She Is My Hero

261 118 52
                                    

Setelah mimpiku hari itu, aku meriang. Merindukan kasih sayangnya Kai Shouma. Kaki kananku juga bengkak di bagian dia mencium kakiku. Apakah efek dicium semenyiksa ini? Jika iya, aku tidak mau dicium sama Kai Shouma sekalipun.

"Kok, bisa kayak gini?" tanya Mama

"Ah, sakit."

Mama itu dokter pribadiku. Kalau aku sakit, pasti bisa menyembuhkan. Tidak tahu pakai mantra apa.

"Makasih, cepet ke sini ya," ucapnya di akhir telepon

Tak lama kemudian, Om Rendi datang membawa koper yang lumayan besar. Pasti aku mau dikasih uang.

"Kamu bisa sakit juga, Nay?"

"Kan Naya masih manusia, Om, belum jadi robot." Ia terkekeh. Apa yang lucu?

"Kenapa bisa gini?" tanya Om Rendi sama dengan mama

"Nggak tau"

Tidak mungkin 'kan aku mengatakan kalau aku mimpi habis dicium sama fans ular? Bisa-bisa mereka menertawakanku. Aku 'kan bukan badut!

"Apa yang kamu rasain sekarang?" Aku jadi ragu. Ini Om Rendi atau polisi?

"Biasa aja."

"Serius?"

"Nggak bohong. Nih, Naya masih bisa senyum."

Kuperlihatkan gigi putih khas iklan pasta gigi.

Om Rendi menelepon seseorang, "Tolong bawa ambulans ke desa Kecitran sekarang"

"Apakah lukanya serius?"

"Aku menduga Naya digigit ular."

Mama cukup kaget saat itu begitu juga aku. Kok Om Rendi tahu kalo aku habis dicium sama ular. Apakah selain dokter ia juga seorang cenayang?

"Aku nggak yakin makanya Naya mau kubawa ke laboratorium."

Tak berselang lama, aku dibawa menuju mobil liu-liu dengan kaki diperban kemudian dimasukkan ke ruangan.

"Hasilnya negatif"

"Alhamdulillah"

Om Rendi memberikan resep. Dua kata "Tak Terbaca". Aku pulang dan segera minum obat. Tak lama tidur melanda.

***

Hari ini kejuruanku dan kejuruan sebelah bergabung. Aku sekarang berada di XI TKJ 2 bergabung dengan XI TKR 2. Bangku terisi penuh oleh siswa. Aku ditunjuk untuk membagikan hasil ulangan tempo hari. Dengan kaki yang masih pincang, aku maju ke depan.

Saat aku tengah membagi, salah satu kaki siswa TKR nyeladang. Hal itu nyaris membuatku jatuh tersungkur. Untung aku lumayan pro dalam menari balet. Aku baru saja mau menamparnya tapi segera kuurungkan karena di sana ada guru.

"Bu, tolonglah. Dia jail sekali," aduku

Ada apa? Suaraku tidak bisa keluar. Baru terdengar setelah satu menit. Itupun seperti berada di ruang sebelah. Sebagian dari mereka menertawakan tapi aku tidak menghiraukannya. Satu orang lagi melakukan hal yang sama. Karena geram, aku meninjunya. Aku tidak peduli dia mengaduh. Siapa suruh mulai duluan! Sekarang rasakan!

Jam menunjukkan pukul 3 sore. Aku bersiap pulang. Lagi, dengan kaki pincang. Segerombol orang menghampiri? Apa lagi? Mereka ingin tanda tanganku??

Bugh

Mereka menyiksaku. Mereka bersama dan aku hanya sendirian? Terlihat pengecut bukan?

"Ini balasannya karena lo macem-macem sama gue!" ucapnya penuh intimidasi

Aku tahu itu suara Alvin, orang yang kutinju tadi. Sialnya kakiku yang pincang makin tidak bisa dikondisikan. Aku berteriak tapi tak ada yang mendengar.

Semakin lama mereka membabi buta. Aku tidak tahu saat sampai rumah masih berbentuk atau tidak. Itupun kalau sampai rumah, karena kulihat tubuhku melayang dan sebentar lagi jatuh ke jurang. Kupejamkan mata, menunggu ajal tiba.

Bakk

Aku terjatuh tapi tidak sakit. Apa langsung coid? Kubuka mata. Mama menyelamatkan dengan sayap terbentang.

Ketika Aku SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang