Dia mengulurkan tangan kanannya terhadapku sambil tersenyum tipis dan manis.
"Saka."
"Rain."
Kami bersalaman, dan disitulah pertemuan kami dimulai untuk pertama kalinya.
-•|•-
"Eh Rain, sebentar lagi bazar dimulai, Gis gimana persiapannya?" tanya Sera yang masih menyiapkan perlengkapan bazar.
"Udah ku kumpulkan semua, ku taruh disana peralatannya." Tunjuk anggis ke arah tenda tempat semua barang disimpan.
"kalau nanti butuh tinggal ambil saja." Tambah Anggis
"Rain, bagianmu jaga dan melayani pelanggan yang datang, tugas ku Keliling untuk menawarkan dan Sera disini yang mengambil barang barang kalau ada yang mau beli." Jelas Anggis yang sedari tadi mengarahkan tangannya untuk mengatur kami.
"Aura Komandan dari lahir memang beda ya Gis?" godaku dengan bertanya terhadap Ra.
"Iya dong Rain, sahabat kita satu ini kan bagian Mading, pasti sudah biasa dengan yang beginian." Ucap Gis dengan lembut.
"Rain, Ra, aku bukan ingin mengatur, hanya bagi tugas supaya jualan kita lebih cepat lakunya." Jelas Sera.
"Kalau satu kelompok denganmu pasti semua beres."
"Bisa aja kalian, sudah ya aku mau keliling dulu, Dah." Gis yang melambaikan tangannya terhadap kami berdua dan langsung berjalan menjauh dari tenda.
Mereka adalah sahabatku, Anggis dan Sera namanya, Anggis ku panggil dia dengan sebutan Gis dan Sera, tentu saja sudah pasti ku panggil dia Ra ku jelaskan ini supaya kalian tak bingung jika membaca nama mereka. Saat itu Sekolah SMA ku memang sedang mengadakan Bazar tahunan, tahun kemarin pun sama. Kegiatan seperti ini memang sudah jadi rutinitas setiap tahun, tapi tahun kemarin aku belun masuk SMA.
-•|•-
Sekitar tiga jam kami mengurus penjualan akhirnya kami selesai dan beruntungnya ternyata hasil jualan kami laris. Kami langsung membereskan semua peralatan, merapikan meja kursi dan membersihkan halaman yang kotor.
"Gis, Ra." panggilku, lalu mereka menoleh.
"Aku pamit ya, bagianku yang ini!" Aku menunjukkan beberapa bingkai dekorasi untukku bawa pulang.
"Besok ku bagi hasil penjualannya."
Aku langsung bergegas pergi dan meninggalkan daerah bazar.
"Rain," teriak Gis.
"hati hati di jalan."
Aku tersenyum mengangguk dan langsung melanjutkan perjalananku.
-•|•-
Hari menjelang malam langit berganti warna menjadi gelap, dan keadaan jalan semakin sepi. Aku melewati lorong jalan karena hanya jalan itu yang bisa kutempuh untuk ku pulang. Sebenarnya aku sendiri cemas karena yang ku dengar jalan yang ku lalui lumayan rawan dan berbahaya. Tunggu dulu, aku merasa di awasi seseorang dari arah belakang, aku langsung mempercepat jalanku supaya lebih cepat sampai ke jalan raya. Semakin ku mempercepat kenapa aku semakin merasakan ada bahaya. Aku memberanikan diri untuk menoleh dan tidak sengaja yang ku tangkap dua orang pria dengan jaket hitam dan rantai di celana jeansnya sedang mengikutiku.
Kondisiku saat itu panik, buru buruingin menghilang, lari adalah jalan satu satunya untukku menghindar dari gerombolan mereka. Tapi sayangnya fisikku tak mendukung, aku kalah, tenaga ku tidak cukup kuat untuk kabur dan kakiku sudah lemas untuk digerakkan.
"Mau kemana kamu gadis cantik?" preman itu tersenyum sinis, tubuhnya terlihat siap untuk menangkapku.
"Yuk, ikut abang, kita main sama sama."
Apa? Main? Dengan mereka? Sudah nggak waras atau gimana. Enak saja aku bukan perempuan seperti itu.
"Mau apa kalian hah!" bentakku.
"Menculikmu." Ucap salah satu preman itu dengan santai.
Menculikku, keterlaluan, memangnya mereka siapa, sembarang mengambil anak orang.
"Dengar ya abang tua, jangan pernah main main denganku atau aku akan melaporkan kalian semua ke polisi."
"Halah gadis cantik seperti mu bisa apa, kalau mau laporkan, ya laporkan saja, kami tidak takut dengan ancaman bodoh mu itu."
Mereka berjalan semakin dekat ke arahku...
Aku sangat takut sebenarnya dengan mereka, bayangkan saja, sudah ditempat sepi dan mereka berdua, aku hanya seorang diri. Mau teriak pun pasti tak akan ada yang mendengar.
"Bon bawa dia!" salah seorang preman itu langsung secepat mungkin akan menangkapku.
Aku berjalan mundur sembari mencari cari handphone ku yang bisa ku hubungi, sial kenapa baterainya pakai habis segala, kenapa kondisinya gak tepat sih.
"Jangan berani berani mendekat, atau aku akan..." aku kehabisan kata kata untuk melawan.
"Akan apa gadis manis, tenang saja, diam disitu."
"Ya ampun bagaimana ini, tak ada yang bisa aku lakukan sekarang."
Aku hanya bisa pasrah, memejamkan mata, dan berdoa dengan harapan ada bantuan yang datang.
Tepat saat mereka mau menangkapku tiba tiba ada seseorang yang menarik tanganku dari belakang. Dia tiba tiba mengajak ku berlari sejauh mungkin. Preman itu suaranya masih terdengar samar samar, masih mengejarku. Aku masih dalam kondisi ketakutan dan panik. Dan hanya ada satu sudut, bisa mungkin dijadikan tempat persembunyian sementara. Dan sudah pasti pria itu mengajakku ke situ.
"Kamu siapa?" aku menatapnya dengan penuh tanya tanya. Jari telunjuk pria itu mengarahkan ke bibir ku.
"Diam dulu, nanti ketahuan kalau kita disini." Dia melirik keberadaan preman preman itu, memastikan apakah mereka masih mengejar atau tidak, tapi syukurlah kelihatannya mereka sudah tidak mengejar kami lagi.
Dia langsung mengajakku berdiri dan berjalan tanpa ucapan apapun
"Tunggu dulu, kamu siapa, maksudku namamu siapa?"
Dia masih saja terus menghiraukanku, memangnya aku ini apa, sudah bagus ditanya malah di didiamkan begini.
kami sampai di sebuah kursi dan ia malah menyuruhku duduk.
"Namamu siapa sebenarnya? Oh iya bantuannnya, makasih ya sudah mau menyelamatkanku dari preman preman tadi, kalau nggak ada kamu, mungkin aku nasib nya buruk."
Dia mengulurkan tangan kanannya terhadapku sambil tersenyum tipis dan manis.
"Saka."
Aku masih mematung disitu maksudnya? Dia mengajakku berkenalan?
"Namaku Saka Andara."
"Oh, Rain." Balasku uluran dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMO DRA
JugendliteraturUntukmu Dra... Si pemilik nama yang pernah membuatku jatuh hati dengan kemisteriusannya. hanya satu lengkung senyuman tipis yang cukup sederhana, tak terlalu mengembang, tapi lesung pipinya terlihat manis dan menenangkan. ~Dra, Percayalah pada peras...