"Gue nggak nyangka ternyata, gue membiarkan diri gue jatuh kepada sebuah harapan yang berujung timbulnya rasa. Rasa yang mungkin bakal gue sesali nanti"
―Tisa Alfina2 tahun Silam
SMA PANCASILA
Kantin09.37
"Zia, makan bukanya nya malah liatin Diffa" gerutu Tisa"Tisaaaa, Saa" heboh Zia sambil memukul lengan Tisa
"Apaan sih, sakit tau" Tisa mengelus lengan nya yang merah
"Itu, Diffa jalan ke arah kita"
"Zia nggak usah berekspetasi deh jatuh it--"
"Hai Sa"
Tisa menatap horor Zia yang berada disampingnya. Zia melirik kan matanya, mengkode Tisa untuk segera merespon Diffa.
Tisa menengok. "Oh hai. Ada apa ya?"
"Nanti jam 2 jangan lupa ada pemilihan kelompok olimpiade"
"Eh iya makasih"
"Lo liat nggak sih? Ganteng banget Diffa. Ya Allah doi gue itu" ucap Zia seraya melirik kepergian Diffa.
Tisa menoyor kepala Zia. "Dih, cowok mulu pikirannya. Udah ah, ayo dimakan"
"Alah sok-sokan nggak mikirin cowok. tapi Diffa ganteng kan?" Zia cengar-cengir menatap Tisa.
Tisa hanya menatap sekilas.
"Eh tunggu-tunggu, kalian udah deket?"
Tisa agak terkejut mendapati pertanyaan seperti itu. "Enggak sumpah Zi" Tisa mengangkat tangan nya menunjukkan huruf V.
"Haha santai aja kali Sa"
"Gue cuma meyakinkan lo, biar nggak salah paham"
Zia tersenyum. "Apaan si Sa. Gue itu selalu percaya sama lo. Inget Sa, kita kenal nggak cuma setahun 2 tahun. Tapi udah 8 tahun"
Tisa memeluk kepala Zia. "Makasih ya Zi, lo emang the best"
13.53
"Kalo di dalem olimpiade, kita nggak cuma mempelajari materi yang kita pelajari sekarang, kita juga belajar materi kelas atas juga" terang Diffa"Wow, lo sebelum nya pernah ikut olimpiade ya?"
Diffa mengangkat bahu nya.
Tisa berjalan menyusul cowok itu menuju ruang olimpiade.
Diffa menepuk kursi kosong disebelah nya, menyuruh Tisa untuk duduk disebelah nya.
"Kemarin ibu sudah bilang ya kalau hari ini ada pembagian grup. Grup ini juga bisa menentukan kemampuan kalian. Nanti nya, grup dengan nilai terbanyak bisa diajukan untuk olimpiade di Mei mendatan" jelas Bu Wiwi selaku pembimbing.
Kenapa hati gue berharap bisa sekelompok sama Diffa ya? Harus nya gue nggak boleh berharap gini. Wake up Tisa, tugas lo disini cuma bantuin Zia. Sahabat lo.
"Tisa" Diffa menepuk bahunya.
tersadar dari lamunannya, Tisa mengerjap-ngerjapkan matanya. "iya?"
"Lo sekelompok berdua Nia"
"Oh oke, makasih" jawab Tisa sedikit kecewa.
"Oke udah dapet grup nya masing-masing ya? Sekarang silahkan diskusi sama temen nya"
"Hai,Tisa kan?" seorang berambut sebahu berdiri di depan Tisa
"Iya. Nia kan?"
Perempuan itu mengangguk, lantas duduk disebelah Tisa.
"By the way, gue kelas IPA 1"
"Gue IPA 2. Hari ini kita mau bahas apa?"
"Gimana klo besok lusa siang?"
"Boleh. Disini?"
Tisa mengacungkan jempol nya tanda setuju.
"Nia!"
Seruan itu membuat kedua gadis itu menoleh.
Loh, Diffa? Jangan-jangan dia mau nyapa gue?
Terlihat Nia melambaikan tangan kepada si pemilik suara.
Jadi yang manggil tadi Diffa?
Siapanya Nia? Gebetan?
Tisa mengerutkan kening menatap kedatangan cowok itu, yang kini berdiri dihadapannya. -ralat, dihadapan Nia."Nia ayo pulang"
Sebelum menarik Nia keluar, Diffa tersenyum melambaikan tangan kearah Tisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saturnus
Teen FictionKenapa setelah kita sedekat kaki dan bumi, kamu malah menjauh sejauh bumi dan saturnus? *** Dear you kamu itu kaya saturnus jauh nggak bisa digapai saturnus itu suhunya -170°, iya dingin kaya sikap kamu ke aku saturnus nggak bakal bisa liat bumi, k...