chapter O3

80 10 4
                                    




Wondi baru saja memarkirkan mobil di garasi. Ketika dia masuk ke dalam rumah disambut oleh Abi sibuk berkutat dengan kompor dan wajannya. Cowok itu ragu antara ingin menghampiri atau tidak. Mau mencoba pendekatan diri karena tidak lucu kan satu rumah tapi mereka bersikap asing satu sama lain.

Akhirnya dengan langkah berat Wondi berjalan mendekat ke arah dapur, bukan berarti dia tak mau mencoba berkenalan hanya saja Wondi bukan tipe yang suka mengakrabkan diri apalagi dengan seorang perempuan.

"A Wondi mau makan bareng? Tadi kita ketemu di depan kafe kan, aku habis beli makan di sana. Jadi, ini ngehangatin lagi biar enak di perut nggak dingin-dingin masuk." Abi berbicara tanpa menoleh. Jujur dia mendengar dorongan pintu dibuka dari awal, tapi dia enggan buat menoleh karena masih malu. Apalagi di pertemuannya itu dia tampak seperti orang bodoh.

Wondi duduk di salah satu kursi yang tersedia mengelilingi meja makan memandangi punggung kecil milik Abi dalam diam. Belum berniat menjawab tawaran cewek di depannya yang sudah mulai menaruh makanan di atas meja.

"Aa kan dari perjalanan jauh, pasti laper."

Abi merutuki dirinya sendiri yang banyak mengoceh malam ini. Suruh siapa cowok tampan itu hanya diam tak menjawab semua ucapannya. Sudah terlanjur basah, ya sudah lebih baik tenggelam sekalian bukan.

Dengan sigap Abi menyodorkan piring beserta sendok pada Wondi. "Enggak perlu Abi ambilin kan ya a? Takut entar kebanyakan atau kedikitan. Jadi Aa ambil sendiri biar bisa nakar sesuai selera."

"Kamu emang banyak omong atau karena saya diam aja kamu jadi begini?"

Abi mengernyitkan kening, cewek itu menatap Wondi aneh. Memangnya salah kalau dia banyak bicara? Toh dari tadi cowok itu diam saja.

"Lagi Aa dari tadi diam doang, dari pada suasananya makin mencekam lebih baik Abi ngoceh sendiri kan?" Monolognya. Cewek itu tiba-tiba terserang badmood karena ucapan random cowok tampan tapi menyebalkan ini.

Wondi terbatuk mendengar cetusan Abi yang tersirat nada kesal di sana. Cowok itu segera meraih piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk yang baru beberapa detik lalu Abi panaskan. "Makasih atas makanannya, Abi. Maaf kalau ucapan saya terdengar nyebelin."

Tak mendengarkan Abi mengambil piringnya yang penuh oleh nasi dan lauk pauk juga gelas yang terisi oleh jus semangka. Dia melangkah pergi dari dapur meninggalkan Wondi yang termenung di sana.

Apa dia semenyebalkan itu? Apa dia perlu minta maaf secara jelas pada cewek berpipi lemak bayi itu? Memang tadi kurang jelas ya tapi Wondi merasa cewek itu pasti dengar kok.

Wondi memutar kepalanya, esensi Abi masih tertangkap oleh matanya. Cowok itu membasahi bibir bawahnya sebelum membuka mulut. "Abi!" Seru Wondi.

Abi yang baru saja ingin menginjakkan kaki pada anak tangga lantas menoleh mengangkat satu alisnya. Dia nggak lagi halu kan dipanggil oleh cowok menyebalkan itu?

Wondi menyunggingkan senyum tipis, dia melambaikan tangan ke udara berisyarat menyuruh Abi kembali ke meja makan. Sumpah. Dia tiba-tiba pengen menghilang dari muka bumi saja karena sudah seenak jidat memerintah anak orang dengan tidak elit.

Abi mendengus, tapi kakinya tetap melangkah berjalan mendekat ke dapur lagi. "Aya naon Aa? Makanannya nggak enak?" Tanyanya ketus.

Walau begitu Wondi bisa melihat cewek itu nggak serius dengan nada bicaranya yang lumayan bikin dongkol, pasalnya Abi terlihat mengerjapkan mata berkali-kali dengan kikuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Koi No YokanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang