Biasanya di jam-jam seperti ini banyak orang yang berjalan-jalan dan mengucapkan selamat pagi dengan riang. Akar Kelapa dan Sus di pukul tujuh lewat sepuluh, Tuan Skippy dua puluh menit setelahnya, dan Nyonya Macaron saat jarum jam nyaris menyentuh angka delapan. Biasanya di jam-jam seperti ini toko bunga Havermut sudah buka. Dia akan bersenandung kecil sambil menyiram tanaman di pelataran, diiringi gesekan biola Astor yang sudah mangkal di sudut kanan. Juga bunyi kayuhan sepeda Chips. Serta derap langkah kaki penuh irama milik Wafer. Namun, tidak. Pagi ini tidak seperti pagi-pagi yang biasa. Seolah ini pagi yang lain; seakan ini pagi yang berbeda. Untuk pertama kalinya dalam sejarah jalanan Kota Kue Kering dilanda hening. Sepi merayap dari sudut-sudut bangunan, angin berembus lebih kencang, dan hawanya lebih dingin. Aneh. Ke mana perginya orang-orang?
"Ini tidak bisa dibiarkan! Kita harus cepat mengambil tindakan, Tuan Putri." Terdengar suara dari arah Toples Pertemuan, sebuah aula temu yang terletak di tengah kota.Bisa jadi itu suara Cornflake, Tusuk Gigi, Ciput, Butter Cookie, atau Semprit.
Mungkin juga Choco Chips.Entahlah. Agak sulit diprediksi. Suara itu langsung tenggelam dalam pekik-pekik nyaring yang membaur dalam gema satu suara pernyataan setuju. Terlalu sulit untuk menerka siapa yang berbicara, walau semuanya jelas sepakat---hanya itu bagian paling terang sejauh ini.
“Kita harus mengirimnya,” kata suara itu lagi. Kali ini diselipi nada-nada sendu di akhir kalimat yang terdengar seperti rasa iba. Ah, pasti Butter Cookie. Semua orang tahu dia punya banyak stok kasihan. Kadang dia membaginya dengan kucing liar tak terurus, memberinya tiket cuma-cuma menuju surga melalui racun tikus kelebihan dosis. Kadang juga pada anak-anak bunga milik Havermut, membebaskan mereka dari siksa telinga akibat suara sumbang diva tak jadi itu dengan cara mencabut. Macam-macam.
“Tapi dia masih kecil,” desah Putri Salju.
“Sama kecilnya dengan Tuan Putri yang menanggung beban untuk memimpin Kota Kue Kering.” Lantunan ‘ya’, ‘benar’, ‘setuju’, dan aneka bunyi serupa berlomba-lomba memenuhi aula. Tidak perlu dinyatakan dalam bentuk dialog karena pastilah akan menghabiskan banyak tanda seru. Dan itu tidak bagus.
“Tapi---”
“Tuan Putri, tolong maafkan kelancangan hamba. Hamba mewakili seluruh penduduk Kota Kue Kering yang mungkin tidak sanggup mengatakan hal ini. Bukan maksud kami mendesak Tuan Putri, juga bukan maksud kami untuk melemparkan seorang anak ke liang kuburnya sendiri, namun kami meyakini jikalau kewajiban tetaplah kewajiban. Tanggung jawab tetaplah tanggung jawab.
“Batu Oven telah dicuri. Dan tidak ada yang tahu siapa pencurinya kecuali kesaksian Lidah Kucing yang melihat bayangan bulat hitam berlari ke luar kota membawa sebongkah cahaya di ujung malam.
“Hanya keturunan kesatria kerajaanlah yang memiliki wewenang dan keberanian untuk pergi mencari serta merebut batu itu kembali, Tuan Putri. Hanya mereka---maaf, maksud hamba---dia yang bisa melakukannya.” Bukan hal yang mengherankan jika Cornflake pernah memenangkan lomba bersilat lidah tujuh tahun berturut-turut. Dia memang pantas mendapatkan medali untuk urusan berbicara. Kepandaiannya menyampaikan pendapat dalam balutan kesopanan tidak patut diragukan.
Sayang, bakat itu sering muncul di saat-saat yang tidak tepat.
Juga sering digunakan di saat-saat yang tidak tepat. “Bi-bintang?” Ternyata sadarnya pun sama saja. Di saat yang tidak tepat. Semua orang yang berjubel dalam tempat pengap penuh debu itu mengikuti arah pandang Cornflake. Pada pintu masuk dan keluar aula yang daun pintunya sedikit terbuka. Dengan seseorang yang diam berdiri di sana bagai patung. Atau pigura. Atau tiang obor. Atau ... aku. Keturunan kesatria kerajaan yang mereka bicarakan itu. Satu-satunya.
🍪🍪🍪
Happy Reading!
Jangan lupa klik vote dan komen juga biar authornya semangat menulis yes.
Kenalan dulu yuk sama authornya, langsung gas yak agaraeld
See you next chapter:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Kedua
Fantasy[Update Setiap Senin] Misiku adalah untuk membawa pulang batu Oven yang telah dicuri oleh Mata Bayangan. Bagaimanapun caranya. Terdengar sangat menantang memang, apalagi aku adalah keturunan kesatria kerajaan yang memiliki bakat mengonfrontasi maut...