Ancient WAY

19 1 0
                                        

"Gila, udah berapa teguk itu yang elu minum bang?" terlontar sebuah pertanyaan dari mulut seorang pria berumur sekitar 18 tahun. Bukan jawaban yang dia dapat, tapi sebuah jitakan mendarat mulus di kepala dan rambut gondrongnya itu.
"Apaan anjir, orang gua nanya aja emang gak boleh apa?" mukanya merengut, kesal karena kepalanya sakit dan seisi tongkrongan menertawakannya.

Tawa lepas, cacian, bahkan hinaan yang katanya hanya 'candaan' itu, semuanya adalah  komponen mutlak dalam sebuah tongkrongan.

Ruangan sebesar 4x4. Tempat dimana dua belas manusia muda berkumpul, penuh gelas berserakan, kepulan asap, dan tentunya tawa yang tak pernah henti menggema, meski tak ada yang lucu. Pria yang terkena serangan jitakan tadi masih merengut, statusnya yang bisa dibilang junior membuat yang lainnya sering mempermainkan dirinya itu.

. . .

Pria tampan bermobil abu-abu itu turun dari mobilnya, melempar kuncinya ke salah satu petugas parkir toko buku ini.
"Tempat biasa," katanya dingin, petugas parkir yang sudah terbiasa tetap saja sedikit tertegun melihat sifat dinginnya itu.

Toko buku kecil, di pinggiran kota dengan desain unik memanjakan mata. Jika diturutkan ke jaman sekarang, toko buku ini bisa dibilang 'instagramable'.

"Biru, seri ke 11 nya baru keluar 2 minggu lagi, aku bagusnya beli PO atau nunggu di toko buku ini ya?"

"Kalau 2 minggu lagi, kenapa mampirnya sekarang?" Biru tersenyum lebar melihat tingkah Neenanya ini.

"Yang bilang aku beli seri ke 11 siapa? orang aku beli yang seri ke 10," dengan senyum lebar lagi, Biru menjawab Neena.

"Baru seminggu yang lalu kamu beli seri ke 10 nya, masa mau beli lagi? emangnya bukunya kemana sayang?" Neena hanya membalas dengan cengiran kudanya.

"Dipinjem temen, terus kamu gak tega buat minta, terus kamu jadinya beli baru aja, yang buku kemarin buat temen? bener kan Neena Bora Adhyaksa?" cengiran kuda Neena melebar, Birunya ini sudah tau persis apa yang terjadi rupanya.

"Yaudah biarin aja, orang cuma buku ini bisa dibeli lagi, gaboleh pelit jadi orang tu," pembelaan dari gadis imut ini.

Biru hanya bisa pasrah, mereka berjalan ke arah kasir, hendak membayar 1 buku seri ke 10 dan beberapa alat tulis untuk keperluan Neena. Untuk Biru jangan ditanyakan, mau segudang perlengkapan alat tulis pun, dalam sekejap pasti akan lenyap. Sudah hukum alamnya.

Dari dua sisi berlawanan, dengan masing-masing fokus pada yang mereka sibukkan, kedua sisi itu bertabrakan, Neena dan pria dingin itu. Membuat apa yang ada di tangan Neena berhamburan di lantai.

Tak seperti hal biasa yang terjadi di drama atau sejenisnya, tak ada dua manusia yang saling berebut membereskan barang yang terjatuh, tak ada saling terpaku dalam tatapan, yang ada hanyalah Neena yang merengut kesal dan pria itu yang hanya tetap berjalan santai, tak peduli Neena sudah meneriakinya dari belakang.

"Heh, tu mulut bisa digunain gak hah?! nabrak orang bukannya ngomong maaf kek, apa kek, ini malah sok cool. Dih." yang diteriaki tetap diam, berjalan dengan dinginnya ke tempat yang sudah menjadi tujuannya.

Biru tak mau memperpanjang masalah, dia menenangkan Neenanya.
"Udah biarin aja, anggep aja dia bisu,"
"Gak mungkin, dianya aja yang emang sok cool, sok ganteng banget," Neena jika sudah kesal dengan seseorang maka beginilah jadinya.
"Udah ah ayok, manusia di dunia ni banyak yang aneh, kalau semua dipusingin, nanti dunia ini diisi sama para manusia pusing dong," mendengarnya, Neena senyum tertahan, Birunya selalu bisa meredakan apapun yang meluap dari dirinya.

. . .

"Nah ini dia pak bos Dateng juga," ucap pria berumur 18 tahun itu.

~ Telah dimulai


Hello DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang