Mobil merah maroon mengkilat itu telah berjalan menyusuri jalanan kota, membaur dengan ratusan kendaraan lain yang ingin mencapai tujuan masing-masing. Walau membaur tetap saja mobil Neena yang paling mencolok.
Neena menginjak dalam pedal gas di kakinya, mobilnya bergerak lincah di tengah jalanan padat itu. Itu hobi Neena, sedikit menyukai hal yang berbau balap. Dengan waktu 15 menit saja dia sudah sampai di tempat kuliahnya ini, sebuah universitas swasta dengan gedung A 10 lantai dan juga memiliki gedung B yang memiliki 7 lantai. Terlihat megah bagi siapa saja yang melihatnya dari luar.
"Duhh ni perut napa laper trus aja si bawaannya, mana mager lagi mo kekantin," Neena masih tetap diam di jok mobilnya meski lapar melanda perutnya kini.
Dengan memikirkan segala sebab dan akibat dari semua itu gadis bermuka imut ini akhirnya membuka pintu mobilnya dan berjalan dengan malas menuju kantin.
Dengan 267 langkah kaki, dia telah sampai. Sampai di sebuah tempat dengan hamparan kursi dan meja memenuhi pandangan, begitu juga dengan puluhan wajah tertekuk para murid yang mengerjakan tugas mata kuliahnya.
"Buu, Neena pesen burger double cheese sama fresh milk nya masing-masing satu ya bu," ucap Neena dengan datar lalu berjalan kearah meja.
"Aduh mukanya datar amat neng kayak triplek aja," balas ibu kantin itu. Itu kantin langganan Neena dan dia sudah biasa bergurau seperti itu.
"Ini keknya udah cekung deh bu," Neena tertawa mendengar candaannya sendiri, begitu juga dengan ibu kantin itu.
Neena dengan masih memasang wajah datarnya itu duduk disalah satu kursi yang untungnya kosong. Mata kuliah pagi selalu membuatnya begini, kasur seolah memanggilnya dari kejauhan dan menyuruhnya untuk tetap berada diatasnya.
15 menit kemudian kedua pesanan Neena itu datang, ia memakannya dengan lahap. Hobi makan, namun tak pernah gemuk itulah Neena.
Jarum waktu hampir menuju kearah angka 9, Neena mempercepat kunyahnya agar tak terlambat masuk nanti. Dosen mata kuliahnya kali ini termasuk dalam jajaran dosen killer yang pernah mengajar Neena. Tak peduli status orang tua Neena sebagai pemegang saham terbesar universitas ini, dosen itu tak pandang bulu dalam mengajar para siswanya.
Prinsip yang seharusnya ditanamkan pada semua guru di jagat raya ini.
Semua makanan itu telah habis, dia membereskan laptop yang sempat ia keluarkan tadi, dan membayar ke ibu kantin.
"Ini bu uangnya," Neena meninggalkan ibu kantin itu dengan pecahan uang seratus ribuan.
"Baik non, semangat ya non kuliahnya biar bisa ikutan kaya kayak bapaknya non."
Neena tak sempat mendengarnya, dia sudah berlari kecil menuju ruang kelasnya.
Kaya seperti bapaknya? Tentu saja Neena akan kaya, bahkan tak hanya 7 turunan, diperkirakan kekayaan keluarga Neena bisa mencapai 14 turunan. Selain takdir dan tuhan, tak ada yang bisa mengubah fakta itu.
. . .
Beruntung Neena tiba 2 menit lebih cepat dari datangnya guru killer itu, segera mencari tempat duduk yang kosong untuk dia duduki selama 2 jam kurang nanti.
Para siswa yang ia lewati menyapanya hangat, Neena membalasnya dengan tak kalah hangat. Rasa malas yang ada pada diri Neena tadi syukurnya telah hilang. Mungkin segelas susu segar dan burger double cheese mengembalikan moodnya.
"Hei sayang,"
Neena menoleh kebelakang, sedikit kaget. Asal suara itu ternyata berasal dari manusia ketiga yang paling Neena cintai di dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Devil
AçãoBangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi~ Lagu itu lagu yang tepat untuk menggambarkan kehidupan gadis yang bernama Neena Bora Adhyaksa ini, hanya saja lagu itu sedikit memiliki kekurangan, ada beberapa yang harus ditambahkan. Seperti...