Enjoy your reading
_______________________________
Gema tawa hangat bak malaikat mengalahkan bunyi gemerincik sungai yang mengalir. Menghangatkan hati melihat ekspresi senang yang tertera. Tangan mengangkat hewan buruan. Memamerkan hasil tangkapannya dengan bangga pada pria yang menonton di tepi sungai. Senyum tak lepas dari wajahnya kala memperhatikan sang gadis kecil berusaha membawa dua ikan besar. Kakinya menapak hati-hati agar tidak tergelincir jatuh.
"Jangan hanya melihatku saja. Bantu aku atau tidak ada makan malam untukmu," ancamnya kesal.
Muzaka terkekeh, ia mengulurkan tangannya. Menerima ikan segar demi meringankan beban yang dibawa. Menyeringai penuh arti, sang gadis memercikkan air jernih langsung mengenai wajah Muzaka. Tak mau mengalah yang lebih tua membalas perbuatannya. Perang air pun terjadi. Merasa sudah cukup basah, Muzaka memutuskan mengakhiri. Ia menarik putri kecilnya ke pinggir sungai.
"Paman," panggil Ashleen. Ia tercengang menatap ke daratan yang lebih tinggi dari tempatnya berdiri. Muzaka yang bingung, mengikuti arah pandangnya. Matanya melebar seketika.
Seseorang dengan gaun putih panjang berdiri tanpa kesulitan di tanah berumput yang menurun. Senyum tipis menghiasi wajah ayunya. Mata merah meneduh penuh kasih sayang. Wajah yang hampir ia lupakan setelah lamanya tak berjumpa. Terlebih lagi, ia menampilkan ekspresi yang jarang sekali diperlihatkan.
"Muzaka." Suaranya mengalun lembut. Kontras dengan kepribadian yang setahunya sedingin es kutub.
"Mereka menunggumu."
Mereka siapa?
Batin Muzaka bertanya-tanya. Siapa mereka yang dimaksud olehnya? Siapa yang menunggunya? Dan mengapa?
"Ayo, pulang Muzaka." Tangan pucat terulur. Menunggu mantan Lord Werewolf itu menggapainya.
Muzaka berkedip ragu. Ia mengalihkan perhatian pada Ashleen. Gadis itu hanya melengkungkan kurva lebar. Mendorong tubuh kekar untuk menghampiri wanita yang menanti dengan sabar.
"Ashleen, Aku-"
"Pergilah," Pintanya."Mereka membutuhkanmu, Ayah."
Mendengar panggilan itu jantung Muzaka berdegup kencang. Ia berbalik menatap Ashleen. "Ashleen, kau bilang apa?"
"Terima kasih, Ayah."
"Terima kasih?" gumam Muzaka."Terima kasih untuk apa?"
"Untuk segalanya."
"Ashleen, seandainya kau tahu." Tenggorokannya tercekat. Muzaka menatap lekat wajah putrinya. Mengukirnya di dalam ingatan, agar ia tak melupakan Ashleen."Betapa bersyukurnya aku... memiliki dirimu...disisiku."
Ashleen tersenyum."Aku tahu."
"Aku selalu tahu, setiap kau melihat diriku."
Air mata mengalir tanpa bisa ditahan."Jangan menangis, Ayah."
***
Mengerang lemah, Muzaka membuka kelopak mata. Berusaha menfokuskan retinanya kala telinganya menangkap suara seseorang diikuti dengan derap langkah yang mendekat. Sepasang tangan membantunya mendudukkan diri. Menyenderkan punggungnya yang masih terlalu lemah untuk tetap tegap. Ketika ia sepenuhnya sadar, Garda dengan senyum lega adalah yang pertama kali ia lihat. Kemudian Raizel yang berdiri di sebelahnya. Lalu diikuti seluruhnya secara bergantian.
"Syukurlah anda sudah sadar."
Muzaka melirik. Terkejut mendapati wajah yang familiar ada di depannya. Tentu saja, siapa yang tidak kaget bila melihat orang yang dianggap sudah mati.

KAMU SEDANG MEMBACA
War Of The World
Fanfiction[ slow update ] Tak berselang lama Cadis Etrama Di Raizel terbangun dari tidurnya. ia harus berhadapan dengan berbagai permasalahan yang tak henti-hentinya datang. Ia bersama pelayan setianya bernama Frankenstein, tiga manusia modifikasi yang berpih...