Adipati Rama Cakra, sudah 6 tahun lebih menjadi sahabat karib Haikal. Mereka berdua ditempatkan di Sekolah Dasar yang sama sebelum akhirnya berpisah karena Rama menjalani masa putih-biru nya di Jogja. Lalu dipertemukan oleh teman lamanya kembali saat SMA.
Tidak dipungkiri keduanya langsung sepakat menjadi teman sebangku saat mengetahui mereka berada dikelas IPS yang sama. Rama juga satu ekstrakulikuler dengan Haikal di futsal.
Bedanya, pemuda satu ini tidak terlalu aktif seperti sahabatnya karena harus membagi waktu antara ekskul dan organisasi.
Rama termasuk orang yang dapat diandalkan. Ia selalu mengerjakan sesuatu tepat waktu dengan hasil yang bagus. Tidak jauh berbeda dengan sahabatnya, Rama sangat ramah. Pembawaannya lebih tenang, tidak terlalu grasak-grusuk seperti Haikal.
Rama dikenal di kalangan siswa-siswi selain karna tergabung di osis, ia juga aktif mengikuti olimpiade matematika dan membawa pulang banyak medali.
Jelas. Paralel satu angkatan.
Semua ini karena tuntutan kedua orang tuanya yang menargetkan Rama mencapai prestasi minimal setara atau lebih tinggi dari kedua kakaknya, Jafi dan Arin.
"Ma, sneli aku mana ya? Mama cuci?"
Mama menoleh kearah Jafi, "Nggak Mama cuci lho. Coba Mas inget-inget lagi."
Jafi menepuk jidatnya, "Oh iya aku baru inget semalem shift malem kayanya aku gantung di jok mobil."
"Rama ayo cepetan sarapannya!"Teriak Jafi dari garasi, "Mas telat check-up pasien nanti!"
Mama ikut meneriaki, "Adek ayo cepet, kasian Masnya telat lho. Kamu juga jadi telat nantinya."
Rama baru saja ingin menyuap sesendok nasi goreng ke mulutnya. Moodnya seketika berubah menjadi buruk. Ia dengan cepat menaruh kembali nasi goreng yang belum ia sentuh dari piring ke wadah nasi. Kemudian mengambil tas dan menalikan sepatu secepatnya.
"Mba, Rama berangkat."
Arin mengangguk, "Sama Mas? Hati-hati, jajannya cukup nggak? Kalo nggak minta aja ke Mas Jafi soalnya uang bulanan Mba belum cair hehehe."
Rama terkekeh pelan, "Cukup Mba, tenang aja."
"Oke deh. Pulang sekolah Mba nitip cilor dong dek, lima ribu aja. Mba pulang sore hari ini,"kata Arin dengan mata berbinar. Rama mengiyakan, ikut senang dengan ucapan kakaknya. Wajar, anak kedokteran jarang banget bisa santai-santai.
Kali ini Rama menghampiri Papanya di ruang tamu, "Pa, Aku berangkat."
"Ya. Belajar yang bener, jangan bolos,"Kata Papa.
Rama menghela nafas kasar. Selalu seperti ini. Tidak ada kata 'Hati-hati' atau 'Mama sayang Rama' di pagi hari menjelang sekolah. Yang ada hanya peringatan untuk tidak membolos dan belajar dengan rajin.
"Oke, semangat Rama,"Batin Rama mensugestikan dirinya sendiri.
Ia sudah cukup terbiasa dengan atmosfir seperti ini dirumah.
Cuma Mba Arin yang mengerti perasaan Rama.
Arin dulu yang membela Rama ketika sang Ayah memaksa Rama untuk mengambil jurusan IPA.
Sementara Rama sama sekali tidak tertarik dengan kimia dan biologi walaupun ia unggul sekali di matematika.
Cukup Arin yang menuruti perintah Ayahnya, Rama jangan. Katanya.
Arin juga sama, sama sekali tidak berminat di IPA tapi Ayahnya dengan keras memaksa Arin menjadi dokter seperti kakaknya, Jafi.
Arin menjadi alasan Rama berjanji kepada dirinya untuk sukses dimasa depan tanpa harus menjadi seorang dokter.
Jaemin (NCT) as
Adipati Rama CakraJaehyun (NCT) as Jafi, Arin (Oh My Girl) as Arin
—
Haiii!
Selamat datang di work baru aku hehe, semoga sukaa!💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Perspektif; Haikal & Rama
Fanfiction01.34 Dini hari. "Tangan sakit diobatin apa dibuntungin?" "Diobatin lah!" "Nah sama, Kal. Hubungan juga kalo ancur dibenerin, bukan ditinggalin."