2.Lucy

0 0 0
                                    

Kampus semakin ramai. Jam pagi seperti ini memang suasana yang paling bersemangat. Tidak ada yang tidak tersenyum bahagia. Yah kecuali orang yang lemah hidup. Tidak punya tujuan sampai melakukan aktivitas hanya untuk formalitas kehidupan.

Mata kuliah berlangsung lancar walaupun ada saja manusia yang tengah tertidur maupun membalas chat dengan pacar. Dia orang di sisi kanan kiriku. Benar aku di kelilingi orang yang benar-benar ingin ku tahu apa sebenarnya isi kepala mereka saat ini. Tidak ada alasan khusus hanya penasaran. Mengapa mereka sesantai itu.

Dosen menutup kelas pagi ini dengan salamnya yang tentu saja disambut meriah satu kelas. Ku bereskan buku-buku yang ku tebar di atas meja. Kantin adalah tujuanku saat ini.

"Nasi goreng ya bu satu porsi cabe 5" Setelah memesan aku pergi ke arah jajaran minuman dingin. Sambil menunggu nasi gorengku jadi.
Mataku tertuju pada minuman botol rasa jeruk. Sepertinya segar pikirku.

"Eh maaf!"

Aku terkejut bukan main. Anggap saja aku lebay. Tapi memang benar jantungku sampai berdetak kencang rasanya begitu nyeri. "Maaf tapi aku butuh ini. Cari yang lain saja ya?" Sudah membuatku terkejut orang yang tiba-tiba mengambil botol minuman incaran ku, mengatakan kalimat itu dengan entengnya. Memangnya dia saja yang butuh apa?

"Sekali lagi Maaf"  dia berlari begitu saja. Aku hanya mengerjap bingung. Mau marah tapi aku bukan tipe orang yang mudah emosi dengan orang asing. Akhirnya aku hanya berusaha menetralkan debaran jantungku sendiri sambil tanpa sadar mengikuti arah sosok yang barusan menyerobot minumanku.

Kemudian aku tertawa sedikit miris di dalam hati. 'dasar seorang pengharap ulung. Senang sekali berharap tapi usaha nol. Bahkan kau tidak bisa dibandingkan dengan sosok itu' otakku bermonolog, yang membuatku semakin ragu untuk mendekatkan diri dan menyapa laki-laki pebasket yang sebulan lalu memberiku uang untuk membeli pasta gigi. Yah, walaupun sebenarnya bisa dikatakan aku berhutang, bukannya dia yang memberi. Setidaknya kupikir begitu.

Sosok penyerobot tadi menyerahkan botol minum dingin hasil curiannya dariku, untuk si pemuda yang selalu ku perhatikan diam-diam. Memperhatikan hal semacam ini seharusnya sudah biasa bagi diriku yang hanya pengagum rahasia. Eh, maksudnya pengamat rahasia. Daripada memikirkan itu aku segera mengambil sebotol air mineral dingin pengganti minuman jeruk yang aku idam-idamkan. Itu terpaksa karena ibu kantin sudah memanggilku berulang kali. Nasi goreng 5 cabaiku sudah jadi katanya.

.
.
.

Karena aku hanya ada kelas pagi. Ku putuskan untuk rileks sebentar di area kampus sembari modus. Maksudku sembari menikmati permainan basket anak kampus. Aku dengar secara tidak sengaja –karena kalian tahu aku tidak punya teman satupun apalagi teman gosip– mereka akan mengikuti sebuah turnamen.

Kacamata kotak andalanku sudah bertengger apik di atas hidungku yang lumayanlah tidak pesek-pesek amat. Novel dengan genre thriller juga sudah menempatkan diri di atas tanganku. Serius aku membaca, beberapa kali melirik ke arah lapangan ketika mendengar sorakan. Lalu tersenyum ketika Si pendek–tidak saat bersamaku–dalam tim basket mencetak poin.

Beberapa menit berlalu aku mulai pegal duduk disisi lapangan. Jadi aku memilih untuk menyudahi acara menonton sambil membaca ku dan beranjak untuk pulang ke kost-an.

Di depan gerbang aku menunggu mobil yang lalu lalang sedikit menyepi agar aku bisa menyebrang dengan aman. Sedikit membosankan karena siang ini sepertinya jalanan masih padat. Padahal hari sedang terik sekali.

Dari ekor mataku tampak sesorang juga berhenti di sisi kanan dariku. Tapi aku tidak peduli yang ku pedulikan kapan kendaraan-kendaraan itu akan berhenti berlalu lalang di sana.

"Hey lu yang sebulan lalu di Alfamidi kan?" Aku menoleh ke arah kanan. Terkejut lagi untuk yang ke 2 kali hari ini. Tapi ini masih wajar, hanya saja tanganku mulai Tremor. " Ah iya. Maaf gue belum ngembaliin uang lo. Sebenarnya sudah ada di loker. Atau Lo mau nunggu sebentar biar gue ambil." Dia terkekeh ringan. Ada gelenyar aneh saat aku menatapnya begitu.

"Santai aja kali. Lagian masih sekampus. By the way, Lo ngekost kan? " Terkejut versi ke tiga. Bagaimana dia tau aku tinggal di kostan?

Mungkin karena dia melihat raut terkejut ku dia langsung menjawab tanpa ku tanya. " Iya, nama Lo Lucy. Ngekost di kostan Wak Ateng. Ngomong-ngomong Wak Ateng itu sepupunya ayahku. Hhh" tertawa lagi. Ayang ini pandai sekali membuatku merasakan kupu-kupu tanpa kenal waktu. Bahkan hanya dengan melihat tawanya saja.

Kembali ke kenyataan. Ternyata dia tahu karena memang semestinya tahu. Jadi aku terlalu percaya diri kalau aku ini diperhatikan oleh bulan. Miris sekali aku seperti orang yang haus perhatian.

....

Yanyang suka baperin anak orang :)

A POEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang