Pelepasan

209 105 71
                                    

   “Nay, mama mau ke apotik. Obat kamu abis. Mau ikut nggak?” merangsek tubuh untuk berdiri

Di tengah jalan, kami bertemu dengan orang yang dituakan di kampung kami. Sebenarnya belum terlalu tua. Usianya baru sekitar 45 tahun. Namanya Ustad Wahab. Dia juga sering mengajar di TPQ.

Dia terus menatapku dengan lekat khususnya bagian kaki. Iya, aku tau sekarang aku pincang tapi apakah harus diperhatikan sebegitu intens? Aku agak risi dipandang lama oleh seseorang.

   “Assalamu’alaikum. Bu Siti mau pergi kemana?” tanyanya basa basi

   “Wa'alaikumsalam. Ini mau ke apotik buat beli obatnya Naya, Pak. Udah beberapa minggu kakinya nggak sembuh-sembuh.”

   “Nanti bisa ke rumah saya, Bu? Ada yang perlu saya bicarakan. Naya juga.”

   “In shaa Allah setelah dari apotik saya langsung ke rumah Ustad. Kalo begitu kami pergi dulu. Assalamu'alaikum”

   “Waalaikumsalam”

Sekilas aku menengok ke belakang. Ia tersenyum dengan senyuman aneh. Predator yang mematikan. Jadi makin seram.

Aku terus merengek tidak ikut ke rumah Ustad Wahab. Melancarkan 1000 alasan sia-sia karena ibu langsung menepisnya.

   “Kamu itu kenapa? Kaya nggak biasanya ngaji sama pak Wahab aja”

Dulu aku mengaji pada beliau. Beliau suka bercerita itulah yang aku suka. Akan tetapi aku sekarang takut entah kenapa. Hati manusia memang plin-plan!

   “Assalamualaikum”

Istri Ustad Wahab menyambut dengan senyumnya yang khas. Dia juga seorang ustazah.

   “Wa’alaikumussalam. Duduk dulu Bu Siti, Nay.”

   “Makasih Ustadzah. Maaf kami mengganggu. Kami tadi disuruh Ustad Wahab untuk datang ke rumah.”

   “Nggak perlu sungkan Bu Siti. Kami senang kalo ada tamu yang berkunjung. Kebetulan abi ada di dalam. Mari, sekalian masuk.”

Tak lama, Ustad datang bersamaan dengan Ustazah yang membawa minuman.

   ”Mi, tolong bawa Naya wudhu dulu. Kasih mukena yang ada di lemari."

Wudhu? Mukena? Untuk apa? Apa mereka akan menyuruhku shalat? Tapi, bukankah hukumnya haram kalo shalat saat matahari tepat di atas kepala?

   “Maaf Ustazah, saya lagi itu

Ia tersenyum, “Nggak apa-apa.”

Aku dibawa ke sebuah ruangan lumayan besar dengan memakai mukena. Ustad datang membawa kaleng dilapisi plastik. Untuk apa? Wallahu a’lam.

   “Assalamualaikum.”

   “Waalaikumsalam,” jawabku bingung

Hening sebelum...

A'udzubillahiminasyaitonirrajim
Bismillahirahmannirahim

Aku tak sadar

***

Entah apa yang mereka lakukan tapi hal itu sungguh membuat badanku terasa remuk. Rasa sakitnya melebihi pukulan teman-temannya Alvin dalam mimpi atau bahkan menembus dinding pembatas dunia mimpi dan nyata.

Setelah siuman, aku langsung diberi minum. Kulihat mama menatap dengan mata berkaca-kaca. Ada apa sebenarnya?

   “Kamu ganas juga, Nay,” ucap Dhea yang entah sejak kapan ada di sampingku

Kunaikkan satu alis untuk meminta penjelasan. Dia memperlihatkan ponselnya dan memutar sebuah video. Seseorang itu menyeramkan. Ia berteriak dengan suara berat, matanya hitam tanpa selaput putih sedikit pun, tubuhnya merayap di dinding atas seperti ular. Yang lebih menyeramkan, orang itu adalah aku.

   “Naya, apa kamu pernah mengambil sesuatu yang bukan milikmu?”

Loading, apakah Ustad pikir aku seorang pencuri? Ya ... emang pencuri sih, pencuri hati kaum adam.

   “Nay?” panggil ustadzah lembut

   “Eh, iya, kenapa?”

   “Apa kamu pernah mengambil sesuatu yang bukan milikimu?” tanyanya sekali lagi

   “Iya, tapi dalam mimpi. Di dunia nyata seingat Naya nggak pernah, Ustad.”

Ustad Wahab tersenyum, kali ini pure bukan seperti saat beliau meminta aku dan ibu mampir.

   “Kita hidup berdampingan dengan makhluk lain di dunia ini. Kita harus menghargai mereka. Kita tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milik kita. Kita saja yang manusia akan marah jika ada milik kita yang diambil paksa. Jadi, mereka juga akan melakukan hal yang sama.”

   “Tapi itukan cuma mimpi. Bukankah mimpi itu hanya bunga tidur?”

   “Mimpi manusia semua sudah jelas diterangkan oleh Allah melalui perantara Rasulullah SAW (Al Qur'an). Menurut Rasulullah mimpi terbagi menjadi tiga hal yaitu mimpi yang datang dari Allah SWT, mimpi yang datang dari gangguan syaitan, dan mimpi yang datang dari imajinasi seseorang.

Pertama, mimpi kebaikan. Mimpi ini adalah mimpi yang disukai oleh kebanyakan orang. Karena mimpi ini datangnya dari Allah SWT dan hal itu merupakan suatu nikmat. Karena jika ia bermimpi seperti itu, dapat membuat seseorang menjadi lebih semangat dan juga bergembira.

Rasulullah SAW menyebut mimpi yang baik (ru’ya ash shaalihah) sebagai kabar baik. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ”Takkan ada yang tertinggal dari kenabian kecuali kabar baik, Mereka (para sahabat) bertanya: ”Ya Rasulullah! Apakah kabar baik itu?”. Rasulullah menjawab: ”mimpi yang baik”. (HR. Bukhari).

Kedua, mimpi karena diganggu syaitan atau mimpi buruk. Setan akan selalu menggoda manusia setiap saat dan termasuk di dalam tidur. Salah satu cara agar terhindar dari mimpi ini adalah membaca ta’awudz, yaitu meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan. Mimpi ini baiknya tidak diceritakan kepada orang lain dan yang bermimpi harus bersabar dalam hal itu. Karena ingatlah bahwa setan itu musuh manusia dan berusaha menyakiti, juga membuat sedih manusia. Sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi :
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (QS. Al-Mujadalah: 10).

Dan yang terakhir adalah mimpi karena imajinasi seseorang. Mimpi seperti ini biasanya berasal dari bisikan jiwa atau suatu pikiran yang akhirnya terbawa dalam mimpi. Mimpi ini tidak lain adalah mimpi yang dibuat sendiri oleh orang yang mengalaminya. Misalnya ketika seseorang sedang memikirkan sesuatu atau memiliki imajinasi tertentu, hal itu kemudian muncul di alam mimpi ketika dia tidur. Mimpi tersebut tidak memiliki makna apapun selain sebagai bunga tidur semata.

Oleh karenanya di antara bacaan dzikir saat tidur yang patut diamalkan adalah,
BISMIKA ROBBI WADHO’TU JAMBII, WA BIKA ARFA’UH, FA-IN AMSAKTA NAFSII FARHAMHAA, WA IN ARSALTAHAA FAHFAZH-HAA BIMAA TAHFAZH BIHI ‘IBAADAKASH SHOOLIHIIN.

Yang artinya Dengan nama Engkau, wahai Rabbku, aku meletakkan lambung-ku. Dan dengan nama-Mu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi, apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah (dari kejahatan setan dan kejelekan dunia), sebagaimana Engkau memelihara hamba – hamba-Mu yang shalih.”

Ketika Aku SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang