43

4.5K 271 2
                                    

________

Disinilah Devan tengah berada, di sebuah cl*b. Selepas pulang kuliah, Devan tak pulang ke rumah, melainkan langsung menuju Cl*b, ditemani oleh Azil dan Agung, Devan di sana hanya meminum-minum saja, ingin melampiaskan kekesalannya.

Brak!

“Argh!” teriak Devan dengan tangan kanan yang memegang sebuah gelas yang berisi minuman keras seraya membanting gelas itu ke atas meja.

“Bro ... kita udah di sini tiga jam, Lo gak mau pulang? Ntar istri lo nyarik'in gimana?” tanya Azil membuat Devan tertawa miris.

“Istri? Hahahaha, gue gak punya istri! Gak ada yang bisa ngehalang gue pulang lama dari sini!” jawab Devan sempoyongan, sepertinya efek miras.

“Kayaknya nih anak ada masalah dah,” gumam Agung.

“Aqila ... Lo udah buat gue kecewa, lo ... lo udah buat gue hancur! Gue gak nyangka lo itu seorang jal*ng!!!” teriak Devan frustasi, meski begitu, Devan dalam keadaan mabuk.

Azil dan Agung hanya setia mendengarkan setiap teriakan Devan yang bisa disebut sebagai curhatan, meski dalam keadaan tak sadar, Devan masih ingat akan kejadian tadi.

______

Kini sudah tengah malam, Azil dan Agung tak tega membiarkan Devan tertekan dalam sebuah cl*b, karena itu, Azil dan Agung membawa Devan pulang ke rumahnya.

Sampai di rumah, Devan langsung diserahkan kepada para bodyguard dan pelayan, agar mengurusnya.

“Urus dia, dia terlalu banyak minum,” ucap Azil dan diangguki oleh pelayan.

“Baik, Tuan.”

Azil dan Agung pun pulang, mereka percaya kalau para pelayan itu bisa mengurus Devan.

.

Devan kini sedang didudukkan di ruang tv, tepatnya di sofa.

“Aqila!” panggil Devan memegangi kepalanya.

“Ma—af, Tuan. Tadi, Nyonya Aqila pergi, kami sudah berusaha menghadangnya, tapo—”

“Dia pergi? Hahahaha, bagus sekali! Jal*ng kecil itu sudah pergi. Hahaha!” Gelak tawa itu terus menggema, sementara para orang-orang di dalam rumah itu hanya menunduk ngeri, saat seperti ini lah Devan akan berubah menjadi seorang iblis Kejam

______

“Ya Allah ... dingin ....”

Ya, disinilah Aqila, di pinggir jalan raya, yang amat ramai. Aqila sedari tadi berjalan. Namun, tak ada dia bertemu seseorang yang ia kenali, ingin ia pulang ke rumah Tante dan Pamannya, tapi Aqila sangatlah segan.

“Shit! Pokoknya Aqila gak boleh nyerah, Aqila gak mau pulang!” ucapnya.

Aqila benar sudah lelah, mau harus berapa kali ia seperti ini? Sudah berkali-kali Devan mengucapkan janji. Namun, janji itu tak semanis kenyataannya.

“Anak Umi laper, ya? Bentar ya sayang, Umi bakal cari makanan murah, karena umi cuman punya uang dikit. Sebentar ya, sayang,” lirih Aqila mengusap-usap perutnya.

Aqila memang sudah memimpikan semua ini, ketika anaknya lahir, ia ingin anak itu memanggilnya dengan sebutan Umi, dan panggilan untuk Devan, Aqila ingin anaknya memanggil Abi. Namun ... ntahlah, Aqila tak tau, impiannya tercapai atau tidak. Ia pikir, mungkin sekali anak itu akan lahir tanpa seorang ... ayah.

“Aqila!!”

Aqila melirik ke suara di mana namanya dipanggil dan itu ternyata ....

_______

Sekarang ini Devan sudah sadar, walaupun belum sempurna. Dirinya kini sedang duduk di balkon kamarnya, memandang bulan dan bintang di atas sana.

“Aqila,” gumam Devan.

Devan mengusap buliran air yang menetes dari matanya, dengan sigap ia menghapus air mata itu. Apa ini? Devan cengeng!

“Aqila, lo—lo—lo itu menjijikkan!” kata Devan dengan nada yang sangat terpaksa.

Devan berjalan menuju ke arah kasur, kemudian dia menaiki kasur itu membaringkan tubuhnya. Devan melirik ke samping, dilihatnya di samping itu ada bayangan Aqila. Namun, Devan menepis bayangan itu.

“Gue benci sama lo Aqila, gue mau lo pergi dari hidup gue. Sekarang!” teriak Devan menarik rambutnya sendiri.

Devan&Aqila [SUDAH END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang