Pertemuan

116 15 17
                                    

Sebuah mobil terparkir di mension mewah itu. Seorang lelaki muda berparas cantik bersama dengan ibunya keluar dari mobil itu, dan berjalan memasuki mension itu. Tak lupa dengan dua penjaga yang mendampingi mereka.

Guanlin yang melihat kedatangan mereka, tersenyum tipis dibalik jendela itu, dan membukakan pintu untuk mereka.

"Selamat datang" ucapnya.

Sambutan itu dibalas senyuman oleh mereka. Mata jihoon menatap guanlin sedikit takut. Namun itu terlihat menyenangkan bagi guanlin.

"Mari masuk" ajaknya.

Mereka pun memasuki ruang tamu, dan berbincang disana.

"Apa kabar, nyonya Park ?"

"Ahhh aku baik guanlin. Bagaimana denganmu ?"

"Sama denganmu nyonya"

"Ahhh iya. Ini adalah Park Jihoon. Putra ku. Dia anak yang sangat cantik. Ayahnya sudah mengirimkan fotonya bukan ?" ucap nyonya park.

"Ya. Tuan Park sudah mengirimkannya. Tapi awalnya ku pikir ini beda orang hahahaha"

Nyonya Park bingung "Apa maksudmu guanlin ?"

"Yaa... karna jihoon jauh lebih cantik daripada di foto" goda guanlin.

Mereka berdua pun tergelak.

"Kau sangat pintar merayu guanlin. Tapi ngomong-ngomong, dimana orang tua mu ?"

"Ahh mereka ada urusan sebentar. Nanti juga akan datang"

"Baiklah. Tante juga minta maaf ya guan. Ayah jihoon tidak bisa datang dulu. Tiba-tiba saja dia ada urusan pekerjaan di luar negri" sesal nyonya Park. Dan guanlin hanya tersenyum maklum.

Tak lama pintu mension itu kembali terbuka. Menampakkan kedua orangtua guanlin memasuki mension itu.

"Ohhh ternyata kalian sudah datang" sambut tuan Lai ramah.

"Maafkan keterlambatan kami. Sebagai tuan rumah, seharusnya kami menyambut kalian" sambung nyonya Lai.

"Santai saja. Akh juga paham ini mengenai bisnis kan. lagipula guanlin juga menyambut kami dengan baik" balas nyonya Park.

Dan akhirnya mereka semua duduk bersama. Dengan nyonya Lai yang duduk di samping jihoon.

"Aahhh ini jihoon ya? Cantik sekali. Kau sangat menggemaskan nak" ucap nyonya Lai sambul menangkup pipi gembil jihoon.

"Terimakasih" ucap jihoon malu-malu.

Hening sejenak.

"Guanlin. Ajaklah jihoon mengelilingi mension ini. Supaya jihoon dapat mengetahui seluk beluk dari mension ini" tawar tuan Lai.

"Ah iya. Benar sekali, guan. Sebentar lagi ini akan menjadi tempat tinggal kalian. Ajaklah dia melihat-lihat" sambung nyonya Lai.

Guanlin pun bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri jihoon. "Ayo jihoon. Tidak perlu malu" ajaknya sambil memberikan tangannya.

Jihoon pun memegang tangan guanlin, kemudian mereka berjalan mengelilingi mension itu, meninggalkan orangtua mereka yang sedang membincangkan tentang masa depan mereka.

Mension itu sangat luas. Bahkan taman disana terlihat seperti hutan pribadi. Ohh jangan lupa, bahkan ada danau pribadi juga. Bahkan saking luasnya, mension itu terdiri dari tiga bangunan.

Yang mereka telusuri sekarang ialah mension utama, dan dua bangunan yang sedikit lebih kecil di seberang adalah paviliun. Tanpa disadari, genggaman tangan jihoon semakin erat pada tangan guanlin. Ia kagum dan sedikit takut tersasar nanti.

They Don't Understand Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang