Part 2

8 3 8
                                    


Bulu mata lentik itu mulai  mengerjapkan matanya berulang-ulang. Dengan perlahan ia membuka matanya hingga terbuka sempurna. Menatap sekeliling ruangan yang didominasi oleh warna putih.

" A-aku dimana?" Ucap Rea, entah kepada siapa ia bertanya yang pasti di tepi ranjang berbalut sprei putih ini terdapat seorang laki-laki berseragam sama dengannya.

" Udah sadar Lo?" Bukannya menjawab pertanyaan malah berganti bertanya.

"U-udah" jawab Rea.

" Lo gagu atau gimana si?" Tanyanya lagi

"Buk..."

"Lo di UKS. Gue pergi" ucapnya memotong ucapan Rea dan beranjak pergi begitu saja.

Rea hanya melongo melihatnya pergi. Baru kali ini ia mengenal spesies kulkas 7 pintu.

Rea tak ambil pusing, ia segera beranjak dan mencari ruang kepala sekolah.

Tak lepas dari tatapan mata dan bisik-bisik dari siswa yang melihatnya berjalan menunduk menyusuri setiap koridor.

Anak baru kah?
Ih,cupu!
Kampungan banget sih!
Jadi korban bully nih.
Itu bukannya tadi yang pingsan?
Norak banget sih! Gitu aja pingsan.

Banyak caci maki yang terlontar mulus masuk ke Indra pendengarannya. Tak apa! Baginya ia sudah dilatih cukup oleh papa nya.

Hingga langkahnya terhenti tepat didepan ruang kepsek.

Tarik nafas,buang. Itu yang dilakukan Rea saat ini agar dapat mengurangi rasa gugup dan takutnya sekaligus.

Tok..tok..tok..

"Permisi"

**

Kriiing...

Bel masuk terdengar nyaring ke seluruh penjuru sekolah. Siswa siswi mulai berhamburan lari masuk ke kandang masing-masing. Guru BK pun mulai beraksi untuk berpatroli.

Sekolah dengan aturan yang ketat,namun tidak menantang lagi untuk  ARLAN GALAKSI CANDRAKUSUMA, cowok badboy namun tak luput pula dengan nilai yang terbilang tinggi. Karena ia mempunyai prinsip, nakal boleh bodoh jangan. Terbukti sekarang terlihat cowok dengan santainya melahap makanan yang akan habis disantapnya. Kantin saat ini sepi, hanya ada Arlan dan ketiga temannya yaitu,

Reza Anggara Stefan, cowok dingin akan tetapi masih memiliki jiwa humor.

Bobi perdana, terkenal gesrek dari semua temannya.

Brahma Adi, Kapten futsal yang memiliki jiwa kepemimpinan.

" Yok Ar! Liat tuh! Pak kumis tebel udah bawa senjata pustaka nya" ucap Brahma membujuk Arlan yang memang mempunyai sifat bandelnya yang gak nanggung-nanggung.

"HM" jawabnya

"Hm, apaan? HM iya ap HM ogah?" Kini giliran Bobi yang angkat bicara.

"Lama lu pada. Yok!" Bukan Arlan yang bicara tetapi Reza yang tak mau ambil pusing atau mendengarkan perdebatan yang menurutnya ribet.

"Duluan lu pada. Entar gue nyusul" Arlan kini angkat bicara.

" Serah lu ya Ar. Gue mah ogah disuruh lari-lari apa lagi kalo kena senjata pustaka itu tuh. Lu mau kena sabet Ar?" Ujar Bobi

"Serah. Gue pokoknya males masuk"

"Tau dah. Hati-hati Lo ye. Gue tinggal" ujar Bobi lagi

" Elu yang ditinggal noh" ucap Arlan sambil menunjuk menggunakan dagunya kearah temannya yang sudah menjauh.

"Wah bener-bener tuh orang. WOY KAMPRET!" Teriak Bobi berjalan setengah berlari.

**

Sekolah kembali sunyi. Langkah kaki gemetar berjalan menyusuri koridor menuju kelas XI IPA 4. Kali ini Rea benar-benar tiba di depan ruangan yang akan menjadi kelas barunya. Mengetuk pintu dan membuka pintu membuat semua pandangan beralih menatapnya.

