik pada seorang laki-laki saat ini, Jaem."

Haechan berkata jujur. Ia sedang tertarik pada seorang laki-laki. Pada seseorang yang sedang ia ayunkan tangan mereka. Tangan yang masih saling menggandeng satu sama lain.

Ia merasa dilindungi. Mendapat seorang guardian angel kala ia mendapat cemoohan. Body shaming, bahasa elitnya.

- I'm (not) too Late_

Memutuskan membuat hari pembolosan ini menjadi menyenangkan. Dibawanya badan mereka menuju Lotte World. Bermain di arcade sampai senja menampakkan diri dan kembali ke rumah, sengaja tepat jam pulang sekolah sehingga tak dikira membolos.

Hari selanjutnya. Masih dengan Haechan yang menyedot susu strawberry. Duduk berdampingan di meja kantin. Tatapan terganggu sepertinya sudah bosan para siswa layangkan pada mereka. Akhirnya, fokus pada makanan masing-masing. Biarlah pasangan gay itu bersama, selagi tak membuat selera makan mereka hilang.

Benar-benar membuat sesuatu yang berbanding terbalik. Sialan, para siswa justru merasa envy pada pasangan gay itu. Jaemin yang mengusap sayang cipratan susu dan Haechan yang bercanda ria seolah akan memakan jakun Jaemin.

Mereka tak bisa disandingkan dengan kemesraan itu.

Lambat laun, surat cinta dan kado yang diterima Jaemin berkurang. Digantikan buket snack ringan dan juga boneka mini sebagai ucapan selamat katanya. 'Semoga Jaemin dan Haechan tetap bersama' begitu yang tertulis di sela-sela buket snack.

"Jaemin, mengapa kau selalu ke kantin denganku? Saat di kelas pun jarang ada yang mengobrol denganmu. Tak laku atau memang kau ini sebenarnya seorang penyendiri?" tanya Haechan heran saat menyadari bahwa Jaemin selalu bersamanya. Tanpa ada sosok teman lain di antara mereka.

"Tak punya. Aku tak ada teman, Haechan. Mereka semula menawarkan berteman, tetapi tiba tiba menusukku dari belakang. Hanya ingin memanfaatkan keadaan dengan pangeran sekolah ini." Jaemin jujur. Memang seperti itu kawan yang mendekatinya. Kecuali Haechan tentu saja. Karena ia yang mendekati Haechan terlebih dahulu.

"Huh? Tak punya?!" sontak Haechan terkejut. Di sekolah sebelumnya, seorang School Prince mempunyai banyak teman.

"Kau satu-satunya, Haechan. Kau temanku."

'Dan mungkin akan lebih daripada itu nanti' lanjut Jaemin dalam hati.

'Dan mungkin akan lebih daripada itu nanti' lanjut Jaemin dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I'm (not too) Late • JAEMHYUCK✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang