Bab 1

16 0 0
                                    

Yuna berjalan memasuki gerbang SMA Harapan dengan perasaan gembira. Gadis dengan bingkai kacamata bulat yang menempel di pangkal hidungnya itu tengah bersenandung menyanyikan lagu fine today milik Ardhito Pramono. Rambut keriting gantungnya bergoyang seirama dengan gerak kaki yang melangkah. Pupil matanya melebar tatkala melihat beberapa gerombolan siswa dengan seragam putih abu-abu yang masih putih bersih saling berlarian masuk ke sekolah barunya.

Perasaan Yuna penuh kekhawatiran, ketika ia diantarkan oleh Ayahnya dengan menaiki mobil. Yuna rasa ia akan terlambat dan dihukum jika hal itu benar terjadi. Beruntung jalanan dari rumah ke sekolah barunya pagi ini begitu kondusif, kekhawatiran yang ia rasakan menguap bersama polusi kendaraan.

Cemas dan panic attack akan menghampiri Yuna setiap kali menghadapi momen 'hari pertama'. Yuna harus ready di hari pertamanya, tidak boleh ada hal yang semakin membuat langkahnya menjadi rumit.

Seperti semalam, ia harus begadang demi membuat atribut MOS yang harus ia bawa di hari pertama masa putih abu-abu. Beruntung ia memiliki Kakak laki-laki seperti Arza, dengan setia ia membantu Yuna menempelkan beberapa bungkus permen pada tali rafia untuk dijadikan kalung, menyampuli buku dengan kertas warna-warni yang mengilat, serta membuat name tag dari sisa kertas sampul buku untuk dipotong kecil-kecil kemudian ditempelkan pada kertas karton menjadi rangkaian huruf membentuk nama panggilan Yuna.

Langkah kaki Yuna begitu pelan dan penuh kehati-hatian ketika menaiki tangga lantai dua. Ia berhenti di depan pintu kelas dengan papan yang menggantung dibagian atas 'X IPS 1'. Yuna terengah-engah, ia membenarkan bingkai kacamata yang sedikit turun ke bawah, "Welcome to the jungle, Yuna." ucapnya pada diri sendiri.

Beberapa pasang mata melihat ke arah Yuna, saat langkahnya memasuki kelas X IPS 1. Yuna membalas pandangan mereka sejenak, lalu tersenyum. Mungkin butuh waktu sedikit lama untuk benar-benar mengenalkan diri kepada yang lain, tidak untuk saat ini dengan first impression kaki kanannya yang tidak berdiri sempurna.

Ada beberapa ransel yang sudah diletakkan di atas bangku. Mata Yuna menghitung jumlah bangku yang sudah berjejer rapi, sekalian mencari bangku mana yang masih kosong.

Barisan kedua bagian tengah adalah pilihannya, Yuna tidak suka barisan paling depan meskipun postur tubuhnya yang kecil dan kedua matanya yang minus dan silinder. Posisi yang paling aman adalah bagian tengah. Tidak ada yang namanya bangku barisan belakang, ia tidak ingin menjadi sasaran empuk omelan guru di kelas. Terlalu banyak hantu pada barisan belakang, ia paling takut kalau ketiduran di dalam kelas.

Ransel berwarna kuning dengan gantungan boneka koala kecil dikantong bagian depan ia letakkan di atas bangku. Beban yang ia bawa sedikit berkurang, punggungnya terasa lelah selama membawa ransel yang berisi beberapa buku dan atribut untuk masa orientasi hari ini. Ia duduk sambil meluruskan kedua kakinya dan memijatnya pelan, "Lumayan juga ya, bakalan naik-turun tangga selama setaun ke depan."

Suara bel masuk berbunyi sebanyak tiga kali, Yuna berjalan keluar kelas untuk mengikuti upacara pagi di lapangan bersama siswa yang lainnya. Pandangannya ia arahkan ke lantai ketika beberapa siswa di lorong kelas X sedang berlarian sambil mencuri pandang ke arahnya.

Yuna mengembuskan napas, "Semangat Yuna. Pasti bisa kok." Ia mencoba untuk memberikan energi positif untuk dirinya sendiri.

Langkahnya terasa semakin berat, Yuna mencoba untuk melangkah ke arah pinggiran pagar pembatas lantai dua. Seingatnya, jarak anak tangga dari lantai dua dan lantai dasar tidak sejauh yang ia rasakan saat ini. Mungkin karena ia tidak bisa berlari seperti yang lainnya.

"Lo nggak papa?" tanya salah satu gadis yang mendekat ke arah Yuna.

Kedua bahu Yuna terangkat secara spontan, "Eh, iya. Ada apa, ya?" tanya Yuna pada gadis yang lebih tinggi darinya dengan potongan super pendek di bawah telinga. Trisya.

Surprise Me [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang