Satu jam mereka sudah berkeliling, didalam jeep hitam gagah itu, dengan suasana yang begitu menyenangkan. Meski tak ada yang istimewa, hanya canda tawa yang mengisi.
"Makan dulu yuk sayang, laper," Biru memelas, membuat Neena lagi-lagi terkekeh melihat tingkat pria kesayangannya ini.
"Yang bawa mobil siapa? kok ngadunya ke aku? kalau mau makan yaudah ayok." Biru menunjukkan cengiran kudanya lagi sebagai balasan.
Jeep hitam itu berhenti, tepat di depan restoran di ujung jalan Eily. Restoran favoritnya Neena. Mereka berjalan pelan menuju pintu masuk restoran ini dengan banyak pasang mata yang mengarah ke mereka, entah kenapa mereka mungkin terlihat sebagai pasangan paling serasi yang ada di alam semesta ini.
Biru mengajak Neenanya untuk duduk di rooftop, pemandangan hiruk pikuk kota dari arah atas sini menjadi favorit mereka dalam 2 bulan terakhir. Pertama kalinya juga mereka mengunjungi restoran ini.
Sambil mengelus pelan pucuk kepala Neena, Biru memandang lurus kearah bangunan tua di depan restoran itu.
"Papa kamu udah pulang dari urusan di Maroko kemarin?" Biru kembali mencomot asal topik pembicaraan.
"Udah kok, baru aja kemarin papa pulang, memang kenapa? mau nemuin papa?" Biru tersenyum, lalu menggeleng pada Neena.
"Nanti aja, papa kamu pasti capek juga baru pulang."
"Tapi papa pas pulang kemarin mukanya cerah Biru, kayak seneng gitu bawaannya, gak ada kelihatan kalau dia lagi capek." Biru entah kenapa mendengar itu dia memperbaiki posisi duduknya, seperti tertarik dengan muka cerah papa Neena.
"Dia bilang 'misi berhasil' lagi?" Neena mengangguk dengan senyum manisnya.
Entah Neena mendengarnya atau tidak, Birunya ini mengeluarkan decakan pelan saat ini.
. . .
"Yah, semua aman, pelabuhan selatan berada dalam genggaman kita sekarang, kapsul-kapsul itu akan berlayar tanpa gangguan," pria dengan paras tampan, menjawab panggilan telepon genggam yang ada di tangannya. Suaranya yang berat terdengar menggema, membuat tertegun siapa saja yang mendengarnya.
"Bagus-bagus, para keparat itu ingin menang banyak rupanya. Apa mereka tidak sayang nyawa sehingga mau bermain licik dengan keluarga Auriga?"suara pria paruh baya terdengar di ujung sana, pria tampan ini hanya diam tak menjawab.
"Baiklah ayah tutup dulu, terima kasih telah membereskan para keparat itu ya." panggilan itu di tutup, kini pria itu berjalan menuju mobil sedan abu-abunya.
Mobil itu melaju kencang, membelah jalanan kota meninggalkan pelabuhan tempat puluhan nyawa melayang.
"Cortez, segera kau atasi mayat-mayat busuk itu, jangan sampai media mencium ini, aku tidak mau menambah tugas baru dengan mengurus mereka lagi."
"Baik pak, semuanya akan beres," jawab Cortez dari seberang telepon.
Satu masalah selesai, para keparat itu sudah 'diurus', masalah kapsul-kapsul itu terselesaikan. Kini 20 ton kapsul akan tiba dan beredar luas di kota ini, membuat kerusakan tak kasat mata pada banyak umat manusia, sementara bajingan dibalik semua ini tersenyum puas dibalik panggung kehancuran.
. . .
Titt...
Sebuah panggilan masuk ke telepon genggam milik pria ini, setelah mendengar sepatah dua patah kata dari seberang sana, bibir tipis nya menyunggingkan sebuah senyuman. Senyum yang terasa mencekam dan manis sekaligus.
"Kalian mulai saja duluan,"
. . .
Takdir memberi sentuhan merah pada sebuah ikatan ~ I
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Devil
ActionBangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi~ Lagu itu lagu yang tepat untuk menggambarkan kehidupan gadis yang bernama Neena Bora Adhyaksa ini, hanya saja lagu itu sedikit memiliki kekurangan, ada beberapa yang harus ditambahkan. Seperti...
