Cuci mata your nun!
"Hahaha, Merry bisa ajaa. BTW Merry cantik banget yaa, hari ini." Pokoknya udah males debat kalo sama Merry.
"OH. Jadi, menurut elu gw kemaren ga cantik??"
BUSET INI ORANG - ORANGAN SAWAH PD AMAT.
"Engga gitu, Merry. Ahaha.. kalo cewe kan pasti cantik. Merry selalu cantik, kok." Asli sebel banget sama ni cabe merah satu.
"Tapi lu ga cantik, tuh."
"?!" Untung posisi aku sekarang ga terlalu deket sama Buffet. Kalo deket gatau udah berapa piring melayang ke bibirnya yang di maju - majuin itu.
"Waduh, ya ndak gitu dek Merry. Marko ya cantik." Bela Bang Dowoon. Kata - kata abang membuat moodku naik meski sedikit. "Kan kaya tadi kata Dek Marko, semua cewek ya cantik."
Jatoh lagi mood saya :(
"Abang.. diem aja yah.. udah ganteng gitu, diem aja gausah banyak omong.." Ujar Merry. "Merry tau abang sebenernya suka sama Merry.. cuman, abang malu - malu kann sama Merry." Nada Merry di imut - imutin. "Merry kaget lohh, abang kok dateng sama.." Mata Merry memandang jijik padaku. "Anak babu miskin.."
PYARRRRRRRRRRRRRR!!!
Piring terbang pertama persis mendarat beberapa cm didepan Merry.
"DASAR CABE!" Gapeduli lagi mau diliatin orang aku maju buat mastiin jari - jari ini menjambak rambut Merry.
"ANAK MISKIIN!! SAKITTTT!! TANGAN KOTOR!! BAU GORENGAN!"
PLAKK! Aku menampar Merry. Persis di pipinya yang sudah ditimpuk berlapis - lapis make up.
"Ga diajarin sopan santun, ya?"Nadaku memelan. "Ngaca cabe... ngacaa. Kamu itu UDAH KETERLALUAAN!!!"
Aku menyiram segelas air di muka Merry dan mengambil tissue dari kotak yang kebetulan tersedia diatas meja makan didekatku.
"DEMPUL SEGINI TEBELNYA???! ENGGA WATERPROOF MER??" Aku mengelap wajah Merry dengan tissue itu. Bedak berlumuran di permukaan tissue.
PLAKK! Merry menamparku beberapa kali. Sakit? Sakit. Namun lebih sakit bagiku bila harus mendengar cacian tentang keluargaku.
"Merry, sudah mer. Sudahh.."
Ujar Bang Dowoon pada Merry sebelum kemudian menarik lenganku. Aku daritadi engga merhatiin abang. Tapi, dari sorot mata abang, abang khawatir. Aku digandeng abang mundur. Aku menebar pandangan. Semua mata sibuk memperhatikan kami. Tatapan jijik, kesal, bahkan ada juga tatapan senang. Entah senang karena aku dihina atau senang karena Merry menghina. Atau mungkin, senang ngeliat aku sama Merry pukul - pukulan?"Kita keluar aja, dek." Abang kembali menarik lenganku.
"HEH PENGECUT! DASAR UDAH MISKIN PENGECUT!!" Teriak Merry yang sudah di touch up oleh "orangnya."
"Udah dek! Ikut abang. Udah." Abang menarikku diantara kerumunan yang menatap kami, terus menuju pintu keluar.
"S-sakit bang!" Teriakku setelah sampai di parkiran khusus rumah Merry seraya melepas tangan abang.
Abang kaget. "M-maaf dek. Abang ga bermaksud." Abang reflek mengangkat kedua tangannya sedikit.
"Kenapa, sih abang ikut campur?! Adek jengkel banget! JENGKEL! Kenapa gampang banget ngatain adek, sih?! ADEK TUH --"
"Kamu gak sakit dipukulin?? Kamu pikir abang bakal diem aja tepuk tangan nyorakin kalian pukul - pukulan? Terus nanti adek pulang babak belur diliatin sama ibuk, kamu pikir abang tenang - tenang aja??Adek dateng sama abang. Abang kudu tanggung jawab sama adek!" Nada abang meninggi.
"Adek gasuka ibuk dihina, bang." Aku menunduk.
"Dek.." Telapak tangan abang mendarat lembut di kepalaku. "Abang tau adek gasuka digituin tapi ibuk juga pasti gasuka liat anaknya pukul - pukulan di party orang." Jelas bang Dowoon.
"Maafin adek, bikin malu abang." Aku kembali menunduk.
"Engga sama sekali kok, dek." Abang senyum, manis banget.
"Yaudah, yuk pulang. Paling ibuk udah nunggu." Aku berjalan menuju mobil.
/greb
"Gabisa dek." Abang menarik tanganku. "Kamu pulang babak belur gini, nanti abang juga ikutan babak belur."
"Ih, engga lah. Masa adek bakal mukulin abang jugaa." Aku menyipitkan mata.
"Ibuk weyy, nanti abang dipukulin ibuk pake sudipp!" Abang bergidik.
Aku tertawa keras. "Enggak lahh.. mana mungkin abang dipukulin sama ibukk. Abang kan kesayangannya ibuk jugaa." Meski udah ngomong begini, tetap saja tersirat ketakutan di tatapan abang.
"Ke kosan abang aja dek."
-Bersambung-