" Permisi Bu. Ini benar kelas XI IPA4?" Ucap Rea, jangan lupakan dengan badan kaku yang gemetar.

" Oh, Rea Arini Wijaya kan?" "Masuk nak masuk" ucap guru wanita yang masih terlihat muda dengan kacamata yang menggantung di hidung mancungnya.

Sudah dipastikan mendapat izin, Rea segera memasuki ruangan tersebut.

" Anak-anak ini anak murid baru yang akan bergabung di kelas kalian. Silahkan perkenalkan diri"

"Hai. Na-nama saya R-rea Arini Wijaya. Panggilan Rea" ucapnya dengan gaya bahasa gagu. Sebenernya ia bukan orang gagu tapi hanya saja rasa takut dan jarang bergaul membuatnya benar-benar nervous.

Terlihat jelas tatapan mata menunggu apa yang Rea ucapkan. Tak hanya sebatas tatapan, murid yang saling berbisik pun tak terlewatkan.

Gagu?
Cantik sih. Cuma cupu aja.
Hai Beb!
Gak Jelas! Ngomong aja lemot!

" Asal sekolah?" Salah satu siswa mengangkat tangannya. Terlihat pakaian yang rapi dengan atribut yang lengkap, berwajah cukup tampan. Sepertinya ia salah satu anak teladan di sekolahan ini.

" Home schooling" jawabnya benar adanya.

"Baik, silahkan duduk di...... Nah samping Bobi itu kursinya kosong" ucap guru tersebut sambil menunjuk ke arah kursi kosong tepat di tengah-tengah.

Tatapan dan suara bisikan mengiringi langkahnya. Hingga ia mendudukkan bokongnya di kursi kosong di samping cowok  yang guru tadi menyebutnya Bobi.

" Elu duduk disini bukan berarti ini tempat duduk lu ya. Ini kursi udah ada penghuninya. Kalo sampe tuh orang tau bisa jadi sate Padang lu entar" ujar cowok tersebut.

"I-iya"

Mata pelajaran pun berlangsung tidak lama, kira-kira hanya tersisa 30 menit lagi.

Kriiiiing...

Bel berbunyi membuat para murid ingin segera memanjakan lambung ke kantin.

Tapi tidak dengan Rea, ia hanya menelungkupkan tangannya untuk tidur sejenak. Belum lama ia terpejam, suara bariton membangunkannya.

" Heh! Minggir!" Ucapnya membuat Rea mendongakkan kepalanya hingga tatapannya bertemu.

"Oh, i-iya"  jawab Rea. Tapi tunggu! Wajah didepannya sekarang ini seperti tak asing.emmmm oh! Ketemu! Dia bukannya spesies cowok kulkas 7 pintu di UKS tadi?

Tak mau ambil resiko ia segera beranjak dari tempat duduknya. Kini ia hanya berdiri sambil memeluk tas ranselnya . Jujur ia tak tahu harus kemana dan bagaimana.

"Ngapain berdiri di situ. Hush hush" usir Arlan.

" S-saya murid baru jadi tidak tahu harus duduk dimana" ucap Rea memberanikan diri.

" Nyusahin. Eh! Ketua kelas! Nyari meja kursi Sono! Tugas lu ngapain" perintahnya kepada siswa yang berada tepat di samping kanannya.

"Santuy abang" jawab orang yang disebut ketua kelas itu sembari mencolek Arlan  dengan nampang genitnya.

"Brahma sialan!" Yap! Ketua kelas XI IPA 4 adalah si ketua futsal, Brahma.

Tak berlangsung lama. Kini tatapannya beralih ke arah gadis yang terus menunduk, Rea.

"Duduk!" Ucapnya dengan muka datar.

"Ha?" Ucap Rea memastikan apakah ia salah dengar.

"Otak Lo lemot banget kerjanya. DUDUK!"

" Oh. I-iya" jawab Rea lalu kembali duduk di tempat semula. Ia kembali menelungkupkan tangannya untuk melanjutkan tidur. Sebenarnya ia tak benar-benar tidur hanya saja ia tidak tahu harus berbuat apa.

Tanpa Rea sadari ada sepasang bola mata yang menatap rindu kearahnya.

*****""

Jangan lupa vote ya

Next

A&RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang