Prolog

5 3 2
                                    

Ini cerita baru guys!

Spesial untuk umur baru ku, umur baru cerita baru kan ya. Jujur ini udah kepikiran dari bulan kemarin, tapi baru bisa netas sekarang.

Ini gendrenya Misteri dan Humor. Jadi gak tegang-tegang banget karna masih ada beberapa humornya.

Okelah langsung aja, happy reading💜

*****

"Bisa kah kau membawa laporan ini ke Kolonel Relangga?"

"Siap, maaf tapi saya sudah ditugaskan Laksamana Yoga untuk mengikuti kegiatan di markas sebelah," tolak anggota tentara itu halus.

"Hah, baiklah. Tolong panggilkan teman satu divisi anda saja."

"Siap, sekali lagi saya minta maaf," ucap tentara itu tak enak karena menolak perintah komandannya.

"Gak papa, santai aja."

"Saya permisi," pamit tentara itu.

Setelah mendapat anggukan dari Sang komandan tentara itu keluar lalu menuju ke kamar mandi karena dia ingin membuang air kecil. Setelah tentara itu selesai dengan urusannya dia segera keluar dari kamar mandi. Namun saat baru keluar ada seseorang dari samping ada yang meleparinya pisau.

Alhasil pisau itu menusuk leher si Tentara, hal itu membuatnya langsung tumbang. Sang pelaku meninggalkan secarik kertas yang sudah digulung rapi, kertas itu terikat digagang pisau itu.

*****

Seorang pria muda tampan nan gagah berjalan cepat. Tanpa mengetuk pintu dia langsung masuk keruangan sahabat sekaligus adik kelasnya waktu SMA dulu. Sedangkan yang berada didalam ruangan mendongak dan menatapnya bingung.

"Laporannya mana Sa," ucap pria itu.

"Nih tadi gue mau kasih ke lo lewat anak buah gue, tapi dia gak bisa. Gue suruh panggil satu temannya, tapi daritadi belum ada," balas gadis itu sambil menyodorkan map kertas yang berisi beberapa kertas laporan.

"Anak buah yang mana?" Tanya pria itu.

"Baim."

"Kok perasaan gue gak enak ya, lo tadi beneran nyuruh Baim?"

"Iya, kenapa sih Kak?" tanya gadis itu bingung.

Belum sempat tentara pria itu menjawab ada ketukan pintu yang membuat perhatian kedua beralih.

"Masuk!"

"Lapor, terjadi pembunuhan didepan toilet pria. Korbannya Kopda Baim, anggota ibu," ucap tentara yang baru saja datang itu.

"Apa?" kaget keduanya.

Tanpa berbicara lagi mereka berdua langsung berlari ke tempat kejadian. Sedangkan tentara yang melapor tadi ditinggalkan begitu saja.

"Punya komandan gini amat," ucapnya sambil mengelus dadanya sabar.

*****

Ditempat kejadian, banyak sekali tentara yang berkerumun. Dua tentara muda yang baru datang itu langsung menerobos kerumunan, dan pastinya tentara lain memberikan jalan untuk keduanya.

"Kolonel Luisa!" panggil salah satu tentara pria paruh baya.

Gadis itu menoleh lalu menghampirinya. Dia sempat meringis ngeri melihat pisau yang masih tertancap di leher korban. Pria paruh baya itu memberikan secarik kertas pada Luisa. Luisa menatap benda itu bingung. Perlahan tapi pasti dia menerima kertas itu.

Luisa membuka lipatan kertas itu. Dirinya mulai membaca tulisan yang terdapat disana.

Korban pertama untukmu Luisa!
-QKJ-

Luisa menatap tak percaya tulisan itu. Kenapa harus ada orang yang menjadi korban? Luisa meremas kertas itu hingga tak berbentuk lagi.

"Periksa CCTV-nya!" perintah Luisa pada salah satu anggotanya.

"Sama sekali tak ada rekaman CCTV di daerah ini. Pelaku itu sepertinya sudah mempersiapkan semuanya dengan baik, aku sendiri yang mengecek tadi," ucap pria paruh baya itu.

Luisa melirik kearah CCTV yang terpasang disana, ia menghembuskan napasnya kasar, "Kenapa harus ada korban? Terlebih lagi ini karena diriku," gumannya pelan.

"Kau tenang saja nak, kita selidiki ini sama-sama," ucap pria paruh baya itu, dia paman Luisa.

Luisa hanya mengangguk lemah, dia kembali menoleh ke arah Baim. Luisa berjalan mendekati Baim, dia berjongkok disebelah tubuh Baim yang tidak bernyawa. Dengan perlahan ia mengambil pisau yang tertancap dileher Baim. Dan pastinya Luisa sudah mengenakan sarung tangan sejak ia membaca tulisan di kertas yang diberikan oleh pamannya.

Luisa menjulurkan tangan berniat meminta kantong plastik untuk menaruh barang bukti itu. Salah satu sahabat perempuannya memberikan kantong plastik itu. Luisa segera mengambil lalu menaruh pisau itu di dalam kantong plastik. Setelah selesai dia menyerahkan kembali benda itu pada sang sahabat.

Luisa kembali berdiri lalu menatap semua tentara yang berkerumun. Ia yakin kalau mereka semua tahu tentang isi surat itu. Dirinya tak mau jika para tentara lain akan menjadi korban selanjutnya.

"Kita bantu ibu pecahin kasus ini. Ini bukan salah ibu, kita percaya sepenuhnya ini bukan ibu," ucap salah satu tentara seolah mengerti apa yang fikirkan Luisa.

Luisa mengangguk, dia tersenyum haru. Semua tentara terpanah melihat senyum dibibir Luisa. Karena Luisa memang jarang sekali menampakkan senyumnya, kecuali pada orang terdekatnya.

"Terima kasih," ucap Luisa tulus.

*****

Waktu berjalan dengan cepat, hingga tak terasa sudah satu markas tentara itu melalui kejadian pembunuhan mengerikan itu. Mereka semua kini menjadi lebih hati-hati dalam mengerjakan apapun. Kepala pasukan tertinggi juga menginterupsi jika melakukan pekerjaan tak boleh sendirian.

Luisa pun masih trauma dengan kejadian itu. 'QKJ' hanya itu yang dipikirkan Luisa saat ini. Kasusnya pun belum terpecahkan hingga detik ini. Bahkan tentara paling pintar dan menjadi detektif pun tak bisa memecahkan misteri ini.

"Semoga saja tak ada korban selanjutnya," guman Luisa pelan sembari menghela napasnya gusar.

"Semoga," ucap seseorang yang sedang mengintip dari jendela ruangan Luisa tanpa diketahui oleh Luisa.

*****

Hay hay hay!

Jujur aku gak bisa buat prolog yang bagus. Semoga suka ya! Aamiin.

Dukungan dari kalian sangat dibutuhkan pastinya.

Tunggu chapter selanjutnya ya!

Jangan lupa Vote+Comment!

Salam,

Andien.

Tragedi Perintah KomandanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang