1

3.8K 222 29
                                    

Bagaikan sebuah siklus wajib Lea pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, hal itu terjadi secara berulang-ulang didalam hidupnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagaikan sebuah siklus wajib Lea pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, hal itu terjadi secara berulang-ulang didalam hidupnya. Itu begitu flat nan membosankan, seperti sebuah fragmen yang bersifat adhesif yang tak bisa dia lepaskan dalam kodratnya sebagai seorang wanita dan seorang istri. Lea mengarahkan pandang ke akasa menatap cahaya matahari yang bentuknya tak pernah berubah. Dia mengaksentuasi padah titik terterang cahaya matahari selama beberapa detik, membuat penglihatannya menjadi gelap saat melihat kearah dinding rumah. Bunyi batuk terdengar dari ruang tengah, memberi tanda bahwa ada atensi lain yang turut serta berada di dalam rumah itu.

Kompor dimatikan saat dirasa nasi goreng yang sejak tadi dia masak sudah menunjukan tanda-tanda makanan itu sudah masak dan siap untuk disajikan. Lea mengambil sarbet bersih untuk jadi isolator agar tangannya tidak terasa panas saat memegang pegangan kuali. Dia kemudian memidahkan nasi goreng itu ke dalam wadah, dibelakang punggungnya terdengar bunyi decitan Jimin menarik kursi. Lea kemudian meletakan nasi goreng itu ke atas meja.

"Besok aku ada perjalanan bisnis selama tiga hari," Kalimat itu bukanlah hal yang ingin Lea dengar dari Jimin pagi ini. Karna lebih baik pria itu tidak usah lagi berbicara padanya.

"Oppa akan pergi bersama Jin Oppa?" Biasannya Jin yang menjabat sebagai direktor juga ikut pergi bersama Jimin, dan hal itu membuat Lea sadar satu hal. Jika Jin adalah salah satu orang terdekat Jimin, berarti Jin juga sudah tau sejak lama jika Jimin berselingkuh.

"Tidak. Aku pergi bersama sekretaris ku." Lea merasa tak lama lagi dirinya akan meledak seperti sebuah amberit. Dadanya cukup terasa sakit mendengar itu, Lea tersenyum samar. Jimin pasti tidak ada perjalanan bisnis, sepasang kekasih itu pasti hanya ingin pergi liburan.


Lea tidak punya adikara melarang Jimin untuk tidak pergi. Rasanya dia seperti menikah dengan sosok asing yang tidak pernah ia miliki, sosok yang begitu sulit dia erat dalam genggamannya. Lea memilih tidak bicara lagi, baik sekedar bercerita kepada Jimin seperti hari-hari sebelumnya. Wanita itu tidak lagi ceria seperti hari-hari sebelumnya, dia lebih banyak diam tanpa menghiraukan Jimin sedikitpun sampai Jimin berangkat ke kantor. Barulah setelah itu Lea bisa menangis melampiaskan segala rasa sakit yang dia tahan-tahan di hadapan Jimin tadi. Dengan kontur kesedihan yang begitu kontras dengan tangisannya.


Tangisan yang keluar dari matanya tidak begitu deras, hanya bercucuran  pelan melewati pipinya. Sampai bunyi deringan ponselnya membuat Lea segera mengangkat panggilan masuk tersebut. "Lea kau diamana?" tanya Ara membuat Lea menghapus sisa air mata di pipinya.



"Aku dirumah."


"Kau menangis?" tanya Ara sangat peka sekali untuk dapat mendengar suara sendu Lea dari panggilan suara.


𝐃𝐚𝐦𝐚𝐠𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang